Indonesia di Pintu Krisis, Politikus PDIP Minta Presiden Tegas dan Cepat
Senin, 06 Juli 2020 - 09:44 WIB
JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus mengkritik program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) karena sampai saat ini kerangka waktunya belum jelas. Dia mengingatkan, Indonesia berada di ambang krisis ekonomi jika rencana PEN tidak segera dilaksanakan kementerian-lembaga dan pemerintah daerah.
“Semua orang tahu bahwa resesi ekonomi itu terjadi karena rendahnya sisi permintaan (demand). Demand rendah karena uang tunai yang beredar di masyarakat sangat terbatas, saat ini hanya belanja pemerintah yang bisa membantu ketika aktivitas ekonomi setengah lumpuh akibat terjadi pandemi,” kata Deddy dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/7/2020).
Politikus PDIP itu berpendapat, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Bank Indonesia harus bersinergi dengan baik untuk mempercepat penyaluran anggaran PEN. “Ketiga instansi itu adalah ‘bottle-neck’ yang bertanggung jawab terhadap lambannya penyaluran berbagai stimulus yang telah disepakati pemerintah dan DPR,” kata dia.
(Baca: Krisis Imbas Pandemi Paling Buruk, Tak Bisa Dibandingkan dengan 1998 dan 2008)
Dia menambahkan, alokasi anggaran tersebut terbagi atas dua kategori. Yaitu, alokasi untuk sektor kesehatan dalam rangka menghadapi pandemi sebesar Rp87,55 triliun dan Pemulihan Ekonomi Nasional sebesar Rp6-7,65 triliun.
Tetapi sejauh ini, kata Deddy, anggaran yang terealisasi masih sangat rendah, misalnya di sektor kesehatan kurang dari 5% yang diserap, sektor perlindungan sosial meski persentase penyerapannya tinggi tetapi baru di angka 34.06%. Sementara sektor kementerian dan lembaga sangat rendah, yaitu sekitar 4,01%, sektor UMKM meski telah mencapai 22,74% tetapi sebenarnya persentase itu terangkat karena penempatan dana di bank-bank milik negara.
Dalam catatan Deddy, kinerja yayg paling buruk adalah stimulus bagi pembiayaan korporasi dan insentif usaha, di mana dari Rp181,8 triliun yang dialokasikan baru terserap 10,14%.
“Saya meminta Pak Jokowi segera melakukan langkah-langkah yang tegas dan cepat karena kondisi tidak semakin membaik. Penanganan pandemi dan kondisi ekonomi semakin memburuk akibat langkah-langkah konkret dan break-through tidak kunjung terlaksana,” ujar Deddy.
(Baca: Anis Matta: Indonesia Harus Siap Hadapi Krisis Global Berkepanjangan)
Menurut dia, harus segera dirumuskan kebijakan yang relevan dan sistematis agar stimulus ekonomi yang telah disiapkan dapat segera diserap dengan baik. “Segeralah kumpulkan seluruh kepala daerah dan lembaga terkait seperti BPJS, BNPB untuk menyatukan gelombang dan langkah dalam menghadapi pandemi,” kata Deddy.
Selain itu, Deddy menyarankan Presiden Jokowi segera mengumpulkan Kementerian terkait pemulihan ekonomi beserta OJK dan Bank Indonesia untuk mengidentifikasi sumbatan regulasi, birokrasi, dan libatkan KPK, BPK serta Kejaksaan Agung untuk merumuskan langkah-langkah konkretnya. “Ini kondisi darurat, sudah banyak waktu yang terbuang percuma akibat birokrasi dan aspek regulasi yang menghambat. Waktunya sudah semakin pendek dan semakin dekat dengan resesi, tetapkan target dan waktu yang ketat,” tegas Deddy.
“Semua orang tahu bahwa resesi ekonomi itu terjadi karena rendahnya sisi permintaan (demand). Demand rendah karena uang tunai yang beredar di masyarakat sangat terbatas, saat ini hanya belanja pemerintah yang bisa membantu ketika aktivitas ekonomi setengah lumpuh akibat terjadi pandemi,” kata Deddy dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/7/2020).
Politikus PDIP itu berpendapat, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Bank Indonesia harus bersinergi dengan baik untuk mempercepat penyaluran anggaran PEN. “Ketiga instansi itu adalah ‘bottle-neck’ yang bertanggung jawab terhadap lambannya penyaluran berbagai stimulus yang telah disepakati pemerintah dan DPR,” kata dia.
(Baca: Krisis Imbas Pandemi Paling Buruk, Tak Bisa Dibandingkan dengan 1998 dan 2008)
Dia menambahkan, alokasi anggaran tersebut terbagi atas dua kategori. Yaitu, alokasi untuk sektor kesehatan dalam rangka menghadapi pandemi sebesar Rp87,55 triliun dan Pemulihan Ekonomi Nasional sebesar Rp6-7,65 triliun.
Tetapi sejauh ini, kata Deddy, anggaran yang terealisasi masih sangat rendah, misalnya di sektor kesehatan kurang dari 5% yang diserap, sektor perlindungan sosial meski persentase penyerapannya tinggi tetapi baru di angka 34.06%. Sementara sektor kementerian dan lembaga sangat rendah, yaitu sekitar 4,01%, sektor UMKM meski telah mencapai 22,74% tetapi sebenarnya persentase itu terangkat karena penempatan dana di bank-bank milik negara.
Dalam catatan Deddy, kinerja yayg paling buruk adalah stimulus bagi pembiayaan korporasi dan insentif usaha, di mana dari Rp181,8 triliun yang dialokasikan baru terserap 10,14%.
“Saya meminta Pak Jokowi segera melakukan langkah-langkah yang tegas dan cepat karena kondisi tidak semakin membaik. Penanganan pandemi dan kondisi ekonomi semakin memburuk akibat langkah-langkah konkret dan break-through tidak kunjung terlaksana,” ujar Deddy.
(Baca: Anis Matta: Indonesia Harus Siap Hadapi Krisis Global Berkepanjangan)
Menurut dia, harus segera dirumuskan kebijakan yang relevan dan sistematis agar stimulus ekonomi yang telah disiapkan dapat segera diserap dengan baik. “Segeralah kumpulkan seluruh kepala daerah dan lembaga terkait seperti BPJS, BNPB untuk menyatukan gelombang dan langkah dalam menghadapi pandemi,” kata Deddy.
Selain itu, Deddy menyarankan Presiden Jokowi segera mengumpulkan Kementerian terkait pemulihan ekonomi beserta OJK dan Bank Indonesia untuk mengidentifikasi sumbatan regulasi, birokrasi, dan libatkan KPK, BPK serta Kejaksaan Agung untuk merumuskan langkah-langkah konkretnya. “Ini kondisi darurat, sudah banyak waktu yang terbuang percuma akibat birokrasi dan aspek regulasi yang menghambat. Waktunya sudah semakin pendek dan semakin dekat dengan resesi, tetapkan target dan waktu yang ketat,” tegas Deddy.
(muh)
tulis komentar anda