Bertampang Bule, Ajudan Jenderal Ini Nyamar Jadi Turis Mata-Matai Inggris dan Malaysia
loading...
A
A
A
Predikat 'memuaskan' pun berhasil diperoleh Pierre ketika dinyatakan lulus dari STIN dengan masa pendidikan yang ditempuh selama satu tahun. Banyak tugas dan prestasi Pierre yang baru diketahui keluarga setelah ia gugur.
Entah sebuah kebetulan yang tiba-tiba atau justru sudah dipersiapkan dari jauh-jauh hari, setelah lulus ia memang harus langsung siap siaga untuk ditugaskan ke medan pertempuran. Pada 3 Mei 1964, Presiden Soekarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) sebagai bagian dari konfrontasi melawan Malaysia dan Inggris.
Ambil peran dalam konfrontasi tersebut, di sanalah Pierre menjadi sorotan karena aksinya sebagai penyusup andal menjadi sebuah prestasi dan kenangan tersendiri. Rasa-rasanya sebutan sebagai 'Sang Pengecoh Pasukan Inggris', begitu melekat pada diri Pierre di sepanjang kiprah militer yang pernah dilaluinya.
Dengan fisik blasteran khas bule yang hampir mirip dengan pasukan Inggris, Pierre memang menjadi musuh berat karena sorot kamuflase ini. Pada masa konfrontasi Indonesia-Malaysia perwira muda ini melakukan aksi infiltrasi untuk mengumpulkan berbagai informasi terkait kekuatan militer Inggris dan Malaysia dengan menyamar sebagai turis.
Bahkan, jika di kemudian hari sosok Pierre lebih dikenal sebagai seorang ajudan Jenderal Besar AH Nasution, sebenarnya bergelut di bidang intelijen telah lebih dulu dan lebih lama ia jalani. Dua tahun lamanya Pierre mengharumkan korpsnya dengan berada di garis depan mengoordinasikan para sukarelaan yang akan menyusup ke Malaysia. Sementara sebagai ajudan, ia jalani selama enam bulan mulai April-September 1965.
Meski tergolong singkat dalam hitungan waktu, kiprah Pierre dalam dunia kemiliteran serta sumbangsihnya kepada bangsa dan negara telah menjadi sebuah catatan panjang dengan goresan tinta emas yang mengokohkan sosoknya. Jiwa kepemimpinan dan kecakapan yang terpatri serta tanggung jawab atas tugas yang diembannya, praktis membuat pencapaian karier Pierre terus melonjak.
Ia bak gurung garuda yang mengepakkan sayapnya dan tengah terbang tinggi menyusuri batas cakrawala. Tak hanya tugas-tugas besar yang ia terima, bahkan seorang Pak Nas pun harus berebut Pierre dengan petinggi militer AD lainnya untuk menjadikannya sebagai ajudan pribadi.
Entah sebuah kebetulan yang tiba-tiba atau justru sudah dipersiapkan dari jauh-jauh hari, setelah lulus ia memang harus langsung siap siaga untuk ditugaskan ke medan pertempuran. Pada 3 Mei 1964, Presiden Soekarno mengumumkan perintah Dwi Komando Rakyat (Dwikora) sebagai bagian dari konfrontasi melawan Malaysia dan Inggris.
Ambil peran dalam konfrontasi tersebut, di sanalah Pierre menjadi sorotan karena aksinya sebagai penyusup andal menjadi sebuah prestasi dan kenangan tersendiri. Rasa-rasanya sebutan sebagai 'Sang Pengecoh Pasukan Inggris', begitu melekat pada diri Pierre di sepanjang kiprah militer yang pernah dilaluinya.
Dengan fisik blasteran khas bule yang hampir mirip dengan pasukan Inggris, Pierre memang menjadi musuh berat karena sorot kamuflase ini. Pada masa konfrontasi Indonesia-Malaysia perwira muda ini melakukan aksi infiltrasi untuk mengumpulkan berbagai informasi terkait kekuatan militer Inggris dan Malaysia dengan menyamar sebagai turis.
Bahkan, jika di kemudian hari sosok Pierre lebih dikenal sebagai seorang ajudan Jenderal Besar AH Nasution, sebenarnya bergelut di bidang intelijen telah lebih dulu dan lebih lama ia jalani. Dua tahun lamanya Pierre mengharumkan korpsnya dengan berada di garis depan mengoordinasikan para sukarelaan yang akan menyusup ke Malaysia. Sementara sebagai ajudan, ia jalani selama enam bulan mulai April-September 1965.
Meski tergolong singkat dalam hitungan waktu, kiprah Pierre dalam dunia kemiliteran serta sumbangsihnya kepada bangsa dan negara telah menjadi sebuah catatan panjang dengan goresan tinta emas yang mengokohkan sosoknya. Jiwa kepemimpinan dan kecakapan yang terpatri serta tanggung jawab atas tugas yang diembannya, praktis membuat pencapaian karier Pierre terus melonjak.
Ia bak gurung garuda yang mengepakkan sayapnya dan tengah terbang tinggi menyusuri batas cakrawala. Tak hanya tugas-tugas besar yang ia terima, bahkan seorang Pak Nas pun harus berebut Pierre dengan petinggi militer AD lainnya untuk menjadikannya sebagai ajudan pribadi.
(kri)