Forum Parlemen OKI, Puan Maharani Singgung Pelanggaran HAM di Palestina
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua DPR Puan Maharani menyinggung soal kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Palestina . Pandangan ini disampaikan Puan Maharani dalam forum Parliamentary Union of the Organisation of Islamic Cooperation (OIC), Senin (30/1/2023).
"Kondisi di lapangan tidak banyak berubah. Kekerasan dan berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia terus terjadi di Palestina ," kata Puan dalam forum Konferensi Persatuan Parlemen Negara Anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) ke-17 yang digelar di Aljazair tersebut.
"Tidak ada tanda-tanda harapan akan berdirinya negara Palestina yang telah dijanjikan oleh dunia internasional," tambahnya.
Baca juga: Arab Saudi Tuntut Keadilan Bagi Palestina
Dalam forum tersebut, Puan juga menekankan partisipasi perempuan bagi negara-negara Islam. Ia berbicara soal tantangan global yang harus diatasi bersama oleh negara-negara Muslim. Mulai dari perang yang berkepanjangan, kerawanan energi dan air, inflasi yang tinggi, hingga meningkatnya ancaman perubahan iklim.
"Krisis telah menjadi normal baru. Semuanya berlangsung tanpa jeda, saling terkait dan lebih rumit, menghancurkan yang paling membutuhkan, negara miskin, dan negara berkembang. Hampir semua negara sangat menderita, sementara dampak pandemi terus berlanjut," jelasnya.
Ditambahkannya, perang yang belum terselesaikan di Ukraina membawa dunia pada risiko tinggi. Terutama, kata Puan, untuk mengintensifkan persaingan antara kekuatan besar.
"Ketika kita melihat beberapa negara Muslim, situasinya bahkan lebih mengerikan. Negara-negara ini telah terjebak selama bertahun-tahun dalam konflik kekerasan yang dipicu oleh perselisihan politik yang belum terselesaikan," ungkap Puan Maharani.
Puan juga berbicara soal situasi yang terjadi pada beberapa umat Islam yang tinggal di belahan dunia lain, termasuk dengan adanya sejumlah aksi penindasan.
"Kita sangat menyesal menyaksikan perpecahan yang berkepanjangan di antara negara-negara Muslim alih-alih bahu-membahu demi kepentingan bersama umat," ujar Puan.
"Situasi ini membawa negara-negara Muslim ke dalam kemunduran modernisasi dan pembangunan yang lebih dalam. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kita menanggapi tantangan negara-negara Muslim saat ini?" sambungnya.
Menurut Puan, reformasi politik di negara-negara Muslim merupakan pendorong yang menentukan bagi perubahan mendasar menuju perbaikan lebih lanjut. Reformasi semacam itu-lah yang dinilai memiliki dampak kuat untuk membuat kemajuan negara-negara Muslim.
"Negara-negara Muslim perlu menegakkan supremasi hukum, pemerintahan yang baik, keadilan, hak asasi manusia dan menjamin inklusivitas dalam menjalankan pemerintahan," kata dia.
Puan menyebutkan, parlemen harus memastikan bahwa pemerintah benar-benar mewakili kepentingan rakyat. Puan pun mengingatkan, suara rakyat harus didengar dan diperhitungkan.
"Indonesia, sebagai negara demokrasi berpenduduk terbesar ketiga di dunia dan negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia, telah menunjukkan bahwa Islam, demokrasi, kemajuan ekonomi, dan modernisasi dapat berjalan seiring," jelasnya.
Lebih lanjut kata dia, negara-negara Muslim dinilai harus bisa mempromosikan kolaborasi dan solidaritas yang lebih besar. Hal ini demi kepentingan bersama untuk menciptakan perdamaian dan kemakmuran di negara-negara Muslim dan di dunia.
"Saat dunia dihadapkan pada tantangan yang kompleks dan multidimensi, negara-negara Muslim harus menjadi yang terdepan dalam memajukan kerja sama global. Kita harus menentang kekerasan dan perang sebagai solusi perselisihan politik," tutur Puan.
Tak hanya itu, menurut Puan, negara-negara Muslim dianggap perlu meningkatkan kerja sama di tengah berbagai tantangan global yang ada saat ini. "Bukan malah terlibat persaingan kekuatan-kekuatan besar," ucap peraih dua gelar Doktor Honoris itu.
Di sisi lain, para pemimpin dunia dinilai perlu memberi kesempatan kepada generasi muda untuk mengakses pendidikan tinggi dan pelatihan keterampilan. Hal tersebut, jelas Puan, akan menjadi pintu gerbang menuju teknologi canggih.
"Pendidikan adalah investasi masa depan. Kita jangan hanya mengandalkan sumber daya alam sebagai basis pembangunan ekonomi kita. Masa depan kita akan ditentukan oleh kemampuan kita merangkul ilmu pengetahuan dan teknologi," ujarnya.
Oleh karenanya, Puan menekankan pentingnya negara-negara Muslim bersatu agar dapat memainkan peran yang sangat strategis dalam mengatasi tantangan global. Termasuk menciptakan perdamaian, meningkatkan taraf hidup, dan mengurangi emisi.
"Negara-negara Muslim seharusnya tidak menjadi bagian dari masalah. Kita harus menjadi bagian dari solusi. Itu adalah manifestasi dari Islam rahmatan lil alamin, rahmat bagi alam semesta," tegas Puan.
"Saya meminta Negara Anggota PUIC untuk bersatu dalam menghadapi besarnya tantangan saat ini. Mari kita bekerja sama untuk memperkuat solidaritas di antara umat Islam dan membuat konferensi ini berkontribusi pada persatuan dunia Islam," tutupnya.
Pidato Puan mendapat sambutan hangat dari anggota parlemen-parlemen OKI serta mendapatkan tepuk tangan meriah di forum PUIC ke-17. Forum ini dihadiri 40 parlemen negara-negara OKI, termasuk perwakilan dari Palestina.
"Kondisi di lapangan tidak banyak berubah. Kekerasan dan berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia terus terjadi di Palestina ," kata Puan dalam forum Konferensi Persatuan Parlemen Negara Anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) ke-17 yang digelar di Aljazair tersebut.
"Tidak ada tanda-tanda harapan akan berdirinya negara Palestina yang telah dijanjikan oleh dunia internasional," tambahnya.
Baca juga: Arab Saudi Tuntut Keadilan Bagi Palestina
Dalam forum tersebut, Puan juga menekankan partisipasi perempuan bagi negara-negara Islam. Ia berbicara soal tantangan global yang harus diatasi bersama oleh negara-negara Muslim. Mulai dari perang yang berkepanjangan, kerawanan energi dan air, inflasi yang tinggi, hingga meningkatnya ancaman perubahan iklim.
"Krisis telah menjadi normal baru. Semuanya berlangsung tanpa jeda, saling terkait dan lebih rumit, menghancurkan yang paling membutuhkan, negara miskin, dan negara berkembang. Hampir semua negara sangat menderita, sementara dampak pandemi terus berlanjut," jelasnya.
Ditambahkannya, perang yang belum terselesaikan di Ukraina membawa dunia pada risiko tinggi. Terutama, kata Puan, untuk mengintensifkan persaingan antara kekuatan besar.
"Ketika kita melihat beberapa negara Muslim, situasinya bahkan lebih mengerikan. Negara-negara ini telah terjebak selama bertahun-tahun dalam konflik kekerasan yang dipicu oleh perselisihan politik yang belum terselesaikan," ungkap Puan Maharani.
Puan juga berbicara soal situasi yang terjadi pada beberapa umat Islam yang tinggal di belahan dunia lain, termasuk dengan adanya sejumlah aksi penindasan.
"Kita sangat menyesal menyaksikan perpecahan yang berkepanjangan di antara negara-negara Muslim alih-alih bahu-membahu demi kepentingan bersama umat," ujar Puan.
"Situasi ini membawa negara-negara Muslim ke dalam kemunduran modernisasi dan pembangunan yang lebih dalam. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kita menanggapi tantangan negara-negara Muslim saat ini?" sambungnya.
Menurut Puan, reformasi politik di negara-negara Muslim merupakan pendorong yang menentukan bagi perubahan mendasar menuju perbaikan lebih lanjut. Reformasi semacam itu-lah yang dinilai memiliki dampak kuat untuk membuat kemajuan negara-negara Muslim.
"Negara-negara Muslim perlu menegakkan supremasi hukum, pemerintahan yang baik, keadilan, hak asasi manusia dan menjamin inklusivitas dalam menjalankan pemerintahan," kata dia.
Puan menyebutkan, parlemen harus memastikan bahwa pemerintah benar-benar mewakili kepentingan rakyat. Puan pun mengingatkan, suara rakyat harus didengar dan diperhitungkan.
"Indonesia, sebagai negara demokrasi berpenduduk terbesar ketiga di dunia dan negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia, telah menunjukkan bahwa Islam, demokrasi, kemajuan ekonomi, dan modernisasi dapat berjalan seiring," jelasnya.
Lebih lanjut kata dia, negara-negara Muslim dinilai harus bisa mempromosikan kolaborasi dan solidaritas yang lebih besar. Hal ini demi kepentingan bersama untuk menciptakan perdamaian dan kemakmuran di negara-negara Muslim dan di dunia.
"Saat dunia dihadapkan pada tantangan yang kompleks dan multidimensi, negara-negara Muslim harus menjadi yang terdepan dalam memajukan kerja sama global. Kita harus menentang kekerasan dan perang sebagai solusi perselisihan politik," tutur Puan.
Tak hanya itu, menurut Puan, negara-negara Muslim dianggap perlu meningkatkan kerja sama di tengah berbagai tantangan global yang ada saat ini. "Bukan malah terlibat persaingan kekuatan-kekuatan besar," ucap peraih dua gelar Doktor Honoris itu.
Di sisi lain, para pemimpin dunia dinilai perlu memberi kesempatan kepada generasi muda untuk mengakses pendidikan tinggi dan pelatihan keterampilan. Hal tersebut, jelas Puan, akan menjadi pintu gerbang menuju teknologi canggih.
"Pendidikan adalah investasi masa depan. Kita jangan hanya mengandalkan sumber daya alam sebagai basis pembangunan ekonomi kita. Masa depan kita akan ditentukan oleh kemampuan kita merangkul ilmu pengetahuan dan teknologi," ujarnya.
Oleh karenanya, Puan menekankan pentingnya negara-negara Muslim bersatu agar dapat memainkan peran yang sangat strategis dalam mengatasi tantangan global. Termasuk menciptakan perdamaian, meningkatkan taraf hidup, dan mengurangi emisi.
"Negara-negara Muslim seharusnya tidak menjadi bagian dari masalah. Kita harus menjadi bagian dari solusi. Itu adalah manifestasi dari Islam rahmatan lil alamin, rahmat bagi alam semesta," tegas Puan.
"Saya meminta Negara Anggota PUIC untuk bersatu dalam menghadapi besarnya tantangan saat ini. Mari kita bekerja sama untuk memperkuat solidaritas di antara umat Islam dan membuat konferensi ini berkontribusi pada persatuan dunia Islam," tutupnya.
Pidato Puan mendapat sambutan hangat dari anggota parlemen-parlemen OKI serta mendapatkan tepuk tangan meriah di forum PUIC ke-17. Forum ini dihadiri 40 parlemen negara-negara OKI, termasuk perwakilan dari Palestina.
(maf)