Ketegasan Jokowi Dibutuhkan untuk Reshuffle Tanpa Gangguan Parpol
Selasa, 30 Juni 2020 - 08:57 WIB
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) ditantang untuk bebas intervensi dari partai politik (parpol) jika merombak kabinet dalam waktu dekat. Tantangan Jokowi itu untuk membuktikan ucapannya selama ini bahwa dia pemimpin yang tidak memiliki beban.
Sinyal reshuffle menguat menyusul beredarnya rekaman video Jokowi memimpin sidang kabinet paripurna pada 18 Juni 2020. Jokowi dengan tegas menyebut dia siap mengambil risiko dan mempertaruhkan reputasi politiknya demi kepentingan rakyat Indonesia. Gestur Jokowi pada rekaman video yang beredar menunjukkan kegusaran dan kekecewaan karena menterinya dinilai lambat dalam mengatasi dampak Covid-19.
Hanya, apakah Jokowi mampu dengan mudah memilih calon menteri yang kapabel tanpa diganggu kepentingan parpol? Jika berkaca pada periode pertama Jokowi sebagai presiden, penyusunan kabinet atau pun reshuffle selalu diwarnai kepentingan parpol pendukung. Bagi-bagi jatah menteri masih sangat kental dipertontonkan. Reshuffle memang hak prerogatif presiden, namun itu hanya teori indah di atas kertas. Faktanya, setiap parpol pendukung tetap menuntut jatahnya. Akhirnya, pertimbangan profesionalitas bukan yang utama.
Saat ini, dari 38 menteri 15 orang berlatar belakang kader parpol, sedangkan 23 lainnya dari kalangan profesional. Perbandingan komposisi profesional dan parpol di kabinet 40%:60%. (Baca: Moeldoko: Teguran Presiden Kemarin Paing Keras)
Direktur Poltracking Indonesia Hanta Yuda mengatakan, ketegasan Jokowi dalam reshuffle kali ini sangat dibutuhkan karena situasi yang dihadapi sudah kategori darurat. Pandemi Covid-19 membutuhkan jajaran menteri yang mampu bekerja cepat menerjemahkan keinginan Presiden.
Karena itu, pertimbangan kinerja menteri mutlak jadi acuan. Jika masih berkompromi dengan parpol dalam menyusun kabinet, Jokowi dinilai bakal sulit mencapai tujuannya. “Inilah tantangan seorang leader. Kita lihat nanti, apakah dosis atau ramuan reshuffle yang dibuat Jokowi sama tegasnya dengan pidatonya saat rapat kabinet itu? ” ujar Hanta ketika dihubungi kemarin.
Hanta tetap berharap ketegasan yang diperlihatkan Jokowi dalam pidatonya masih sama saat dia menunjuk calon menterinya nanti. “Kita tunggu pendekatannya, apakah teknokratik dalam arti menteri dipilih berdasarkan kinerja, atau justru politik yang dinegosiasikan. Jika kedua ini yang dipilih, berarti Jokowi tidak sesuai dengan pidatonya. Artinya, tidak akan menjawab masalah,” papar Hanta.
Mengenai waktu reshuffle Hanta memperkirakan akan direalisasikan Jokowi dalam waktu tidak lama. “Reshuffle sangat dinantikan masyarakat saat ini. Lagi pula pasti Istana punya data dan indikator dalam mengevaluasi menteri. Karena itu, jangan lama-lama,” desaknya.
Merombak menteri dari parpol memang bukan perkara mudah karena pasti menimbulkan dinamika. Parpol pasti tidak rela jika jatahnya dikurangi. Namun, dalam pandangan pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, ini seharusnya bukan masalah serius bagi Jokowi. Apalagi, selama ini mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut sering menyebut dirinya tidak memiliki beban apa-apa. “Di sinilah letak ujian Jokowi sesungguhnya. Berani tidak dia menolak kompromi dengan parpol dan membuktikan bahwa dia tanpa beban seperti sering ia dengungkan,” ujarnya saat dihubungi kemarin. (Baca juga: Jokowi Ancam Ressufle, Tengku Zulkarnai: Ibarat Kanker Stadium 4)
Sinyal reshuffle menguat menyusul beredarnya rekaman video Jokowi memimpin sidang kabinet paripurna pada 18 Juni 2020. Jokowi dengan tegas menyebut dia siap mengambil risiko dan mempertaruhkan reputasi politiknya demi kepentingan rakyat Indonesia. Gestur Jokowi pada rekaman video yang beredar menunjukkan kegusaran dan kekecewaan karena menterinya dinilai lambat dalam mengatasi dampak Covid-19.
Hanya, apakah Jokowi mampu dengan mudah memilih calon menteri yang kapabel tanpa diganggu kepentingan parpol? Jika berkaca pada periode pertama Jokowi sebagai presiden, penyusunan kabinet atau pun reshuffle selalu diwarnai kepentingan parpol pendukung. Bagi-bagi jatah menteri masih sangat kental dipertontonkan. Reshuffle memang hak prerogatif presiden, namun itu hanya teori indah di atas kertas. Faktanya, setiap parpol pendukung tetap menuntut jatahnya. Akhirnya, pertimbangan profesionalitas bukan yang utama.
Saat ini, dari 38 menteri 15 orang berlatar belakang kader parpol, sedangkan 23 lainnya dari kalangan profesional. Perbandingan komposisi profesional dan parpol di kabinet 40%:60%. (Baca: Moeldoko: Teguran Presiden Kemarin Paing Keras)
Direktur Poltracking Indonesia Hanta Yuda mengatakan, ketegasan Jokowi dalam reshuffle kali ini sangat dibutuhkan karena situasi yang dihadapi sudah kategori darurat. Pandemi Covid-19 membutuhkan jajaran menteri yang mampu bekerja cepat menerjemahkan keinginan Presiden.
Karena itu, pertimbangan kinerja menteri mutlak jadi acuan. Jika masih berkompromi dengan parpol dalam menyusun kabinet, Jokowi dinilai bakal sulit mencapai tujuannya. “Inilah tantangan seorang leader. Kita lihat nanti, apakah dosis atau ramuan reshuffle yang dibuat Jokowi sama tegasnya dengan pidatonya saat rapat kabinet itu? ” ujar Hanta ketika dihubungi kemarin.
Hanta tetap berharap ketegasan yang diperlihatkan Jokowi dalam pidatonya masih sama saat dia menunjuk calon menterinya nanti. “Kita tunggu pendekatannya, apakah teknokratik dalam arti menteri dipilih berdasarkan kinerja, atau justru politik yang dinegosiasikan. Jika kedua ini yang dipilih, berarti Jokowi tidak sesuai dengan pidatonya. Artinya, tidak akan menjawab masalah,” papar Hanta.
Mengenai waktu reshuffle Hanta memperkirakan akan direalisasikan Jokowi dalam waktu tidak lama. “Reshuffle sangat dinantikan masyarakat saat ini. Lagi pula pasti Istana punya data dan indikator dalam mengevaluasi menteri. Karena itu, jangan lama-lama,” desaknya.
Merombak menteri dari parpol memang bukan perkara mudah karena pasti menimbulkan dinamika. Parpol pasti tidak rela jika jatahnya dikurangi. Namun, dalam pandangan pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, ini seharusnya bukan masalah serius bagi Jokowi. Apalagi, selama ini mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut sering menyebut dirinya tidak memiliki beban apa-apa. “Di sinilah letak ujian Jokowi sesungguhnya. Berani tidak dia menolak kompromi dengan parpol dan membuktikan bahwa dia tanpa beban seperti sering ia dengungkan,” ujarnya saat dihubungi kemarin. (Baca juga: Jokowi Ancam Ressufle, Tengku Zulkarnai: Ibarat Kanker Stadium 4)
tulis komentar anda