Diplomasi Santri di Negeri Paman Sam

Minggu, 23 Oktober 2022 - 06:05 WIB
Sebagai sebuah soft power diplomacy, diplomasi santri itu sendiri hadir dan mulai berkiprah di bumi Nusantara pada abad ke-20 melalui Komite Hijaz, beberapa dekade sebelum Indonesia merdeka. Komite Hijaz notabene menjadi cikal bakal berdirinya Nahdlatul Ulama (NU) pada 31 Januari 1926.

Komite itu dibentuk kalangan ulama di Indonesia untuk meminta penguasa baru di Arab Saudi yang mendukung faham Wahabi di bawah kepemimpinan Ibnu Sa’ud, agar umat Islam di Indonesia tetap dapat melaksanakan ajaran agama dengan mengikuti salah satu mazhab ahlussunnah wal jama’ah versi Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i atau Hambali.

Misi Damai Santri

Kiprah santri di dunia diplomasi kembali hadir melalui diplomasi perdamaian Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada 2005-2006, yakni memenuhi keinginan Pemerintah Thailand di bawah Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, untuk memediasi proses penyelesaian konflik antara Pemerintah dengan masyarakat Muslim Patani di Thailand.

Pertimbangan strategis Pemerintah Thailand dalam konteks ini adalah keberadaaan NU sebagai organisasi massa Islam yang berhaluan moderat dan sangat berpengaruh serta adanya persamaan budaya dan tradisi antara masyarakat Melayu Muslim di Thailand Selatan dengan praktik keagamaan NU di Indonesia.

Di samping di Thailand, PBNU juga telah melakukan langkah-langkah diplomasi terkait penyelesaian konflik Palestina-Israel-Lebanon serta konflik di Afganistan, meski menghadapi tantangan yang lebih kompleks serta mempengaruhi hasil diplomasinya.

Khusus di Indonesia, kaum santri telah memberikan kontribusi penting pada masa perang kemerdekaan. Pada era ini para santri bersama pejuang kemerdekaan lainnya secara gagah berani terjun ke medan perang melawan kaum penjajah. Pertempuran heroik di Surabaya pada 1945 merupakan peristiwa besar yang menjadi saksi heroisme para laskar santri pejuang.

Semangat membara para santri mengusir kekuatan kolonial Belanda yang ingin kembali menduduki Ibu Pertiwi tidak terlepas dari adanya pengaruh Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari dengan fatwanya hubbul wathan minal iman (cinta tanah air adalah sebagian dari iman).

Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari, pada 22 Oktober 1945 merupakan momentum sejarah yang sangat penting bagi kaum santri. Di era kekinian momentum bersejarah tersebut diabadikan sebagai sebagai “Hari Santri Nasional” (HSN) yang perayaannya diselenggarakan setiap 22 Oktober.

“Sebagai bagian dari keluarga santri, Alhamdulillah, saya menyambut baik kehadiran buku Diplomasi Santri karya seorang diplomat karier sekaligus pemerhati isu kesantrian,” kata Wapres KH Ma’ruf Amin dalam kata pengantarnya pada buku ini. Menurut mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu, sesuai dengan judulnya yang mengandung kata “santri”, buku tersebutmenyuguhkan peristiwa diplomasi yang melibatkan kaum santri sebagai pelaku diplomasi.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More