Kalung Anti Corona, Politikus PKS: Jangan Cari Kesempatan dalam Kesempitan
Senin, 06 Juli 2020 - 20:27 WIB
JAKARTA - Wacana pemerintah memproduksi kalung antivirus Corona buatan Kementerian Pertanian (Kementan) secara massal bekerja sama dengan salah satu perusahaan swasta menuai kritikan. Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani mengingatkan bahwa dengan restrukturisasi APBN yang sangat besar, seharusnya setiap kementerian dan lembaga fokus pada penanganan COVID-19 di satuan kerja masing-masing serta menggunakan anggaran dengan hati-hati dan cermat.
“Alokasi anggaran penanganan COVID-19 menjadi sebesar Rp905,1 triliun, meningkat dari anggaran sebelumnya Rp677 triliun. Ini angka yang sangat besar. Jangan main-main. Jika tanpa kajian yang komprehensif, maka produksi kalung anti Corona ini menjadi blunder pemerintah yang berpotensi pada kerugian negara," ujar Netty dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Senin (6/7/2020). (Baca juga: Heboh Kalung Anti Corona, Kementan: Itu Baru Prototipe dan Bukan Obat)
Selain itu, kata Netty, produksi kalung antivirus corona itu juga berpotensi dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk diperjualbelikan kepada masyarakat. "Janganlah seperti mencari kesempatan dalam kesempitan," kata Ketua Tim COVID-19 Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI ini.
Perkembangan upaya menemukan vaksin COVID-19 oleh berbagai perusahaan dan negara masih pada tahap pengujian lebih lanjut. Indonesia menugaskan kepada dua BUMN, Bio Farma dan Kimia Farma untuk melakukan percepatan temuan vaksin COVID-19 dengan dibantu Lembaga Eijkman.
“Sampai hari ini obat atau vaksin yang dapat mengakhiri perang kita melawan COVID-19 belum ditemukan. Pemerintah masih harus berikhtiar sungguh-sungguh dengan pelbagai cara. Fokuslah pada hal urgent dalam penanganan COVID-19 seperti produksi PCR test, reagen, dan sejenisnya. Termasuk fokus pada industrialisasi alat kesehatan hasil inovasi yang sudah terbukti dan dibutuhkan oleh masyarakat, seperti ventilator murah anak bangsa dan inovasi lainnya," jelas Netty.
Di samping itu, Netty juga mempertanyakan bukti keampuhannya. “Apakah sudah ada bukti saintifik dan proven tentang keampuhan prototipe ini?" kata istri mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan ini.
Dia menuturkan Kementan sesuai tugas pokok dan fungsinya (Tupoksinya) bisa saja membuat inovasi produk penanganan COVID-19, namun bukan berarti langsung memproduksinya secara massal. “Kalung ini tak ubahnya aromaterapi yang biasa dipakai masyarakat sejak dulu, tak usah dilebih-lebihkan. Inovasi kalung minyak kayu putih ini diketahui baru pada uji tanggap dari penderita flu dan pilek. Penuhi dulu serangkaian pengujian berlandaskan norma saintifik dengan parameter yang terukur baik dari kementerian Kesehatan maupun BPOM. Setelah itu baru maju pada fase industrialisasi hasil penelitian," pungkasnya. (Baca juga: Ternyata, Kalung Anti-Corona cuma Sekadar Jamu)
Sekadar diketahui, pemerintah mengklaim bahwa kalung eucalyptus oil atau minyak kayu putih tersebut ampuh membunuh virus Corona. Namun banyak peneliti LIPI, ilmuan dan praktisi farmakologi yang mengkritisi prosedur riset dan kebenaran hasil penelitian produk ini.
“Alokasi anggaran penanganan COVID-19 menjadi sebesar Rp905,1 triliun, meningkat dari anggaran sebelumnya Rp677 triliun. Ini angka yang sangat besar. Jangan main-main. Jika tanpa kajian yang komprehensif, maka produksi kalung anti Corona ini menjadi blunder pemerintah yang berpotensi pada kerugian negara," ujar Netty dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Senin (6/7/2020). (Baca juga: Heboh Kalung Anti Corona, Kementan: Itu Baru Prototipe dan Bukan Obat)
Selain itu, kata Netty, produksi kalung antivirus corona itu juga berpotensi dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk diperjualbelikan kepada masyarakat. "Janganlah seperti mencari kesempatan dalam kesempitan," kata Ketua Tim COVID-19 Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI ini.
Perkembangan upaya menemukan vaksin COVID-19 oleh berbagai perusahaan dan negara masih pada tahap pengujian lebih lanjut. Indonesia menugaskan kepada dua BUMN, Bio Farma dan Kimia Farma untuk melakukan percepatan temuan vaksin COVID-19 dengan dibantu Lembaga Eijkman.
“Sampai hari ini obat atau vaksin yang dapat mengakhiri perang kita melawan COVID-19 belum ditemukan. Pemerintah masih harus berikhtiar sungguh-sungguh dengan pelbagai cara. Fokuslah pada hal urgent dalam penanganan COVID-19 seperti produksi PCR test, reagen, dan sejenisnya. Termasuk fokus pada industrialisasi alat kesehatan hasil inovasi yang sudah terbukti dan dibutuhkan oleh masyarakat, seperti ventilator murah anak bangsa dan inovasi lainnya," jelas Netty.
Di samping itu, Netty juga mempertanyakan bukti keampuhannya. “Apakah sudah ada bukti saintifik dan proven tentang keampuhan prototipe ini?" kata istri mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan ini.
Dia menuturkan Kementan sesuai tugas pokok dan fungsinya (Tupoksinya) bisa saja membuat inovasi produk penanganan COVID-19, namun bukan berarti langsung memproduksinya secara massal. “Kalung ini tak ubahnya aromaterapi yang biasa dipakai masyarakat sejak dulu, tak usah dilebih-lebihkan. Inovasi kalung minyak kayu putih ini diketahui baru pada uji tanggap dari penderita flu dan pilek. Penuhi dulu serangkaian pengujian berlandaskan norma saintifik dengan parameter yang terukur baik dari kementerian Kesehatan maupun BPOM. Setelah itu baru maju pada fase industrialisasi hasil penelitian," pungkasnya. (Baca juga: Ternyata, Kalung Anti-Corona cuma Sekadar Jamu)
Sekadar diketahui, pemerintah mengklaim bahwa kalung eucalyptus oil atau minyak kayu putih tersebut ampuh membunuh virus Corona. Namun banyak peneliti LIPI, ilmuan dan praktisi farmakologi yang mengkritisi prosedur riset dan kebenaran hasil penelitian produk ini.
(kri)
tulis komentar anda