Masifnya Demo Kepala Desa Dicurigai Sarat Kepentingan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masifnya aksi demonstrasi para kepala desa ( kades ) memunculkan banyak keraguan. Pasalnya, di tahun politik mereka seolah tidak mau kehilangan masa jabatannya usai.
Kondisi ini terjadi di tengah gelontoran dana yang besar untuk desa. Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga Surabaya Yayan Sakti Suryandaru menilai gerakan yang dilakukan kades dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi sorotan tersendiri.
Semua itu tak lepas dari isu desa yang kini menjadi seksi. “Semua tentu tak lepas dari semakin besarnya dana desa, kemudian juga bermunculan raja-raja kecil di desa,” ujar Yayan, Rabu (25/1/2023).
Dia berpendapat, pada tahun politik ini juga menjadi peluang bagi kades untuk ikut bermain dalam konstelasi politik lokal maupun nasional. Mereka menjadi tim kunci pada momentum pilpres, pilkada, maupun pemilu legislatif (pileg).
“Politik transaksional tercermin di desa. Masyarakat di desa akan kecewa ketika durasi waktu jabatan kepala daerah ditambah,” katanya.
Dia menilai usulan perpanjangan masa jabatan kades menjadi sembilan tahun kurang tepat juga dilakukan di tengah momen politik yang terjadi jelang Pilpres 2024. Dengan kondisi itu, menurutnya, langkah kades untuk meminta tambahan durasi masa jabatan dirasa kurang tepat.
Langkah mereka dengan melakukan aksi demonstrasi ke Jakarta secara masif memiliki kepentingan lain dalam perhelatan politik. Yayan menegaskan, dalam situasi saat ini di tingkat desa harusnya ada penguatan di sektor Badan Permusyawaratan Desa (BPD.
Ruang pengawasan yang bisa dilakukan di tingkat desa. Mereka jadi pengawas yang bisa melakukan kontrol. “Kalau kepala desa leluasa tanpa ada kontrol, maka ini yang berbahaya,” pungkasnya.
Kondisi ini terjadi di tengah gelontoran dana yang besar untuk desa. Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga Surabaya Yayan Sakti Suryandaru menilai gerakan yang dilakukan kades dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi sorotan tersendiri.
Semua itu tak lepas dari isu desa yang kini menjadi seksi. “Semua tentu tak lepas dari semakin besarnya dana desa, kemudian juga bermunculan raja-raja kecil di desa,” ujar Yayan, Rabu (25/1/2023).
Dia berpendapat, pada tahun politik ini juga menjadi peluang bagi kades untuk ikut bermain dalam konstelasi politik lokal maupun nasional. Mereka menjadi tim kunci pada momentum pilpres, pilkada, maupun pemilu legislatif (pileg).
“Politik transaksional tercermin di desa. Masyarakat di desa akan kecewa ketika durasi waktu jabatan kepala daerah ditambah,” katanya.
Dia menilai usulan perpanjangan masa jabatan kades menjadi sembilan tahun kurang tepat juga dilakukan di tengah momen politik yang terjadi jelang Pilpres 2024. Dengan kondisi itu, menurutnya, langkah kades untuk meminta tambahan durasi masa jabatan dirasa kurang tepat.
Langkah mereka dengan melakukan aksi demonstrasi ke Jakarta secara masif memiliki kepentingan lain dalam perhelatan politik. Yayan menegaskan, dalam situasi saat ini di tingkat desa harusnya ada penguatan di sektor Badan Permusyawaratan Desa (BPD.
Ruang pengawasan yang bisa dilakukan di tingkat desa. Mereka jadi pengawas yang bisa melakukan kontrol. “Kalau kepala desa leluasa tanpa ada kontrol, maka ini yang berbahaya,” pungkasnya.
(rca)