Selamatkan Arsip Kemaritiman dan Gender, ANRI dan Pelindo Kolaborasi Gelar Seminar
Rabu, 18 Januari 2023 - 12:33 WIB
Lebih lanjut Ketua Dewan Pakar MKB dan Komite MoW, Mukhlis PaEni mengungkapkan bahwa Indonesia sudah kehilangan budaya maritim, yang tersisa adalah tradisi pesisir.
“Bagaimana kita menjadi bangsa maritim yang besar kalau kita tidak punya falsafat maritim? Itu yang menjadi pergerakan kita dan itulah yang harus dipincut untuk menjadikan manusia maritim,” jelasnya.
Sesi kedua diskusi panel menghadirkan Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional, Erwiza Erman dan Arsiparis Madya ANRI, Nadia Fauziah sebagai narasumber dan moderator Anggota Dewan Pakar Memori Kolektif Bangsa, Asep Kambali. Sedangkan pembahas materi sesi kedua adalah Aktivis Perempuan Marcella Zalianty; Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Prof Endang Susilowati.
Prof Erwiza menceritakan bahwa Kartini sebagai anak ke-5 dari 11 saudara, berasal dari keluarga priyayi dengan budaya feudal Jawa yang sangat ketat. Dengan kelebihan yang dimiliki, Kartini bisa menikmati pendidikan di ELS.
Kegelisahan Kartini pun diutarakan ke dalam surat-suratnya dengan menuangkan ide-ide tentang kemajuan, pendidikan, kemandirian, dan ketidakadilan khususnya kepada Wanita.
Nadia menilai bahwa memanfaatan arsip menjadi publikasi kearsipan yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan dinominasikan ke dalam Memory of The World (MoW). “Joint nomination untuk MoW untuk arsip gender sendiri ANRI bekerja dengan Universitas Leiden/KITLV. Ke depan kita juga akan bekerja sama dengan arsip Belanda,” jelasnya.
Sementara Marcella Zalianty sebagai pembahas menerangkan bahwa sosok pahlawan perempuan setelah ditetapkan sebagai pahlawan nasional, maka perjuangannya tidak berhenti di situ saja. "Kita sebagai penerus bangsa wajib mendedikasikan kerja keras untuk meneruskan perjuangan mereka," papar Marcella yang juga sebagai Aktivis Perempuan
Prof Endang Susilowati menambahkan, alasan Kartini begitu dikenal luas karena adanya glorifikasi terhadap Kartini. Dalam sudut pandang Kartini, perempuan yang modern bukan yang harus mampu bersaing dengan laki-laki melainkan perempuan yang bisa menjadi mitra sejajar dengan laki-laki, perempuan yang dihormati dan diterima eksistensinya.
Seminar “Dharma Samudera Pejuang Wanita Negara Poros Maritim Dunia” ini dihadiri peserta secara luring dan daring yang berasal dari kementerian, lembaga, Lembaga Kearsipan Daerah provinsi/kabupaten/kota, sejarawan, Jaringan Komunitas Sahabat Arsip, media massa, dan perguruan tinggi.
Lihat Juga: ANRI Jadi Penyelenggara Konferensi ke-28 Lembaga Arsip Audio Visual Asia Tenggara dan Pasifik
“Bagaimana kita menjadi bangsa maritim yang besar kalau kita tidak punya falsafat maritim? Itu yang menjadi pergerakan kita dan itulah yang harus dipincut untuk menjadikan manusia maritim,” jelasnya.
Sesi kedua diskusi panel menghadirkan Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional, Erwiza Erman dan Arsiparis Madya ANRI, Nadia Fauziah sebagai narasumber dan moderator Anggota Dewan Pakar Memori Kolektif Bangsa, Asep Kambali. Sedangkan pembahas materi sesi kedua adalah Aktivis Perempuan Marcella Zalianty; Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Prof Endang Susilowati.
Prof Erwiza menceritakan bahwa Kartini sebagai anak ke-5 dari 11 saudara, berasal dari keluarga priyayi dengan budaya feudal Jawa yang sangat ketat. Dengan kelebihan yang dimiliki, Kartini bisa menikmati pendidikan di ELS.
Kegelisahan Kartini pun diutarakan ke dalam surat-suratnya dengan menuangkan ide-ide tentang kemajuan, pendidikan, kemandirian, dan ketidakadilan khususnya kepada Wanita.
Nadia menilai bahwa memanfaatan arsip menjadi publikasi kearsipan yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan dinominasikan ke dalam Memory of The World (MoW). “Joint nomination untuk MoW untuk arsip gender sendiri ANRI bekerja dengan Universitas Leiden/KITLV. Ke depan kita juga akan bekerja sama dengan arsip Belanda,” jelasnya.
Sementara Marcella Zalianty sebagai pembahas menerangkan bahwa sosok pahlawan perempuan setelah ditetapkan sebagai pahlawan nasional, maka perjuangannya tidak berhenti di situ saja. "Kita sebagai penerus bangsa wajib mendedikasikan kerja keras untuk meneruskan perjuangan mereka," papar Marcella yang juga sebagai Aktivis Perempuan
Prof Endang Susilowati menambahkan, alasan Kartini begitu dikenal luas karena adanya glorifikasi terhadap Kartini. Dalam sudut pandang Kartini, perempuan yang modern bukan yang harus mampu bersaing dengan laki-laki melainkan perempuan yang bisa menjadi mitra sejajar dengan laki-laki, perempuan yang dihormati dan diterima eksistensinya.
Seminar “Dharma Samudera Pejuang Wanita Negara Poros Maritim Dunia” ini dihadiri peserta secara luring dan daring yang berasal dari kementerian, lembaga, Lembaga Kearsipan Daerah provinsi/kabupaten/kota, sejarawan, Jaringan Komunitas Sahabat Arsip, media massa, dan perguruan tinggi.
Lihat Juga: ANRI Jadi Penyelenggara Konferensi ke-28 Lembaga Arsip Audio Visual Asia Tenggara dan Pasifik
(thm)
tulis komentar anda