Menkes Terbitkan 4 Istilah Baru Penanganan COVID-19, Berikut Penjelasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai bagian dari unsur pengarah Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 telah merevisi empat istilah dalam definisi operasional penanganan COVID-19.
Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19, Achmad Yurianto mengatakan bahwa empat istilah tersebut meliputi Orang Dalam Pemantauan, Pasien Dalam Pengawasan, Orang Tanpa Gejala dan Kasus Konfirmasi. Ke depannya maka istilah tersebut akan diubah menjadi kasus suspek, kasus probable, kemudian definisi kontak erat, pelaku perjalanan, discarded, selesai isolasi dan kematian. (Baca juga: Menkes Terawan Ganti Istilah ODP, PDP, dan OTG Covid-19)
"Orang Dalam Pemantauan, Pasien Dalam Pengawasan, Orang Tanpa Gejala, Kasus Konfirmasi, kita akan ubah menjadi kasus suspect, kasus probable, kemudian kita juga akan mendefinisikan tentang kasus konfirmasi," ujar Yuri di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Selasa (14/7/2020).
"Kemudian, kontak erat, pelaku perjalanan, discarded, selesai isolasi, dan kematian," imbuhnya.
Adapun menurut Yuri, perubahan tersebut telah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Disease 19 atau COVID-19 dengan nomor KMK HK 0107/menkes/413/2020. Surat tersebut merupakan revisi kelima yang kemudian mencabut KMK 247 tentang revisi keempat.
"Ini adalah revisi kelima yang kemudian mencabut KMK 247 tentang revisi keempat," jelas Yuri.
Yuri yang juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes juga menjelaskan bahwa perbaikan tersebut adalah serial yang kemudian akan gunakan sebagai pedoman di dalam pencegahan dan pengendalian COVID-19. Sehingga ke depannnya diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pengendalian COVID-19 baik oleh pemerintah, pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.
Di sisi lain, Yuri tak menyangkal bahwa perbaikan tersebut tentunya memiliki pengaruh terhadap sistem pelaporan yang nantinya akan dilakukan pada hari-hari berikutnya. Namun secara prinsip dan mendasar, Yuri menjelaskan tidak ada perubahan di dalam kaitan identifikasi kasus.
"Tetap dengan menggunakan basis penegakan diagnosa pemeriksaan antigen dengan Real Time PCR atau menggunakan TCM. Sekali lagi, ini adalah berbasis pada pemeriksaan antigen, bukan melakukan pemeriksaan antibodi," jelas Yuri.
Secara garis besar, definisi kasus suspek di antaranya menyinggung tiga kriteria. Pertama kasus infeksi saluran pernapasan yang akut, di mana di dalam riwayat penyakitnya dalam 14 hari sebelum sakit, dia atau orang yang bersangkutan berasal atau tinggal di daerah yang sudah terjadi local transmission atau penularan lokal.
Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19, Achmad Yurianto mengatakan bahwa empat istilah tersebut meliputi Orang Dalam Pemantauan, Pasien Dalam Pengawasan, Orang Tanpa Gejala dan Kasus Konfirmasi. Ke depannya maka istilah tersebut akan diubah menjadi kasus suspek, kasus probable, kemudian definisi kontak erat, pelaku perjalanan, discarded, selesai isolasi dan kematian. (Baca juga: Menkes Terawan Ganti Istilah ODP, PDP, dan OTG Covid-19)
"Orang Dalam Pemantauan, Pasien Dalam Pengawasan, Orang Tanpa Gejala, Kasus Konfirmasi, kita akan ubah menjadi kasus suspect, kasus probable, kemudian kita juga akan mendefinisikan tentang kasus konfirmasi," ujar Yuri di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Selasa (14/7/2020).
"Kemudian, kontak erat, pelaku perjalanan, discarded, selesai isolasi, dan kematian," imbuhnya.
Adapun menurut Yuri, perubahan tersebut telah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Disease 19 atau COVID-19 dengan nomor KMK HK 0107/menkes/413/2020. Surat tersebut merupakan revisi kelima yang kemudian mencabut KMK 247 tentang revisi keempat.
"Ini adalah revisi kelima yang kemudian mencabut KMK 247 tentang revisi keempat," jelas Yuri.
Yuri yang juga menjabat sebagai Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes juga menjelaskan bahwa perbaikan tersebut adalah serial yang kemudian akan gunakan sebagai pedoman di dalam pencegahan dan pengendalian COVID-19. Sehingga ke depannnya diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pengendalian COVID-19 baik oleh pemerintah, pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.
Di sisi lain, Yuri tak menyangkal bahwa perbaikan tersebut tentunya memiliki pengaruh terhadap sistem pelaporan yang nantinya akan dilakukan pada hari-hari berikutnya. Namun secara prinsip dan mendasar, Yuri menjelaskan tidak ada perubahan di dalam kaitan identifikasi kasus.
"Tetap dengan menggunakan basis penegakan diagnosa pemeriksaan antigen dengan Real Time PCR atau menggunakan TCM. Sekali lagi, ini adalah berbasis pada pemeriksaan antigen, bukan melakukan pemeriksaan antibodi," jelas Yuri.
Secara garis besar, definisi kasus suspek di antaranya menyinggung tiga kriteria. Pertama kasus infeksi saluran pernapasan yang akut, di mana di dalam riwayat penyakitnya dalam 14 hari sebelum sakit, dia atau orang yang bersangkutan berasal atau tinggal di daerah yang sudah terjadi local transmission atau penularan lokal.