Sejarah G30S PKI: Latar Belakang, Tujuan, dan Kronologinya

Kamis, 29 September 2022 - 11:47 WIB
PKI menjelma menjadi partai besar dan memiliki pengaruh cukup kuat di dalam perpolitikan Indonesia. Berdasarkan buku Communism and Econimic Development karya Roger W Benjamin dan John H Kautsky (1968), jumlah anggota PKI telah mencapai 3 juta orang pada 1965. PKI juga memiliki sejumlah suborganisasi, seperti Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani), Pemuda Rakjat, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia, Barisan Tani Indonesia, Himpunan Sardjana Indonesia, dan Lembaga Kebudayaan Rakjat (Lekra). Apabila dijumlahkan keseluruhan anggotanya mencapai seperlima dari total penduduk Indonesia kala itu.

Peristiwa G30S PKI dilatar belakangi persaingan politik antara PKI dan TNI. PKI sebagai kekuatan politik merasa khawatir dengan kondisi kesehatan Presiden Soekarno yang memburuk. PKI saat itu tengah mendapatkan tempat di pemerintahan Soekarno. Sejumlah usulannya diterima oleh Soekarno dan diterapkan. Misalnya saja soal pembentukan Angkatan Kelima yang menjadikan buruh dan petani sebagai kekuatan militer untuk mendukung operasi-operasi militer, seperti Dwikora yang sedang dilaksanakan waktu itu. Juga soal pembubaran Partai Masyumi yang dianggap bertanggung jawab atas peristiwa PRRI/Persemesta.

TNI sebagai kekuatan militer Indonesia di bawah pimpinan Jenderal AH Nasution sebenarnya tidak sepakat dengan usulan Angkatan Kelima. TNI khawatir PKI akan menyalahgunakan penggunaan senjata oleh buruh dan tani untuk melakukan pemberontakan. Apalagi saat itu muncul rumor PKI sedang mempersiapkan rencana kudeta.

Pada awal Agustus 1965, Presiden Soekarno tiba-tiba pingsan setelah berpidato. Banyak pihak yang beranggapan bahwa usia beliau tidak akan lama lagi, sehingga muncul pertanyaan besar yakni, siapa pengganti Presiden Soekarno nantinya? Pertanyaan tersebut yang menyebabkan persaingan semakin tajam antara PKI dengan TNI.

Kronologi G30S PKI

Mengutip buku Sejarah Indonesia Modern (MC Ricklefs, 2004), pada 27 September 1965, Panglima TNI Angkatan Darat (Pangad) Letjen Ahmad Yani mengumumkan TNI AD menentang pembentukan Angkatan Kelima.

Tiga hari setelahnya, tepatnya 30 September, malam hari, satu batalyon pengawal Istana pimpinan Letnan Kolonel Untung Syamsuri, satu batalyon dari Divisi Diponegoro, satu batalyon dari Divisi Brawijaya dan orang-orang sipil dari Pemuda Rakjat meninggalkan Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Mereka bertugas menculik para perwira dan Dewan Jenderal.

Pasukan bergerak mulai pukul 03.00 WIB. Enam jenderal berhasil diculik, dua di antaranya dibunuh di tempat, sementara sisanya dibawa ke Lubang Buaya, Pondok Gede, Jakarta Timur, yang akhirnya juga tewas akibat disiksa. Mereka yang menjadi korban pembunuhan adalah Letjen Ahmad Yani, Mayjen S Parman, Mayjen R Soeprapto, Brigjen DI Panjaitan, Mayjen MT Harjono, dan Brigjen Soetojo Siswomihardjo. Jenazah mereka baru ditemukan beberapa hari kemudian.

Satu Jenderal selamat dalam penculikkan ini yakni Jenderal AH Nasution. Namun putrinya menjadi korban yakni Ade Irma Suryani serta ajudannya Lettu Piere Tandean. Korban lain ialah Brigadir Polisi KS Tubun wafat ketika mengawal rumah Dr J Leimana.

Gerakan ini menyebar juga ke Yogyakarta. Kolonel Katamso dan Letkol Sugiono menjadi korban karena tidak mendukung gerakan G30S PKI.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More