Soal RKUHP, Dewan Pers Sebut Ada 19-20 Pasal Ancam Kebebasan Kelompok Pers
Sabtu, 19 November 2022 - 20:34 WIB
JAKARTA - Pemerintah mengatakan, telah merampungkan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP) dalam waktu dekat. Pemerintah berharap, agar DPR segera mengesahkan RUU KHUP secepatnya.
Adanya RKUHP ini menuai polemik dari berbagai elemen masyarakat tanpa terkecuali dari Dewan Pers Indonesia. Anggota Dewan Pers, Yadi Hendriana mengatakan, sejak awal dirinya dan keluarga masyarakat Pers, mengkritik terkait RKUHP tersebut.
"Kami mulai dari sejak 2017 saat wacana itu digulirkan, kami dari Dewan Pers mengatakan, kami mendukung dengan adanya perubahan aturan hukum negara yang sudah terbilang dekolonisasi," ujarnya dalam diskusi di Rumah Kebudayaan Nusantara, Sabtu (19/11/2022).
Salah satu isu yang menurutnya memberangus kebebasan pers salah satunya dengan tidak bisanya melakukan penghinaan terhadap Presiden.
"Itu sama saja mengkriminalisasi karya jurnalistik, contohnya Tempo, waktu itu buat cover wajah Pak Jokowi yang kemudian itu bisa saja dipidana, padahal itu kan produk jurnalistik," jelasnya.
Hal serupa juga disampaikan oleh Nugroho Adipradana, Dosen Hukum Pidana Universitas Atmajaya mengatakan, dengan disahkannya RKUHP dengan cepat, akan menimbulkan gejolak yang sangat tinggi.
"Saya sebenarnya sangat mendukung dengan adanya dekolonisasi RKUHP agar kemudian bisa merombak aturan hukum yang baik," tegasnya.
Ia menerangkan, bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia sebetulnya sudah sangat usang dan perlu adanya perbaikan secara menyeluruh. Akan tetapi dengan cara-cara dan partisipasi publik didalamnya.
"Kalau zaman dulu itu pidananya membalas kejahatan dengan alat negara. Nah sekarang ini sudah ada restoratif justice yang bisa saja menunjukkan sisi humanisme," tutupnya.
Adanya RKUHP ini menuai polemik dari berbagai elemen masyarakat tanpa terkecuali dari Dewan Pers Indonesia. Anggota Dewan Pers, Yadi Hendriana mengatakan, sejak awal dirinya dan keluarga masyarakat Pers, mengkritik terkait RKUHP tersebut.
"Kami mulai dari sejak 2017 saat wacana itu digulirkan, kami dari Dewan Pers mengatakan, kami mendukung dengan adanya perubahan aturan hukum negara yang sudah terbilang dekolonisasi," ujarnya dalam diskusi di Rumah Kebudayaan Nusantara, Sabtu (19/11/2022).
Salah satu isu yang menurutnya memberangus kebebasan pers salah satunya dengan tidak bisanya melakukan penghinaan terhadap Presiden.
"Itu sama saja mengkriminalisasi karya jurnalistik, contohnya Tempo, waktu itu buat cover wajah Pak Jokowi yang kemudian itu bisa saja dipidana, padahal itu kan produk jurnalistik," jelasnya.
Hal serupa juga disampaikan oleh Nugroho Adipradana, Dosen Hukum Pidana Universitas Atmajaya mengatakan, dengan disahkannya RKUHP dengan cepat, akan menimbulkan gejolak yang sangat tinggi.
"Saya sebenarnya sangat mendukung dengan adanya dekolonisasi RKUHP agar kemudian bisa merombak aturan hukum yang baik," tegasnya.
Ia menerangkan, bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia sebetulnya sudah sangat usang dan perlu adanya perbaikan secara menyeluruh. Akan tetapi dengan cara-cara dan partisipasi publik didalamnya.
"Kalau zaman dulu itu pidananya membalas kejahatan dengan alat negara. Nah sekarang ini sudah ada restoratif justice yang bisa saja menunjukkan sisi humanisme," tutupnya.
(maf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda