Catatan Ilham Bintang: Indonesia Menangis, Tiada Lagi Prof Azyumardi Azra

Minggu, 18 September 2022 - 13:04 WIB
"Dua puluh menit sebelum pesawat mendarat, saat saya, istri dan pak Azra sedang bercakap tiba-tiba pak Azra batuk tanpa henti, tubuhnya berkeringat dingin. Saya minta dia minum air mineral. Saya memijat tubuhnya yang keringat dingin lalu meminta pramugari memasang selang oksigen di hidung dan mulut. Meski selang terpasang sesak napasnya tak berhenti, malah tubuhnya begerak ke kiri ke kanan di atas kursi pesawat.

Ketika pesawat parkir dan pintu pesawat dibuka menurunkan penumpang, saya dan istri mengurus kesehatan Pak Azra yang diminta turun belakangan. Saya dan istri gelisah dan cemas melihat kesehatan Pak Azra. Tidak lama sesudah itu kami bertiga turun dengan selang oksigen dan dibawa segera ke bed panjang perawatan lalu dilarikan ambulans ke rumah sakit. Saya sempat merogoh tas tenteng Pak Azra mencari telepon, tapi karena bingung dan panik lambat ketemunya. Akhirnya istri saya menelepon temannya Staf Khusus Menteri Sosial meminta bantuan mengabarkan ke istri atau keluarga Pak Azra.

Baca juga: Profil Azyumardi Azra, Cendekiawan Muslim yang Didaulat Pimpin Dewan Pers

Saya sampaikan ke istri antar dan temani Pak Azra demi keselamatan dan keamanan. Kita bantu sekuat kita ke RS di Kuala Lumpur. Istri saya, Reni Sitawari Siregar, mengantarkan hingga ke dalam ambulans untuk dilarikan ke rumah sakit, sedangkan saya urus Imigrasi di Bandara," kisah Prof Budi Agustono.

Tanpa Swab

Indonesia, seperti halnya Malaysia telah menghapus keharusan Swab Antigen/PCR untuk perjalanan luar negeri. Kondisi itu membuat penumpang pesawat yang terpapar Covid-19 dalam kategori orang tanpa gejala (OTG) sulit terdeteksi. Baru seminggu lalu, Pemerintah Malaysia menghapuskan larangan memakai masker di dalam ruangan.

Saya mengenal Prof Azyumardi cukup lama. Ia pernah menjadi Wartawan Panji Masyarakat (1979-1985). Kesamaan isu atau topik yang kami bahas dalam tulisan masing-masing semakin mengeratkan hubungan.

Semasa pandemi Covid-19 kami intens berkomunikasi. Usia kami sama-sama rentan terpapar Covid-19, sehingga mengatur sebaiknya beraktivitas dari rumah saja. Suatu hari di tahun lalu, anak cucunya tertular Covid-19. Ia mengontak saya meminta dicarikan Ivemertin, obat cacing yang terkenal itu. Yang dipercaya sebagian masyarakat bisa melawan virus Covid-19.

Masa itu, obat tersebut sangat sulit mencarinya, harganya di pasaran ikut dimainkan karena diburu banyak orang, meski dilarang pemerintah untuk digunakan menyembuhkan Covid-19. Kebetulan saya memiliki stok, maka saya kirimlah ke beliau. "Alhamdulillah, anak cucu berangsur baik, sudah keluar keringat. Terima kasih Pak Ilham," ucapnya.

Komunikasi semakin intens sejak pria kelahiran 67 tahun lalu itu ditetapkan sebagai Ketua Dewan Pers. Begitu menjabat, kasus di dunia pers terus meningkat, membuatnya praktis sejak itu siang malam beraktivitas. Masalah yang paling menyedot perhatiannya adalah RUU KUHP yang mengancam kemerdekaan pers. Ia terjun langsung menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More