LAN Gelar Diskusi Kepemimpinan: Tingkatkan Inovasi ASN agar Lebih Melek Teknologi
Selasa, 26 Juli 2022 - 23:23 WIB
Kini Netflix telah menggurita dengan memberikan layanan digital streaming film dan serial TV ke 190 negara di seluruh dunia. Pendapatan dalam tiga bulan pada 2022 sebesar USD7,86 miliar atau sekitar Rp113,82 triliun (kurs Rp 14.482/USD).
Tak banyak perusahaan yang mampu melakukan transformasi dan bertahan lama. Misalnya saja Blockbuster.com yang sebelumnya perusahaan raksasa persewaan film dengan 7.700 toko di seluruh dunia, pada akhirnya tumbang pada November 2013.
Padahal, sebelumnya Netflix pernah menawarkan untuk menjadi bagian Blockbuster.com, namun tawaran tersebut ternyata bertepuk sebelah tangan. “Endingnya, Netflix mampu melibas Blockbuster.com.” tambah Sugihartono, dari KPK.
Stigma Negatif
Emi Frizer dari Basarnas membenarkan beragam stigma negatif tentang ASN yang muncul di benak khalayak ramai. Pandangan negatif bahwa ASN adalah mesin birokrasi yang berbelit-belit, kurang berintegritas, gagap teknologi, kurang profesional, serta jauh dari inovasi.
“Dan satu lagi, sering terdengar komentar “jika bisa diperlambat kenapa harus dipercepat” menjadi pandangan yang lazim tersemat pada abdi negara, ASN,” tutur Emi.
Seringkali pelayanan ASN yang cenderung lama dan berbelit-belit, membuat harapan masyarakat yang membuncah tiba-tiba pupus. Beragam alasan menjadi senjata bagi ASN untuk mengelak dari tanggung jawab entah karena berharap “sesuatu” atau alasan lain.
Beragam cara melepas stigma negatif tersebut, salah satunya pada 2021, Presiden Jokowi mencanangkan core value ASN Ber-AKHLAK, yang diharapkan menjadi fondasi budaya kerja ASN yang profesional, berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. “Ini mendorong perubahan budaya kerja ASN,” timpal Ida Swastika dari LPSK.
Mungkinkah Budaya Kerja Netflix diterapkan ASN?
Teuku Fachrul Anwar mengungkapkan kunci kesuksesan Netflix terletak pada inovasi bisnis dan kinerja SDM. Netflix sadar ketidakpuasan pelanggan saat menonton siaran TV konvensional adalah iklan, sehingga mengubah sumber pendapatan dari iklan menjadi biaya berlangganan.
Tak banyak perusahaan yang mampu melakukan transformasi dan bertahan lama. Misalnya saja Blockbuster.com yang sebelumnya perusahaan raksasa persewaan film dengan 7.700 toko di seluruh dunia, pada akhirnya tumbang pada November 2013.
Padahal, sebelumnya Netflix pernah menawarkan untuk menjadi bagian Blockbuster.com, namun tawaran tersebut ternyata bertepuk sebelah tangan. “Endingnya, Netflix mampu melibas Blockbuster.com.” tambah Sugihartono, dari KPK.
Stigma Negatif
Emi Frizer dari Basarnas membenarkan beragam stigma negatif tentang ASN yang muncul di benak khalayak ramai. Pandangan negatif bahwa ASN adalah mesin birokrasi yang berbelit-belit, kurang berintegritas, gagap teknologi, kurang profesional, serta jauh dari inovasi.
“Dan satu lagi, sering terdengar komentar “jika bisa diperlambat kenapa harus dipercepat” menjadi pandangan yang lazim tersemat pada abdi negara, ASN,” tutur Emi.
Seringkali pelayanan ASN yang cenderung lama dan berbelit-belit, membuat harapan masyarakat yang membuncah tiba-tiba pupus. Beragam alasan menjadi senjata bagi ASN untuk mengelak dari tanggung jawab entah karena berharap “sesuatu” atau alasan lain.
Beragam cara melepas stigma negatif tersebut, salah satunya pada 2021, Presiden Jokowi mencanangkan core value ASN Ber-AKHLAK, yang diharapkan menjadi fondasi budaya kerja ASN yang profesional, berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif. “Ini mendorong perubahan budaya kerja ASN,” timpal Ida Swastika dari LPSK.
Mungkinkah Budaya Kerja Netflix diterapkan ASN?
Teuku Fachrul Anwar mengungkapkan kunci kesuksesan Netflix terletak pada inovasi bisnis dan kinerja SDM. Netflix sadar ketidakpuasan pelanggan saat menonton siaran TV konvensional adalah iklan, sehingga mengubah sumber pendapatan dari iklan menjadi biaya berlangganan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda