Badko HMI Jabodetabeka-Banten Heran dengan Kominfo Berlakukan ASO Hanya di Wilayah Jabodetabek

Jum'at, 04 November 2022 - 16:35 WIB
Ketua Umum Badko HMI Jabodetabeka-Banten, M Adhiya Muzakki heran dengan kebijakan Kominfo yang mematikan siaran televisi analog atau Analog Switch-Off (ASO) hanya di wilayah Jabodetabek. FOTO/IST
JAKARTA - Ketua Umum Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Jabodetabeka-Banten, M Adhiya Muzakki heran dengan kebijakan Kominfo yang mematikan siaran televisi analog atau Analog Switch-Off (ASO) hanya di wilayah Jabodetabek. Menurutnya, kebijakan ini sangat ngawur dan malah merugikan masyarakat yang masih menggunakan TV analog.

"Saya merasa heran dengan ASO hanya wilayah Jabodetabek dengan dalih perintah UU. Padahal, perintah UU Cipta Kerja adalah ASO nasional, bukan hanya ASO Jabodetabek," ujarnya kepada awak media pada Jumat (4/11/2022).

Adhiya menambahkan, MK telah membatalkan UU Cipta Kerja dengan putusannya No.91/PUU-XVIII/2020 (Butir 7) yang berbunyi: Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573).



Arti dari Keputusan MK adalah segala sesuatu yang memiliki dampak luas (terhadap masyarakat) agar ditangguhkan. Berdasarkan catatan Adhiya, sebanyak 60% penduduk Jabodetabek masih menggunakan TV analog. "Kominfo terlihat menggunakan aturan ganda. Di satu sisi menggunakan perintah UU, satu sisi lainnya menggunakan putusan MK," bebernya.

Adhiya menilai, keputusan ASO sama saja memaksa masyarakat membeli STB (set top box) agar dapat menonton siaran digital. Padahal, waktunya tidak tepat. Kondisi ekonomi sebagian masyarakat kita kurang baik saat ini, karena terimbas pandemi. Selain itu, Adhiya menilai bahwa yang diuntungkan dari kebijakan tersebut adalah pabrik atau penjual STB.

Kebijakan tersebut membuat masyarakat terpaksa harus membeli alat tersebut guna bisa menonton siaran televisi seperti biasa. "Yang diuntungkan jelas pabrik atau penjual STB, sementara rakyat di posisi yang dirugikan," katanya.
(abd)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More