Korupsi Gerobak Kemendag, Polri Sita Uang, Rumah hingga Mobil Mewah
Rabu, 07 September 2022 - 17:19 WIB
JAKARTA - Bareskrim Polri menyita sejumlah barang bukti yang diduga terkait dengan aliran dana dugaan korupsi pengadaan gerobak dagang pada tahun anggaran 2018 dan 2019. Barang bukti itu disita dari pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Perdagangan ( Kemendag ) Putu Indra Wijaya dan Bunaya Priambudi.
Dua tersangka tersebut masing-masing menjabat Kabag Keuangan Sesditjen PDN Kemendag dan Bunaya selaku Kasubag TU DJPDN Kemendag. Dirtipikor Bareskrim Polri Brigjen Cahyono Wibowo mengungkapkan, penyitaan pertama dilakukan terhadap 10 mobil mewah milik dari tersangka Putu Indra.
"Kemudian yang ini, peristiwa tersebut yang di tahun 2018 kita juga sudah melakukan penyitaan 10 unit mobil, kita tempatkan di suatu gudang di daerah Cengkareng yang kita sewa untuk memelihara nilai ekonomi," kata Cahyono dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (7/9/2022).
Polri juga menyita 100 gerobak, uang Rp820 juta, lahan seluas 300 meter di Bogor bernilai sekitar Rp3,5 miliar serta sebuah rumah dengan luas 105 meter dengan kisaran harga kurang lebih Rp1,5 miliar.
"Juga total seluruh nya kita dapatkan recovery sekitar Rp13 miliar. Nah ini penyitaan uang Rp300 juta, dan 30 ribu USD. kita sita. Kemudian juga ada bengkel Ini harus kita ketahui ya, tidak pun untuk kemungkinan kita melakukan suatu pemblokiran untuk aset , sementara juga masih kita dalami terkait aset-aset yang yang dimiliki tersangka," ujar Cahyono.
Cahyono menjelaskan, tersangka Putu telah menerima suap dari pengadaan tersebut di tahun 2018 sebesar Rp800 juta. Sebagai PPK, Putu membuat pengaturan lelang terhadap pihak-pihak yang telah ditunjuk sebagai pelaksana pengadaannya.
"Kemudian juga di dalam proses pelaksanaan tersebut juga ada pengaturan lelang. Dimana dengan cara mengubah. Sehingga ditetapkan lah oleh pokja ini PT yang ditetapkan pemenang," ucap Cahyono.
Menurut Cahyono, dalam kontraknya diketahui pengadaannya disebutkan gerobak tersebut sebanyak 7.200 unit dengan nilai kontrak senilai Rp49 miliar. Namun, faktanya hanya sebanyak 2.500 gerobak yang dikerjakan.
"Nah di dalam faktanya ini pekerjaan ada fiktif prosesnya fiktif, jadi yang dikerjakan hanya sebanyak 2.500 gerobak. Nah untuk penghitungan estimasi Rp30 miliar dari fiktif. Sehingga mendapatkan estimasi 30 miliar ini adalah dari fiktif," tutur Cahyono.
Pada 2019 lalu, Bunaya Priambudi juga ditetapkan sebagai tersangka. Ia diduga menerima suap sebesar Rp1,1 miliar. "Ada yang menarik di sini Rp1,1 miliar ini diberikan suap tetapi digunakan untuk menutupi penggantian ganti rugi terhadap suatu peristiwa yang dinilai juga akan menjadi objek kita dalam proses penyelidikan. Jadi suap Rp1,1 miliar lalu digunakan untuk pembayaran ganti rugi terhadap pekerjaan yang lain," kata Cahyono.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 dan atau Perbuatan menerima hadiah atau janji untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) atau pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dua tersangka tersebut masing-masing menjabat Kabag Keuangan Sesditjen PDN Kemendag dan Bunaya selaku Kasubag TU DJPDN Kemendag. Dirtipikor Bareskrim Polri Brigjen Cahyono Wibowo mengungkapkan, penyitaan pertama dilakukan terhadap 10 mobil mewah milik dari tersangka Putu Indra.
"Kemudian yang ini, peristiwa tersebut yang di tahun 2018 kita juga sudah melakukan penyitaan 10 unit mobil, kita tempatkan di suatu gudang di daerah Cengkareng yang kita sewa untuk memelihara nilai ekonomi," kata Cahyono dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (7/9/2022).
Polri juga menyita 100 gerobak, uang Rp820 juta, lahan seluas 300 meter di Bogor bernilai sekitar Rp3,5 miliar serta sebuah rumah dengan luas 105 meter dengan kisaran harga kurang lebih Rp1,5 miliar.
"Juga total seluruh nya kita dapatkan recovery sekitar Rp13 miliar. Nah ini penyitaan uang Rp300 juta, dan 30 ribu USD. kita sita. Kemudian juga ada bengkel Ini harus kita ketahui ya, tidak pun untuk kemungkinan kita melakukan suatu pemblokiran untuk aset , sementara juga masih kita dalami terkait aset-aset yang yang dimiliki tersangka," ujar Cahyono.
Cahyono menjelaskan, tersangka Putu telah menerima suap dari pengadaan tersebut di tahun 2018 sebesar Rp800 juta. Sebagai PPK, Putu membuat pengaturan lelang terhadap pihak-pihak yang telah ditunjuk sebagai pelaksana pengadaannya.
"Kemudian juga di dalam proses pelaksanaan tersebut juga ada pengaturan lelang. Dimana dengan cara mengubah. Sehingga ditetapkan lah oleh pokja ini PT yang ditetapkan pemenang," ucap Cahyono.
Menurut Cahyono, dalam kontraknya diketahui pengadaannya disebutkan gerobak tersebut sebanyak 7.200 unit dengan nilai kontrak senilai Rp49 miliar. Namun, faktanya hanya sebanyak 2.500 gerobak yang dikerjakan.
"Nah di dalam faktanya ini pekerjaan ada fiktif prosesnya fiktif, jadi yang dikerjakan hanya sebanyak 2.500 gerobak. Nah untuk penghitungan estimasi Rp30 miliar dari fiktif. Sehingga mendapatkan estimasi 30 miliar ini adalah dari fiktif," tutur Cahyono.
Pada 2019 lalu, Bunaya Priambudi juga ditetapkan sebagai tersangka. Ia diduga menerima suap sebesar Rp1,1 miliar. "Ada yang menarik di sini Rp1,1 miliar ini diberikan suap tetapi digunakan untuk menutupi penggantian ganti rugi terhadap suatu peristiwa yang dinilai juga akan menjadi objek kita dalam proses penyelidikan. Jadi suap Rp1,1 miliar lalu digunakan untuk pembayaran ganti rugi terhadap pekerjaan yang lain," kata Cahyono.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 dan atau Perbuatan menerima hadiah atau janji untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) atau pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(muh)
tulis komentar anda