Lihai Jadi Mata-mata, Perwira Muda TNI AD Ini Diperebutkan Tiga Jenderal Jadi Ajudan
loading...
A
A
A
Kebetulan yang tak disangka-sangka, pada tahun yang sama dengan seruan ganyang Malaysia dilancarkan, sepucuk surat diterima Pierre. Isinya tak lain adalah perintah untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) Bogor, sebagai persiapan menjalani tugas dan tanggung jawab yang telah diperhitungkan.
Pierre sadar betul sebagai seorang prajurit akan kesiapannya menghadapi segala kemungkinan termasuk tugas-tugas dan panggilan negara. Terlebih penunjukan dirinya sebagai salah satu perwira muda yang ikut dalam pendidikan intelijen merupakan kesempatan langka yang tak sembarangan orang bisa mendapatkannya.
Tak main-main, Letda Pierre kala itu menjadi salah satu siswa termuda, baik dari segi usia maupun pengalamannya. Sementara siswa lain yang juga diberi kesempatan mengenyam pendidikan intelijen dengannya merupakan para prajurit yang notabene sudah memiliki jam terbang tinggi.
Predikat memuaskan juga berhasil diperoleh Pierre ketika dinyatakan lulus dari STIN dengan masa pendidikan yang ditempuh selama satu tahun.
Pada tahun 1963, Indonesia sedang melakukan politik konfrontasi terhadap Malaysia. Presiden Soekarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) sebagai bagian dari konfrontasi melawan Malaysia dan Inggris.
Entah sebuah kebetulan yang tiba-tiba atau justru sudah dipersiapkan dari jauh-jauh hari, setelah lulus ia memang harus langsung siap siaga untuk ditugaskan ke medan pertempuran. Pendidikan intelijen itu diberikan, sebab Pierre akan ditugaskan untuk melakukan penyusupan ke daerah Malaysia. Dalam melaksanakan tugas ini ia diperbantukan pada Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat yang bertugas di garis depan.
Dituliskan juga dalam buku "Pierre Tendean, Jejak Sang Ajudan", dua tahun lamanya Pierre Tendean ditempatkan di garis depan dan selama masa itu tiga kali ia melakukan penyusupan ke daerah Malaysia. Pertama kali ia memasuki daerah Malaysia dengan menyamar sebagai wisatawan.
Dengan fisik blasteran khas bule yang hampir mirip dengan pasukan Inggris, Pierre memang menjadi musuh berat karena sorot kamuflase ini. Pada masa konfrontasi Indonesia-Malaysia perwira muda ini melakukan aksi infiltrasi untuk mengumpulkan berbagai informasi terkait kekuatan militer Inggris dan Malaysia dengan menyamar sebagai turis.
Dalam penyusupan ketiga, di tengah laut ia dikejar oleh kapal perusak (destroyer) Inggris. Dengan cepat ia membelokkan speedboat-nya dan secara diam-diam ia menyelam ke dalam laut. Sesudah itu ia berenang menuju sebuah perahu nelayan.
Agar tidak diketahui oleh pengemudi perahu, dengan sangat hati-hati ia bergantung di bagian belakang perahu, sementara seluruh badannya dibenamkan di air. Speedboat-nya kemudian diperiksa oleh pasukan patroli Inggris. Mereka hanya menemukan seorang pengemudi yang tidak menimbulkan kecurigaan apa-apa. Speedboat itu dibiarkan berlayar. Dengan cara demikian Pierre Tendean terhindar dari penangkapan.
Pierre sadar betul sebagai seorang prajurit akan kesiapannya menghadapi segala kemungkinan termasuk tugas-tugas dan panggilan negara. Terlebih penunjukan dirinya sebagai salah satu perwira muda yang ikut dalam pendidikan intelijen merupakan kesempatan langka yang tak sembarangan orang bisa mendapatkannya.
Tak main-main, Letda Pierre kala itu menjadi salah satu siswa termuda, baik dari segi usia maupun pengalamannya. Sementara siswa lain yang juga diberi kesempatan mengenyam pendidikan intelijen dengannya merupakan para prajurit yang notabene sudah memiliki jam terbang tinggi.
Predikat memuaskan juga berhasil diperoleh Pierre ketika dinyatakan lulus dari STIN dengan masa pendidikan yang ditempuh selama satu tahun.
Pada tahun 1963, Indonesia sedang melakukan politik konfrontasi terhadap Malaysia. Presiden Soekarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) sebagai bagian dari konfrontasi melawan Malaysia dan Inggris.
Entah sebuah kebetulan yang tiba-tiba atau justru sudah dipersiapkan dari jauh-jauh hari, setelah lulus ia memang harus langsung siap siaga untuk ditugaskan ke medan pertempuran. Pendidikan intelijen itu diberikan, sebab Pierre akan ditugaskan untuk melakukan penyusupan ke daerah Malaysia. Dalam melaksanakan tugas ini ia diperbantukan pada Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat yang bertugas di garis depan.
Dituliskan juga dalam buku "Pierre Tendean, Jejak Sang Ajudan", dua tahun lamanya Pierre Tendean ditempatkan di garis depan dan selama masa itu tiga kali ia melakukan penyusupan ke daerah Malaysia. Pertama kali ia memasuki daerah Malaysia dengan menyamar sebagai wisatawan.
Dengan fisik blasteran khas bule yang hampir mirip dengan pasukan Inggris, Pierre memang menjadi musuh berat karena sorot kamuflase ini. Pada masa konfrontasi Indonesia-Malaysia perwira muda ini melakukan aksi infiltrasi untuk mengumpulkan berbagai informasi terkait kekuatan militer Inggris dan Malaysia dengan menyamar sebagai turis.
Dalam penyusupan ketiga, di tengah laut ia dikejar oleh kapal perusak (destroyer) Inggris. Dengan cepat ia membelokkan speedboat-nya dan secara diam-diam ia menyelam ke dalam laut. Sesudah itu ia berenang menuju sebuah perahu nelayan.
Agar tidak diketahui oleh pengemudi perahu, dengan sangat hati-hati ia bergantung di bagian belakang perahu, sementara seluruh badannya dibenamkan di air. Speedboat-nya kemudian diperiksa oleh pasukan patroli Inggris. Mereka hanya menemukan seorang pengemudi yang tidak menimbulkan kecurigaan apa-apa. Speedboat itu dibiarkan berlayar. Dengan cara demikian Pierre Tendean terhindar dari penangkapan.