Fahri Hamzah: Pengangkatan Hakim Aswanto Bukan Putusan Komisi III DPR

Jum'at, 30 September 2022 - 15:13 WIB
Fahri Hamzah menyatakan pengangkatan hakim Aswanto dasarnya adalah Keppres, bukan putusan DPR. Foto/dok.SINDOnews
JAKARTA - Mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah angkat bicara mengenai pencopotan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto oleh DPR RI dalam Rapat Paripurna DPR dan Rapat Pleno Komisi III yang dilakukan mendadak pada Kamis (29/9/2022) kemarin. DPR lalu menempatkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) MK Guntur Hamzah sebagai pengganti Aswanto.

Mungkinkah DPR keblinger? Menurut Fahri, Aswanto diangkat melalui keputusan presiden (kpppres). Komisi III dan DPR hanya mengusulkan. “Pengangkatan Aswanto itu pakai Keppres. Jadi rujukannya Keppres bukan keputusan Komisi III,” kata Wakil Ketua DPN Partai Gelora Indonesia ini saat dihubungi, Jumat (30/9/2022).



Mantan Anggota Komisi III DPR ini menjelaskan, dalam Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) diatur bahwa tugas DPR hanya melakukan uji kelayakan terhadap calon pejabat negara. Sementara masa jabatan seorang pejabat negara itu ditentukan oleh presiden melalui Keppres, termasuk anggota DPR, DPD dan MPR.

“Jadi dalam undang-undang tugas DPR itu hanya melaksanakan fit and proper test apabila masa jabatan seseorang itu berakhir. Lalu masa jabatan seseorang itu berakhir biasanya ditentukan oleh presiden itu berkaitan dengan semua pejabat lembaga tinggi negara termasuk anggota DPR, DPD dan MPR. Semua,” terang Fahri.



Fahri menerangkan, meskipun hakim MK itu merupakan usulan dari DPR RI, proses pemberhentiannya tetap harus melalui Keppres. Dan apabila masa jabatan seseorang masih berlaku, maka seorang pejabat itu tidak bisa diganti begitu saja, karena begitu bunyi yang diatur dalam UU MK. Karena, di Keppres itu tercantum masa jabatan seorang pejabat negara.

“Dan apabila Keppres jabatan seseorang masih berlaku maka dia tidak bisa diganti. Hal ini juga diatur di dalam Undang-undang Mahkamah Konstitusi,” ungkap Fahri.

“Di setiap Keppres tercantum masa jabatan seorang pejabat negara dan semua harus merujuk ke situ saja,” tegasnya.

Menurut Fahri, MK memiliki mekanisme untuk memantau kapan waktu seorang pejabat berakhir, dan begitu Keppresnya dinyatakan berakhir atau jelang batas akhir, MK akan bersurat ke lembaga pengusul yakni Mahkamah Agung (MA), Presiden atau DPR.

“Mahkamah Konstitusi punya mekanisme untuk memantau kapan seorang pejabat berakhir dan begitu Keppres nya dinyatakan berakhir atau menjelang berakhir maka MK akan bersurat kepada lembaga pengusul dalam hal ini Mahkamah Agung, Presiden atau DPR. Sehingga dasar dari pada pemrosesan itu bersumber dari lembaga pemakai yaitu Mahkamah Konstitusi,” tandasnya.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(muh)
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More