Waspadai Provokasi Benturkan PDIP dengan Umat Islam
Sabtu, 27 Juni 2020 - 13:58 WIB
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menyatakan, respons PDI Perjuangan dalam menyikapi aksi pembakaran bendera saat aksi RUU HIP dengan menempuh jalur hukum dinilai sudah tepat. Menurutnya, menempuh jalur hukum merupakan pilihan terbaik bagi PDIP dalam menyikapi aksi pembakaran bendera daripada membalas dengan aksi jalanan.
"PDIP perlu mewaspadai upaya provokasi yang ingin membenturkan PDIP dengan umat Islam melalui isu penolakan RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang di-framing secara sistematis," ujar Karyono saat dihubungi SINDOnews, Sabtu (27/6/2020).
Maka itu, sambung dia, mengambil langkah hukum merupakan pilihan yang bijak untuk menghindari bentrokan yang kontraproduktif. Terlebih, di tengah situasi pandemi Covid-19 yang sangat sensitif. Dampak pandemi ini menimbulkan kerawanan sosial meningkat. Sehingga, diperlukan ekstra kewaspadaan terhadap pelbagai potensi yang menjadi ancaman. ( ).
Menurut dia, situasi pandemi ini seperti padang ilalang di musim kemarau yang mudah terbakar. "Indikasi adanya pihak-pihak yang menginginkan kondisi chaos telah terbukti dengan adanya provokasi yang dilakukan kelompok Anarko dan sejumlah aksi teror yang terjadi selama pandemi," tutur dia.
Karyono menganggap, aksi demonstrasi yang disertai pembakaran bendera PKI dan PDIP tentu menyisakan pertanyaan. Padahal, pada awalnya demo ini tuntutannya adalah menolak RUU HIP dan menuntut agar RUU HIP dicabut. Lantas, apa korelasinya antara menolak RUU HIP dengan membakar bendera PKI dan PDIP. Di sinilah yang perlu diurai apa motivasinya dari aksi tersebut.
Karyono menuturkan, jika dicermati berbagaiopini yang berkembang terkait dengan penolakan RUU HIP terdapat beragam pendapat dan kepentingan. Tidak semua yang menolak RUU HIP memiliki argumen yang sama. Pun demikian, ada perbedaan kepentingan di antara kelompok yang menolak RUU HIP.
Ia menilai, ada yang murni menolak berdasarkan pertimbangan rasional, ilmiah dan dilandasi kebijaksanaan untuk kemaslahatan bangsa. Tetapi, di sisi lain, di tengah penolakan RUU HIP tercium aroma politik untuk menjatuhkan PDIP melaui framing isu komunisme yang dilekatkan ke PDIP.
"Sejak awal munculnya penolakan terhadap RUU HIP, sudah nampak, PDIP menjadi sasaran tembak, karena PDIP sebagai partai pengusul. Pelbagai wacana miring mengarah ke partai berlambang banteng moncong putih itu," ujarnya.
"Salah satu isu yang kental dengan kepentingan politik adalah mengaitkan RUU HIP dengan isu bangkitnya komunisme yang dialamatkan ke PDIP dan Presiden Jokowi," imbuh dia.
Karenanya, lanjut Karyono, tak perlu heran, aksi pembakaran bendera PKI dan PDIP di tengah aksi demonstrasi di depan Gedung DPR adalah bagian dari propaganda politik untuk memberikan stigma komunis ke PDIP. Pertanyaannya kemudian, mengapa propaganda usang ini masih terus dipakai. Padahal, propaganda ini terbukti gagal.
"Terbukti, partai ini tiga kali menang pemilu legislatif dan tiga kali menduduki jabatan presiden satu kali wakil presiden sejak periode pascarezim Orde Baru," katanya.
"PDIP perlu mewaspadai upaya provokasi yang ingin membenturkan PDIP dengan umat Islam melalui isu penolakan RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang di-framing secara sistematis," ujar Karyono saat dihubungi SINDOnews, Sabtu (27/6/2020).
Maka itu, sambung dia, mengambil langkah hukum merupakan pilihan yang bijak untuk menghindari bentrokan yang kontraproduktif. Terlebih, di tengah situasi pandemi Covid-19 yang sangat sensitif. Dampak pandemi ini menimbulkan kerawanan sosial meningkat. Sehingga, diperlukan ekstra kewaspadaan terhadap pelbagai potensi yang menjadi ancaman. ( ).
Menurut dia, situasi pandemi ini seperti padang ilalang di musim kemarau yang mudah terbakar. "Indikasi adanya pihak-pihak yang menginginkan kondisi chaos telah terbukti dengan adanya provokasi yang dilakukan kelompok Anarko dan sejumlah aksi teror yang terjadi selama pandemi," tutur dia.
Karyono menganggap, aksi demonstrasi yang disertai pembakaran bendera PKI dan PDIP tentu menyisakan pertanyaan. Padahal, pada awalnya demo ini tuntutannya adalah menolak RUU HIP dan menuntut agar RUU HIP dicabut. Lantas, apa korelasinya antara menolak RUU HIP dengan membakar bendera PKI dan PDIP. Di sinilah yang perlu diurai apa motivasinya dari aksi tersebut.
Karyono menuturkan, jika dicermati berbagaiopini yang berkembang terkait dengan penolakan RUU HIP terdapat beragam pendapat dan kepentingan. Tidak semua yang menolak RUU HIP memiliki argumen yang sama. Pun demikian, ada perbedaan kepentingan di antara kelompok yang menolak RUU HIP.
Ia menilai, ada yang murni menolak berdasarkan pertimbangan rasional, ilmiah dan dilandasi kebijaksanaan untuk kemaslahatan bangsa. Tetapi, di sisi lain, di tengah penolakan RUU HIP tercium aroma politik untuk menjatuhkan PDIP melaui framing isu komunisme yang dilekatkan ke PDIP.
"Sejak awal munculnya penolakan terhadap RUU HIP, sudah nampak, PDIP menjadi sasaran tembak, karena PDIP sebagai partai pengusul. Pelbagai wacana miring mengarah ke partai berlambang banteng moncong putih itu," ujarnya.
"Salah satu isu yang kental dengan kepentingan politik adalah mengaitkan RUU HIP dengan isu bangkitnya komunisme yang dialamatkan ke PDIP dan Presiden Jokowi," imbuh dia.
Karenanya, lanjut Karyono, tak perlu heran, aksi pembakaran bendera PKI dan PDIP di tengah aksi demonstrasi di depan Gedung DPR adalah bagian dari propaganda politik untuk memberikan stigma komunis ke PDIP. Pertanyaannya kemudian, mengapa propaganda usang ini masih terus dipakai. Padahal, propaganda ini terbukti gagal.
"Terbukti, partai ini tiga kali menang pemilu legislatif dan tiga kali menduduki jabatan presiden satu kali wakil presiden sejak periode pascarezim Orde Baru," katanya.
(zik)
tulis komentar anda