PDIP Sebut Pemilu Terbuka Kompetisi Pencitraan dan Mobilisasi Kekayaan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengkritik sistem pemilihan umum terbuka sebagai kompetisi pencitraan dan mobilisasi kekayaan. Inilah salah satu hal yang mendorong PDIP mengusulkan digunakannya sistem proporsional tertutup .
“Sikap politik kebenaran kami sampaikan, bahwa dengan proporsional tertutup, terbukti PDI Perjuangan mampu melahirkan banyak pemimpin yang berasal dari kalangan rakyat biasa. Bambang Pacul, Pramono Anung, Ario Bimo, almarhum Tjahjo Kumolo, Arif Wibowo, Budiman Sudjatmiko, Ganjar Pranowo, dan lain-lain, semua lahir dari proporsional tertutup,” ujar Hasto, Jumat (27/1/2023) di Bandung, Jawa Barat.
Menurut Hasto, sistem pemilihan proporsional tertutup menjadikan kapital tidak lagi menguasai panggung politik lewat popularitas. "Dalam proporsional terbuka yang sering terjadi melekat unsur nepotisme dan melekat unsur mobilisasi kekayaaan untuk mendapatkan pencitraan bagi dukungan bagi pemilih," kata Hasto.
Dia menyebutkan dengan sistem proporsional tertutup disertai dengan kesadaran untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas kepemimpinan adalah jawaban atas problem sistem terbuka. Sistem proporsional tertutup menekankan kesadaran pentingnya kaderisasi partai.
“Jadi bukan sekadar popularitas atau mobilisasi kekuasaan kapital. Di dalam proporsional terbuka yang sering terjadi adalah melekat unsur nepotisme, melekat unsur mobilisasi kekayaaan untuk mendapatkan pencitraan bagi dukungan bagi pemilih,” tambah Hasto.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) sedang menguji materi (judicial review) Pasal 168 UU RI Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka. Apabila judicial review itu dikabulkan oleh MK, maka sistem pemilu pada 2024 mendatang akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup.
Sistem proporsional tertutup memungkinkan para pemilih hanya disajikan logo partai politik (parpol) pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pileg.
Uji materi ini diajukan oleh enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).
Dari 9 fraksi partai politik di parlemen DPR Senayan Jakarta, hanya PDI Perjuangan yang setuju dengan sistem proporsional tertutup. Sedangkan 8 fraksi partai politik lainnya seperti Gerindra, Golkar, Demokrat, PKB, PAN, PPP, PKS, dan Nasdem menolak sistem proporsional tertutup.
Perwakilan pemerintah dalam sidang Mahkamah Konstitusi juga menyatakan tetap mendukung sistem Pemilu menggunakan proporsional terbuka.
Lihat Juga: PDIP Anggap Janggal Hakim PTUN Tak Menerima Gugatan Pencalonan Gibran: Kita Menang Dismissal
“Sikap politik kebenaran kami sampaikan, bahwa dengan proporsional tertutup, terbukti PDI Perjuangan mampu melahirkan banyak pemimpin yang berasal dari kalangan rakyat biasa. Bambang Pacul, Pramono Anung, Ario Bimo, almarhum Tjahjo Kumolo, Arif Wibowo, Budiman Sudjatmiko, Ganjar Pranowo, dan lain-lain, semua lahir dari proporsional tertutup,” ujar Hasto, Jumat (27/1/2023) di Bandung, Jawa Barat.
Menurut Hasto, sistem pemilihan proporsional tertutup menjadikan kapital tidak lagi menguasai panggung politik lewat popularitas. "Dalam proporsional terbuka yang sering terjadi melekat unsur nepotisme dan melekat unsur mobilisasi kekayaaan untuk mendapatkan pencitraan bagi dukungan bagi pemilih," kata Hasto.
Dia menyebutkan dengan sistem proporsional tertutup disertai dengan kesadaran untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas kepemimpinan adalah jawaban atas problem sistem terbuka. Sistem proporsional tertutup menekankan kesadaran pentingnya kaderisasi partai.
“Jadi bukan sekadar popularitas atau mobilisasi kekuasaan kapital. Di dalam proporsional terbuka yang sering terjadi adalah melekat unsur nepotisme, melekat unsur mobilisasi kekayaaan untuk mendapatkan pencitraan bagi dukungan bagi pemilih,” tambah Hasto.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) sedang menguji materi (judicial review) Pasal 168 UU RI Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka. Apabila judicial review itu dikabulkan oleh MK, maka sistem pemilu pada 2024 mendatang akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup.
Sistem proporsional tertutup memungkinkan para pemilih hanya disajikan logo partai politik (parpol) pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pileg.
Uji materi ini diajukan oleh enam orang, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).
Dari 9 fraksi partai politik di parlemen DPR Senayan Jakarta, hanya PDI Perjuangan yang setuju dengan sistem proporsional tertutup. Sedangkan 8 fraksi partai politik lainnya seperti Gerindra, Golkar, Demokrat, PKB, PAN, PPP, PKS, dan Nasdem menolak sistem proporsional tertutup.
Perwakilan pemerintah dalam sidang Mahkamah Konstitusi juga menyatakan tetap mendukung sistem Pemilu menggunakan proporsional terbuka.
Lihat Juga: PDIP Anggap Janggal Hakim PTUN Tak Menerima Gugatan Pencalonan Gibran: Kita Menang Dismissal
(muh)