Masalah Korupsi karena Kerugian Keuangan Negara dan Solusinya
Jum'at, 23 September 2022 - 17:30 WIB
Berdasarkan hal tersebut menurut Mahkamah unsur merugikan keuangan negara tidak lagi dipahami sebagai perkiraan (potential loss) namun harus dipahami benar-benar sudah terjadi atau nyata (actual loss) untuk dapat diterapkan dalam tindak pidana korupsi.”
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan sebagai berikut: “Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.”
Berdasarkan Putusan MK di atas, semakin jelas oleh Mahkamah kita diarahkan untuk menyatakan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara merupakan akibat dari perbuatan melawan hukum atau menyelahgunakan wewenang penyelenggara negara yang bersifat nyata/konkret sehingga tidak lagi dapat diperkirakan lagi (potential loss) melainkan actual loss.
Tafsir atas pengertian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara di dalam UU Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah UU 20 tahun 2001, dalam praktik sering menimbulkan.kontroversi antara Jaksa Penuntut Umum, advokat dan ahli-ahli dalam sidang pengadilan tipikor.
Unsur Perbuatan Melawan Hukum meminjam konsep hukum perdata dann doktrin hukum; dipahami sebagai perbuatan yang merugikan hak dan.kepentingan orang lain, bertentangan dengan kewajiban yang ditetapkan dalam undang-undang.
Sedangkan pengertian penyalahgunaan wewenang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 17 jo Pasal 18 UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah, melampaui batas wewenang, mencampuradukkan wewenang, atau bertindak sewenang- wenang.
Merujuk pada beberapa UU yang berlaku terkait korupsi diperlukan perubahan-perubahan yang bersifat strategis dan menyeluruh untuk memperjelas arah politik hukum dalam pemberantasan korupsi.
Perubahan strategis dimaksud antara lain, ketentuan tindak pidana baik yang termasuk tindak pidana asli korupsi (genuinely corruption) dan tindak pidana lain terkait korupsi seperti obstruction of justice; penegasan perbedaan antara suap aktif dan suap pasif dengan gratifikasi; pengeluaran dalam jabatan yang merugikan negara dengan ketentuan Pasal 12a,e.
Dalam hal ini perlu dievaluasi kemungkinan penyelesaian RJ dalam penyelesaian tipikor dengan syarat pengembalian kerugian keuangan negara secara maksimal dan pembebasan dari penuntutan maksimal sesuai dengan berat ringannya tipikor yang terbukti telah dilakukan pelakunya.
Penggunaan metode Deferred Prosecution Agreement ( DPA) seperti telah diterapkan dalam kasus perusahaan Boeing, suap terhadap mantan Dirut Garuda, ES.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan sebagai berikut: “Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.”
Berdasarkan Putusan MK di atas, semakin jelas oleh Mahkamah kita diarahkan untuk menyatakan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara merupakan akibat dari perbuatan melawan hukum atau menyelahgunakan wewenang penyelenggara negara yang bersifat nyata/konkret sehingga tidak lagi dapat diperkirakan lagi (potential loss) melainkan actual loss.
Tafsir atas pengertian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara di dalam UU Nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah UU 20 tahun 2001, dalam praktik sering menimbulkan.kontroversi antara Jaksa Penuntut Umum, advokat dan ahli-ahli dalam sidang pengadilan tipikor.
Unsur Perbuatan Melawan Hukum meminjam konsep hukum perdata dann doktrin hukum; dipahami sebagai perbuatan yang merugikan hak dan.kepentingan orang lain, bertentangan dengan kewajiban yang ditetapkan dalam undang-undang.
Sedangkan pengertian penyalahgunaan wewenang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 17 jo Pasal 18 UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah, melampaui batas wewenang, mencampuradukkan wewenang, atau bertindak sewenang- wenang.
Merujuk pada beberapa UU yang berlaku terkait korupsi diperlukan perubahan-perubahan yang bersifat strategis dan menyeluruh untuk memperjelas arah politik hukum dalam pemberantasan korupsi.
Perubahan strategis dimaksud antara lain, ketentuan tindak pidana baik yang termasuk tindak pidana asli korupsi (genuinely corruption) dan tindak pidana lain terkait korupsi seperti obstruction of justice; penegasan perbedaan antara suap aktif dan suap pasif dengan gratifikasi; pengeluaran dalam jabatan yang merugikan negara dengan ketentuan Pasal 12a,e.
Dalam hal ini perlu dievaluasi kemungkinan penyelesaian RJ dalam penyelesaian tipikor dengan syarat pengembalian kerugian keuangan negara secara maksimal dan pembebasan dari penuntutan maksimal sesuai dengan berat ringannya tipikor yang terbukti telah dilakukan pelakunya.
Penggunaan metode Deferred Prosecution Agreement ( DPA) seperti telah diterapkan dalam kasus perusahaan Boeing, suap terhadap mantan Dirut Garuda, ES.
Lihat Juga :
tulis komentar anda