PDIP Yakin Gugatan Soal Kebijakan Menkumham Bebaskan Napi Ditolak

Selasa, 28 April 2020 - 08:57 WIB
Menkumham Yasonna H Laoly digugat ke pengadilan karena kebijakannya membebaskan narapidana. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Gugatan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) terhadap kebijakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly yang membebaskan 37.000 narapidana melalui program asimilasi dan integrasi diyakini bakal ditolak pengadilan. (Baca juga: Kembali Berulah di Masyarakat, Menkumham Dinilai Salah Lepaskan Napi)

Adapun gugatan itu dilayangkan ke Pengadilan Negeri Surakarta pada Kamis 23 April 2020. Sedangkan yang menggugat adalah LSM Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Perkumpulan Masyarakat Anti Ketidakadilan Independen, dan Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia. (Baca juga: Evaluasi Asimilasi, Menkumham Sebut Angka Warga Binaan yang Berulah Sangat Rendah)

"Saya menghormati dan menghargai upaya hukum yang dilakukan sejumlah aktivis hukum yang tergabung dalam kelompok masyarakat sipil yang menggugat kebijakan pelepasan narapidana melalui program asimilasi dan integrasi kepada para narapidana yang dilakukan Menkumham Yasonna Laoly ke Pengadilan Negeri Surakarta, dikarenakan mereka menimbulkan keresahan dan melakukan tindak pidana di tengah-tengah masyarakat," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Arteria Dahlan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (28/4/2020).

Sebab, kata dia, sejumlah LSM itu memiliki hak untuk mengambil upaya hukum tersebut. "Kanalnya tepat, namun kita juga harus menghormati proses peradilan yang akan berlangsung dan tidak perlu mengumbar polemik di ruang publik," ujar anggota Komisi III DPR ini.

Namun, Arteria menilai kebijakan yang diambil Menkumham Yasonna Laoly itu sudah tepat, cermat dan melalui pertimbangan yang matang serta sempat pula dibicarakan dan disetujui oleh DPR dalam Rapat Kerja Komisi III sebelum kebijakan tersebut diambil. Jadi, tidak benar kalau ada yang mengatakan bahwa sejak awal kebijakan tersebut diambil tidak melalui pertimbangan yang matang dan cenderung transaksional.



"Saya malah menanyakan dan minta kepada yang mengatakan itu untuk membuktikannya. Ini kebijakan publik yang sudah disepakati bersama, jadi jangan sembarang bicara apalagi kalau menggiring opini publik seolah mengesankan bahwa kebijakan tersebut diambil atas dasar transaksional. Itu fitnah besar," katanya.

Dia pun berpendapat kebijakan tersebut diambil murni karena alasan kemanusiaan dan semua menyadari bahwa negara incasu Lapas atau Rutan tidak mampu memberikan dan menyiapkan sarana dan prasarana Kedaruratan Kesehatan yang memadai, khususnya di dalam menerapkan protokol kesehatan yang disyaratkan. "Jadi pahami tanpa berprasangka mengapa kebijakan tersebut diambil, besar mana manfaat dan mudharatnya, pahami juga kondisi lapas dan karakteristik warga binaan," ungkapnya.

Sehingga, menurut dia, sangat tidak mungkin untuk dilakukan social distancing atau physical distancing dalam kondisi over capacity yang terjadi di hampir sebagian besar Lapas dan Rutan. Dia mengatakan, seandainya ada yang terpapar, maka dengan begitu mudahnya menularkan kepada warga binaan lainnya. "Kalau itu terjadi Menkumham dan Kalapas lagi yang disalahkan atau mungkin saja akan mentrigger kerusuhan dalam lapas. Makanya bijaklah, pahami keadaan negeri mu dan rakyat mu," ujarnya.

Menurut dia, jangan bicara yang ideal di saat kebijakan diambil tidak dalam keadaan ideal. "Apalagi kalau dilihat dari 37.000 yang mendapat asimilasi, kan hanya sebagian kecil yang mengulangi tindak pidana. Ya kita hormati saja, tapi saya yakin kok gugatannya pasti ditolak, karena dari sejak awal tidak berasalan menurut hukum," pungkasnya.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(cip)
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More