RUU KUHP Resmi Jadi Undang-undang Setelah 104 Tahun Pakai Produk Belanda

Selasa, 06 Desember 2022 - 11:57 WIB
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) resmi disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR, Selasa (6/12/2022). FOTO/MPI/RIANA RIZKIA
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RUU KUHP ) resmi disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR, Selasa (6/12/2022).Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly mengatakan pengesahan ini merupakan momen bersejarah karena selama ini Indonesia menggunakan KUHP produk Belanda.

"Kita patut berbangga karena berhasil memiliki KUHP sendiri, bukan buatan negara lain. Jika dihitung dari mulai berlakunya KUHP Belanda di Indonesia tahun 1918, sudah 104 tahun sampai saat ini. Indonesia sendiri telah merumuskan pembaruan hukum pidana sejak 1963," kata Yasonna usai rapat paripurna DPR.

Menurutnya, KUHP produk Belanda dirasakan sudah tidak relevan lagi dengan kondisi dan kebutuhan hukum pidana di Indonesia. Hal itulah yang kemudian menjadi salah satu urgensi pengesahan RUU KUHP. "Sementara RUU KUHP sudah sangat reformatif, progresif, juga responsif dengan situasi di Indonesia," katanya.





Yasonna menjelaskan KUHP yang baru saja disahkan telah melalui pembahasan secara transparan, teliti, dan partisipatif. Pemerintah dan DPR telah mengakomodasi berbagai masukan dan gagasan dari publik.

"RUU KUHP sudah disosialisasikan ke seluruh pemangku kepentingan, seluruh penjuru Indonesia. Pemerintah dan DPR mengucapkan terima kasih kepada masyarakat atas partisipasinya dalam momen bersejarah ini," katanya.

Meskipun demikian, Yasonna mengakui perjalanan penyusunan RUU KUHP tidak selalu mulus. Pemerintah dan DPR sempat dihadapkan dengan pasal-pasal yang dianggap kontroversial. Di antaranya, Pasal Penghinaan Presiden, Pidana Kumpul Kebo, Pidana Santet, Vandalisme, hingga Penyebaran Ajaran Komunis. Namun, Yasonna meyakinkan masyarakat bahwa pasal-pasal dimaksud telah melalui kajian berulang secara mendalam.

Yasonna menilai pasal-pasal yang dianggap kontroversial bisa memicu ketidakpuasan golongan-golongan masyarakat tertentu. Yasonna mengimbau pihak-pihak yang tidak setuju atau protes terhadap RUU KUHP dapat menyampaikannya melalui mekanisme yang benar. Masyarakat diperbolehkan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca juga: RKUHP Disahkan di Tengah Perdebatan

"RUU KUHP tidak mungkin disetujui 100%. Kalau masih ada yang tidak setuju, dipersilakan melayangkan gugatan ke MK," katanya.
(abd)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More