Perppu Cipta Kerja Diterbitkan untuk Kepentingan Rakyat dan Negara
Selasa, 10 Januari 2023 - 16:13 WIB
JAKARTA - Kantor Staf Presiden ( KSP ) menyampaikan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ( Perppu ) Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja diterbitkan untuk mengakomodir kepentingan rakyat dan negara. Tujuannya antara lain dan menyederhanakan proses birokrasi dan membuka lapangan kerja yang lebih luas.
“Penerbitan Perppu Cipta Kerja adalah upaya untuk menyinkronkan aturan regulasi yang sudah ada. Perppu ini juga menyederhanakan proses birokrasi agar dapat mendorong penciptaan perluasan kesempatan kerja dan juga perekonomian secara keseluruhan,” kata Tenaga Ahli Utama KSP Fadjar Dwi Wisnuwardhani, Selasa (10/1/2023).
“Kami menilai tujuan itu bukan hanya mewakili satu elemen, tapi juga berdiri di atas kepentingan pekerja, pelaku UMKM, dan sebagainya,” sambungnya.
Pernyataan Fadjar itu sekaligus membantah tudingan Perppu Ciptaker hanya mewakili kepentingan pengusaha. Dia menjelaskan, pengusaha justru mengeluhkan upah minimum dalam PP Nomor 78 tahun 2015 yang dianggap terlalu tinggi.
Di satu sisi, pekerja mengeluhkan upah minimum yang dianggap rendah dalam aturan PP Nomor 36 tahun 2021. Menurut Fadjar yang merupakan Tenaga Ahli di bidang ekonomi ini, penyusunan Perppu Ciptaker sudah melalui proses menyerap aspirasi masyarakat dan memberikan penjelasan atau informasi ke publik untuk menghindari mispersepsi.
“Formula upah minimum dalam Perppu Cipta Kerja menjadi bukti bahwa pemerintah memiliki keinginan untuk memoderasi, mendengarkan aspirasi dari masyarakat, serta untuk berdiri di atas semua pihak dan kepentingan,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) selalu melihat kepentingan negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelangsungan usaha. Upaya Jokowi dalam mengedepankan investasi pun bertujuan untuk menjaga keberlangsungan negara.
Menurutnya, persepsi tentang keberpihakan memang akan selalu muncul, baik dari sisi pengusaha maupun pekerja. Hal itu pun tidak hanya terjadi pada Perppu Cipta Kerja, tapi juga terjadi pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang lainnya.
Dia pun meluruskan mispersepsi Perppu Cipta Kerja yang mengatur libur kerja satu hari dalam sepekan yang berkembang di publik. “Pengaturan mengenai durasi hari kerja tidak mengalami perubahan. Hal ini tertuang dalam Perppu Cipta Kerja Pasal 77 Ayat 2 bagian Ketenagakerjaan di mana telah ditentukan bahwa waktu kerja adalah 7 jam sehari berlaku untuk 6 hari kerja dalam seminggu atau 8 jam sehari untuk 5 hari kerja dalam seminggu. Di luar waktu yang disepakati itu tentu dihitung sebagai overtime, tidak bisa bersifat sukarela pekerja,” pungkasnya.
“Penerbitan Perppu Cipta Kerja adalah upaya untuk menyinkronkan aturan regulasi yang sudah ada. Perppu ini juga menyederhanakan proses birokrasi agar dapat mendorong penciptaan perluasan kesempatan kerja dan juga perekonomian secara keseluruhan,” kata Tenaga Ahli Utama KSP Fadjar Dwi Wisnuwardhani, Selasa (10/1/2023).
“Kami menilai tujuan itu bukan hanya mewakili satu elemen, tapi juga berdiri di atas kepentingan pekerja, pelaku UMKM, dan sebagainya,” sambungnya.
Pernyataan Fadjar itu sekaligus membantah tudingan Perppu Ciptaker hanya mewakili kepentingan pengusaha. Dia menjelaskan, pengusaha justru mengeluhkan upah minimum dalam PP Nomor 78 tahun 2015 yang dianggap terlalu tinggi.
Di satu sisi, pekerja mengeluhkan upah minimum yang dianggap rendah dalam aturan PP Nomor 36 tahun 2021. Menurut Fadjar yang merupakan Tenaga Ahli di bidang ekonomi ini, penyusunan Perppu Ciptaker sudah melalui proses menyerap aspirasi masyarakat dan memberikan penjelasan atau informasi ke publik untuk menghindari mispersepsi.
“Formula upah minimum dalam Perppu Cipta Kerja menjadi bukti bahwa pemerintah memiliki keinginan untuk memoderasi, mendengarkan aspirasi dari masyarakat, serta untuk berdiri di atas semua pihak dan kepentingan,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) selalu melihat kepentingan negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelangsungan usaha. Upaya Jokowi dalam mengedepankan investasi pun bertujuan untuk menjaga keberlangsungan negara.
Menurutnya, persepsi tentang keberpihakan memang akan selalu muncul, baik dari sisi pengusaha maupun pekerja. Hal itu pun tidak hanya terjadi pada Perppu Cipta Kerja, tapi juga terjadi pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang lainnya.
Dia pun meluruskan mispersepsi Perppu Cipta Kerja yang mengatur libur kerja satu hari dalam sepekan yang berkembang di publik. “Pengaturan mengenai durasi hari kerja tidak mengalami perubahan. Hal ini tertuang dalam Perppu Cipta Kerja Pasal 77 Ayat 2 bagian Ketenagakerjaan di mana telah ditentukan bahwa waktu kerja adalah 7 jam sehari berlaku untuk 6 hari kerja dalam seminggu atau 8 jam sehari untuk 5 hari kerja dalam seminggu. Di luar waktu yang disepakati itu tentu dihitung sebagai overtime, tidak bisa bersifat sukarela pekerja,” pungkasnya.
(rca)
Lihat Juga :
tulis komentar anda