Waketum MUI: Kenapa Pemerintah Sibuk Cabut Subsidi daripada Menutup Kebocoran Anggaran?
Senin, 29 Agustus 2022 - 13:44 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) Anwar Abbas menyoroti wacana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak ( BBM) bersubsidi . Menurutnya, banyak hal lain yang bisa dilakukan pemerintah ketimbang menaikan harga BBM.
Untuk diketahui, pemerintah telah melontarkan wacana kenaikan harga BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar. Sebab, menurut keterangan pemerintah, harga pertalite semestinya di atas Rp17.000 per liter, sementara dijual ke masyarakat hanya Rp7.650. Jika dibiarkan tanpa ada kenaikan harga, maka subsidi bisa mencapai Rp502,4 trilliun.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, dengan uang sebesar itu, banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk masyarakat. Di antaranya untuk membangun 3.333 rumah sakit atau 227.886 SD. Bahkan bisa digunakan untuk membuat jalan tol sepanjang 3.501 km.
"Cuma yang menjadi pertanyaan kenapa pemerintah lebih sibuk mengurusi masalah mencabut atau mengurangi subsidi BBM agar APBN tidak jebol, bukankah dengan mencabut subsidi tersebut akan memicu terjadinya inflasi dan akan mengurangi tingkat kesejahteraan masyarakat," katanya.
Anwar mempertanyakan sikap pemerintah yang tidak mencari cara lain. Padahal pemerintah bisa mempertahankan subsidi dengan menutup kebocoran anggaran.
"Sumitro Djojohadikusumo, begawan ekonomi yang merupakan ayah dari Prabowo Subianto pernah mengutarakan tingkat kebocoran anggaran itu mencapai sekitar 30% dan Prabowo sendiri mensinyalir sekitar 25%," kata Anwar.
Baca juga: Subsidi BBM Bikin Candu, Faisal Basri: Demi Kebaikan Ekonomi Hapus Bertahap
Jika kebocoran anggaran bisa ditutup, maka pemerintah akan mendapatkan dana yang sangat besar. Apalagi Badan Anggaran DPR sudah menyetujui usulan pemerintah menyangkut revisi belanja negara pada APBN 2022 menjadi Rp3.106 triliun.
"Jadi jika kebocorannya bisa kita hilangkan tidak usah 30% atau 25% tapi 20% saja, maka pemerintah akan punya dana yang bisa dikelola yaitu sebesar Rp621,2 triliun. Angka ini jelas jauh lebih besar dari jumlah subsidi yang ada yaitu Rp502,4 triliun," ujarnya.
"Mengapa pemerintah tampak lebih sibuk mengurusi penghapusan atau pengurangan subsidi ketimbang mengurusi bagaimana caranya supaya bisa menutup kebocoran anggaran negara karena praktik korupsi?" tanya Anwar.
Untuk diketahui, pemerintah telah melontarkan wacana kenaikan harga BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar. Sebab, menurut keterangan pemerintah, harga pertalite semestinya di atas Rp17.000 per liter, sementara dijual ke masyarakat hanya Rp7.650. Jika dibiarkan tanpa ada kenaikan harga, maka subsidi bisa mencapai Rp502,4 trilliun.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, dengan uang sebesar itu, banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk masyarakat. Di antaranya untuk membangun 3.333 rumah sakit atau 227.886 SD. Bahkan bisa digunakan untuk membuat jalan tol sepanjang 3.501 km.
"Cuma yang menjadi pertanyaan kenapa pemerintah lebih sibuk mengurusi masalah mencabut atau mengurangi subsidi BBM agar APBN tidak jebol, bukankah dengan mencabut subsidi tersebut akan memicu terjadinya inflasi dan akan mengurangi tingkat kesejahteraan masyarakat," katanya.
Anwar mempertanyakan sikap pemerintah yang tidak mencari cara lain. Padahal pemerintah bisa mempertahankan subsidi dengan menutup kebocoran anggaran.
"Sumitro Djojohadikusumo, begawan ekonomi yang merupakan ayah dari Prabowo Subianto pernah mengutarakan tingkat kebocoran anggaran itu mencapai sekitar 30% dan Prabowo sendiri mensinyalir sekitar 25%," kata Anwar.
Baca juga: Subsidi BBM Bikin Candu, Faisal Basri: Demi Kebaikan Ekonomi Hapus Bertahap
Jika kebocoran anggaran bisa ditutup, maka pemerintah akan mendapatkan dana yang sangat besar. Apalagi Badan Anggaran DPR sudah menyetujui usulan pemerintah menyangkut revisi belanja negara pada APBN 2022 menjadi Rp3.106 triliun.
"Jadi jika kebocorannya bisa kita hilangkan tidak usah 30% atau 25% tapi 20% saja, maka pemerintah akan punya dana yang bisa dikelola yaitu sebesar Rp621,2 triliun. Angka ini jelas jauh lebih besar dari jumlah subsidi yang ada yaitu Rp502,4 triliun," ujarnya.
"Mengapa pemerintah tampak lebih sibuk mengurusi penghapusan atau pengurangan subsidi ketimbang mengurusi bagaimana caranya supaya bisa menutup kebocoran anggaran negara karena praktik korupsi?" tanya Anwar.
(abd)
tulis komentar anda