Politik Makin Panas
Jum'at, 16 September 2022 - 12:54 WIB
TAHUN politik sudah dimulai lebih cepat. Ini ditandai dengan peristiwa yang beraroma persaingan di level elite politik di berbagai lembaga negara maupun lembaga politik lain. Dimulai dengan kisruh kepemimpinan di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), di mana posisi Suharso Monoarfa sebagai ketua umum dilengserkan di Mukernas digantikan oleh Muhammad Mardiono. Suharso melawan dan merasa pencopotan dirinya tidak sah. Kini bola di tangan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), siapa ketua umum yang diakui oleh pemerintah.
Gonjang-ganjing di tubuh PPP ini terjadi pada saat parpol sedang menyelesaikan tahapan pemilu yakni pendaftaran parpol di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Konflik internal pasti sangat merepotkan karena kuda-kuda parpol untuk menghadapi perhelatan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 sedang dipasang kuat-kuatnya.
Siapa pun ketua umum yang akan diakui pemerintah pasti akan kedodoran melakukan konsolidasi internal maupun eksternal. Jelas ini risikonya besar karena memengaruhi target perolehan suara yang sudah ditentukan sebelumnya.
Di bagian lain, situasi internal TNI juga memanas setelah anggota DPR RI Effendy Simbolon melontarkan kritik keras dalam rapat dengar pendapat di DPR terkait isu ketidakharmonisan hubungan antara Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dengan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman. Sentilan Simbolon direspons dengan tidak kalah keras dari sejumlah anggota TNI aktif, termasuk kalangan purnawirawan TNI.
Situasi menjadi kian tidak elok karena TNI sebagai benteng terakhir keutuhan NKRI ini ternyata sudah terseret dalam arus polemik yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Jual beli serangan seperti halnya terjadi dalam pertandingan final sepak bola sungguh membuat masyarakat was-was sekaligus sedih.
Mengapa? Karena, para pemimpin negeri ini ternyata lebih memilih ego sektoral ketimbang membangun kebersamaan dalam perbedaan seperti semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Para elite justru menunjukkan sikap yang jauh dari rasa kebersamaan sebagai komponen bangsa yang harusnya menjadi panutan akar rumput. Yang menonjol justru menang-menangan, sombong-sombongan, dan ego-egoan. Singkatnya adu kekuasaan dan jabatan.
Andaikan benar ada perbedaan dan ketidakharmonisan di internal TNI, mestinya cara mengurai masalahnya tidak demikian. Pertanyaan anggota DPR itu mestinya dijadikan bahan introspeksi bersama dalam suasana yang lebih sejuk. Membantah bahwa telah terjadi perpecahan di lingkungan TNI itu memang harus dilakukan.
Tapi, mestinya bukan sekadar bantahan kata-kata, tapi mesti ditunjukkan dengan tindakan atau aksi nyata agar masyarakat bisa melihat langsung bahwa para bintang di TNI baik-baik saja. Kalangan DPR pun diimbau mampu memilah dan memilih pertanyaan dan pernyataan untuk konsumsi internal atau konsumsi publik dengan pertimbangan dampak sosial politik yang ditimbulkan.
Kemudian yang tak kalah seru di pekan ini adalah masifnya serangan hacker yang menyebut dirinya Bjorka yang berhasil membobol data-data pribadi masyarakat dan para pejabat tinggi Republik dari menteri hingga presiden.
Gonjang-ganjing di tubuh PPP ini terjadi pada saat parpol sedang menyelesaikan tahapan pemilu yakni pendaftaran parpol di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Konflik internal pasti sangat merepotkan karena kuda-kuda parpol untuk menghadapi perhelatan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 sedang dipasang kuat-kuatnya.
Siapa pun ketua umum yang akan diakui pemerintah pasti akan kedodoran melakukan konsolidasi internal maupun eksternal. Jelas ini risikonya besar karena memengaruhi target perolehan suara yang sudah ditentukan sebelumnya.
Di bagian lain, situasi internal TNI juga memanas setelah anggota DPR RI Effendy Simbolon melontarkan kritik keras dalam rapat dengar pendapat di DPR terkait isu ketidakharmonisan hubungan antara Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dengan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman. Sentilan Simbolon direspons dengan tidak kalah keras dari sejumlah anggota TNI aktif, termasuk kalangan purnawirawan TNI.
Situasi menjadi kian tidak elok karena TNI sebagai benteng terakhir keutuhan NKRI ini ternyata sudah terseret dalam arus polemik yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Jual beli serangan seperti halnya terjadi dalam pertandingan final sepak bola sungguh membuat masyarakat was-was sekaligus sedih.
Mengapa? Karena, para pemimpin negeri ini ternyata lebih memilih ego sektoral ketimbang membangun kebersamaan dalam perbedaan seperti semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Para elite justru menunjukkan sikap yang jauh dari rasa kebersamaan sebagai komponen bangsa yang harusnya menjadi panutan akar rumput. Yang menonjol justru menang-menangan, sombong-sombongan, dan ego-egoan. Singkatnya adu kekuasaan dan jabatan.
Andaikan benar ada perbedaan dan ketidakharmonisan di internal TNI, mestinya cara mengurai masalahnya tidak demikian. Pertanyaan anggota DPR itu mestinya dijadikan bahan introspeksi bersama dalam suasana yang lebih sejuk. Membantah bahwa telah terjadi perpecahan di lingkungan TNI itu memang harus dilakukan.
Tapi, mestinya bukan sekadar bantahan kata-kata, tapi mesti ditunjukkan dengan tindakan atau aksi nyata agar masyarakat bisa melihat langsung bahwa para bintang di TNI baik-baik saja. Kalangan DPR pun diimbau mampu memilah dan memilih pertanyaan dan pernyataan untuk konsumsi internal atau konsumsi publik dengan pertimbangan dampak sosial politik yang ditimbulkan.
Kemudian yang tak kalah seru di pekan ini adalah masifnya serangan hacker yang menyebut dirinya Bjorka yang berhasil membobol data-data pribadi masyarakat dan para pejabat tinggi Republik dari menteri hingga presiden.
tulis komentar anda