Murka Jokowi

Rabu, 01 Juli 2020 - 19:51 WIB
Takdir Reshuffle

Reshuffle kabinet layaknya takdir Tuhan. Tak pernah ada yang tahu persis siapa menteri yang tersingkir dan tetap bertahan. Semacam teka teki yang penuh sakralitas. Hanya Jokowi dan Tuhan saja yang pastinya tahu. Selain pertimbangan politik ada faktor subjektifitas presiden yang melekat dalam setiap isu rombak kabinet. Presiden butuh kontemplasi mencari jalan terbaik.

Dalam tradisi politik Jawa, dalam setiap pengambilan keputusan penting, interaksi seorang aktor politik penting tak hanya horizontal tapi juga vertikal. Ada komunikasi dengan dunia transenden yang mengandung begitu banyak unsur sakralitas. Yakni, unsur ilahiah yang cukup dominan. Ben Anderson dalam The Idea Power of Javanese Culture menyebut konsep kekuasaan Jawa sangat abstrak. Datang dari dunia lain yang kasat mata.

Publik juga jangan terkecoh. Murka besar Jokowi tak bisa dibaca linear. Mesti dilihat dalam konteks politik tertentu. Mungkin saja kementerian yang disentil tak direshuffle. Malah yang tak disentil itulah yang diganti. Di situlah takdir reshuffle berlaku. Sebab, dalam selipan kalimat Jokowi menyebut semua menteri bekerja biasa-biasa saja. Itu artinya, setiap menteri memiliki tingkat probabilitas yang sama untuk diganti.

Dalam konteks inilah, reshuffle akan selalu menjadi teka teki yang menyerupai takdir. Karena tak bisa dipastikan. Bukan kali ini saja Jokowi marah dan mengancam kocok ulang kabinet. Periode sebelumnya juga sama, relatif sering diulang meski realitasnya berbeda. Jangan-jangan murka Jokowi hanyalah ekpresi alamiah seorang presiden yang tak puas kerja menterinya. Di sinilah pentingnya meletakkan Jokowi sebagai sosok manusia biasa yang perlu dijejakkan ke tanah. Bisa marah, bisa salah, dan bisa saja keliru.

Atau mungkin juga Jokowi hanya ingin menunjukkan ke publik bahwa sebagai presiden dirinya bisa berbuat apa saja. Sebab, secara politik ia cukup otoritatif menentukan keputusan strategis apapun. Termasuk urusan reshuffle.

Menteri tak Biasa

Lalu apa yang bisa diringkus dari murka Jokowi? Pertama, Jokowi ingin menterinya jangan biasa-biasa saja menghadapai wabah korona. Harus bisa bermanuver dalam kondisi sulit. Pola kerjanya mesti extraordinary melampaui batas usaha yang biasanya landai saja. Saat ini kondisi tak normal karena korona. Butuh inovasi menteri untuk menjaga keseimbangan.

Jokowi hanya ingin success story para menteri bisa dikloning dalam menghadapi virus korona. Inilah tantangan nyata Jokowi bagi para pembantunya itu. Apakah mereka bisa bekerja dengan cara tak bisa? Toh semua kesulitannya sudah dibabat. Setidaknya, dana dan regulasi sudah cukup memadai. Jadi tak ada alasan lagi untuk tak bekerja maksimal.

Kedua, marah besar Jokowi juga mesti diletakkan dalam konteks prakondisi reshuffle. Jokowi sepertinya memberikan waktu (buying times) agar menterinya segera berbenah dalam menghadapi korona. Terutama sektor kesehatan, bantuan sosial, dan stimulus ekonomi. Video kemarahan yang viral itu semacam prolog Jokowi merombak kabinet menghindari gejolak di kemudian hari. Jadi, reshuffle tak ujug-ujug dilakukan tapi sudah melalui ‘pemanasan’ awal melalui ultimatum kemarahan.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More