Ijtima' Ulama Jakarta Minta Restoran Mewah Tak Taat Aturan Produk Halal Ditindak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ijtima’ Ulama Jakarta mengeluarkan sejumlah rekomendasi. Salah satunya meminta pemerintah menindak tegas restoran-restoran mewah atau kafe yang tak mentaati aturan mengenai produk halal .
Juru Bicara Ijtima’ Ulama Jakarta KH Makmun Soleh mengatakan, para ulama sangat prihatin atas keluhan sejumlah konsumen muslim terhadap restoran atau kafe, khususnya di Jakarta, yang menjual produk-produk makanan atau minuman yang diragukan kehalalannya.
”Untuk itu, Ijtima’ Ulama Jakarta meminta pemerintah untuk melakukan pengawasan, memberikan edukasi serta penegakan hukum terhadap para pengusaha kafe, restoran di Jakarta yang tidak mematuhi peraturan tentang Jaminan Produk Halal,” ujar Kiai Makmun Soleh saat membacakan rekomendasi Ijtima’ Ulama Jakarta di Hotel Novotel Jakarta, Kamis (2/2/2023) dalam keterangan tertulis.
Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis yang menjadi pembicara dalam forum tersebut mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, setiap produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. ”Setiap rumah atau penjual yang dapat sertifikat nhalal harus mencantumkan produk halal yang mudah dilihat di tempat yang strategis dan tidak mudah luntur, serta harus dipisahkan antara yang halal dengan yang haram,” tuturnya.
Selain itu, berdasarkan amanat PP 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal, harus dilakukan pemisahan lokasi, tempat, dan alat Proses Produk Halal (PPH) yang wajib dipisahkan dari lokasi, tempat, dan alat proses tidak haIal. ”Ketika ada yang melanggar maka ada sanksi administrasi mulai teguran tertulis sampai pencabutan izin bahkan denda maksimal Rp2 miliar. Jika ada pidana bisa ditindak oleh pihak terkait,” tuturnya.
Karena itu, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) memiliki amanat untuk membentuk pemantau yang mengawasi jaminan halal untuk memberikan program kerja berkala agar konsumen terlindungi dan mendapatkan kepercayaan publik.
Cholil Nafis juga menekankan pentingnya ada kawasan halal di Jakarta. Nantinya, di kawasan tersebut ada display produk-produk halal. ”Ini bisa dibuat di kawasan Islamic Center atau di Masjid Hasyim Asy’ari, dibikin kawasan produk halal,” tuturnya.
Menurutnya, kawasan produk halal ini memiliki manfaat yang sangat besar bagi umat. ”Umat butuh pilot project seperti kawasan produk halal. Dulu misalnya, pengelolaan zakat hanya dilakukan oleh takmir masjid. Begitu dikelola oleh Dompet Dhuafa, menjadi luar biasa. Saat ini belum ada partai politik yang mau peduli dengan kawasan halal,” tuturnya.
Cholil Nafis menyebutkan bahwa bisnis produk halal saat ini menjadi tren dunia, baik dalam hal produk makanan dan minuman, pakaian, dan lainnya. ”Ini prospek bisnis yang besar. Bagi orang mukmin, makan halal bukan hanya halal semata, tapi ini juga akidah,” paparnya.
Berdasarkan laporan The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC) pada 2022, populasi muslim di Indonesia diperkirakan sebanyak 237,56 juta jiwa. Jumlah penduduk muslim tersebut setara dengan 86,7% populasi di dalam negeri. Jika dibandingkan secara global, jumlahnya setara dengan 12,30% dari populasi muslim dunia yang sebanyak 1,93 miliar jiwa.
Data State of the Global Islamic Economy Report 2022 menunjukkan belanja penduduk muslim global menghasilkan dana sebesar USD2,02 triliun atau Rp30,516 triliun pada sektor industri halal. Sementara data Kemendag, pengeluaran umat Islam untuk produk dan layanan halal 2020 sebesar USD184 miliar dan diproyeksikan meningkat 14,96% atau mencapai USD28,6 miliar pada 2025. ”Ini potensi luar biasa yang harus kita kembangkan. Kita buat kawasan halal yang nyaman, enak maka orang akan tertarik,” katanya.
Menurut Cholil Nafis, pemerintah harus mendukung pertumbuhan industri halal dengan membuat ekosistem produk halal yang bagus. ”Ini kiai yang mengeluarkan rekomendasi, kemudian politisi yang menjalankan. Ini kolaboirasi yang sangat baik. Pengawasannya kiai-kiai PKB. Kalau ini dilaksanakan, PKB bisa menjadi yang terbesar di Jakarta dan saya berharap nantinya Gubernur DKI Jakarta bisa dari PKB,” harapnya.
Juru Bicara Ijtima’ Ulama Jakarta KH Makmun Soleh mengatakan, para ulama sangat prihatin atas keluhan sejumlah konsumen muslim terhadap restoran atau kafe, khususnya di Jakarta, yang menjual produk-produk makanan atau minuman yang diragukan kehalalannya.
”Untuk itu, Ijtima’ Ulama Jakarta meminta pemerintah untuk melakukan pengawasan, memberikan edukasi serta penegakan hukum terhadap para pengusaha kafe, restoran di Jakarta yang tidak mematuhi peraturan tentang Jaminan Produk Halal,” ujar Kiai Makmun Soleh saat membacakan rekomendasi Ijtima’ Ulama Jakarta di Hotel Novotel Jakarta, Kamis (2/2/2023) dalam keterangan tertulis.
Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis yang menjadi pembicara dalam forum tersebut mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, setiap produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. ”Setiap rumah atau penjual yang dapat sertifikat nhalal harus mencantumkan produk halal yang mudah dilihat di tempat yang strategis dan tidak mudah luntur, serta harus dipisahkan antara yang halal dengan yang haram,” tuturnya.
Selain itu, berdasarkan amanat PP 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal, harus dilakukan pemisahan lokasi, tempat, dan alat Proses Produk Halal (PPH) yang wajib dipisahkan dari lokasi, tempat, dan alat proses tidak haIal. ”Ketika ada yang melanggar maka ada sanksi administrasi mulai teguran tertulis sampai pencabutan izin bahkan denda maksimal Rp2 miliar. Jika ada pidana bisa ditindak oleh pihak terkait,” tuturnya.
Karena itu, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) memiliki amanat untuk membentuk pemantau yang mengawasi jaminan halal untuk memberikan program kerja berkala agar konsumen terlindungi dan mendapatkan kepercayaan publik.
Cholil Nafis juga menekankan pentingnya ada kawasan halal di Jakarta. Nantinya, di kawasan tersebut ada display produk-produk halal. ”Ini bisa dibuat di kawasan Islamic Center atau di Masjid Hasyim Asy’ari, dibikin kawasan produk halal,” tuturnya.
Menurutnya, kawasan produk halal ini memiliki manfaat yang sangat besar bagi umat. ”Umat butuh pilot project seperti kawasan produk halal. Dulu misalnya, pengelolaan zakat hanya dilakukan oleh takmir masjid. Begitu dikelola oleh Dompet Dhuafa, menjadi luar biasa. Saat ini belum ada partai politik yang mau peduli dengan kawasan halal,” tuturnya.
Cholil Nafis menyebutkan bahwa bisnis produk halal saat ini menjadi tren dunia, baik dalam hal produk makanan dan minuman, pakaian, dan lainnya. ”Ini prospek bisnis yang besar. Bagi orang mukmin, makan halal bukan hanya halal semata, tapi ini juga akidah,” paparnya.
Berdasarkan laporan The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC) pada 2022, populasi muslim di Indonesia diperkirakan sebanyak 237,56 juta jiwa. Jumlah penduduk muslim tersebut setara dengan 86,7% populasi di dalam negeri. Jika dibandingkan secara global, jumlahnya setara dengan 12,30% dari populasi muslim dunia yang sebanyak 1,93 miliar jiwa.
Data State of the Global Islamic Economy Report 2022 menunjukkan belanja penduduk muslim global menghasilkan dana sebesar USD2,02 triliun atau Rp30,516 triliun pada sektor industri halal. Sementara data Kemendag, pengeluaran umat Islam untuk produk dan layanan halal 2020 sebesar USD184 miliar dan diproyeksikan meningkat 14,96% atau mencapai USD28,6 miliar pada 2025. ”Ini potensi luar biasa yang harus kita kembangkan. Kita buat kawasan halal yang nyaman, enak maka orang akan tertarik,” katanya.
Menurut Cholil Nafis, pemerintah harus mendukung pertumbuhan industri halal dengan membuat ekosistem produk halal yang bagus. ”Ini kiai yang mengeluarkan rekomendasi, kemudian politisi yang menjalankan. Ini kolaboirasi yang sangat baik. Pengawasannya kiai-kiai PKB. Kalau ini dilaksanakan, PKB bisa menjadi yang terbesar di Jakarta dan saya berharap nantinya Gubernur DKI Jakarta bisa dari PKB,” harapnya.
(muh)