Projo Sebut Desakan Menurunkan Presiden Jokowi Inkontitusional
Jum'at, 26 Juni 2020 - 11:10 WIB
JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) merembet ke banyak isu, seperti bangkitnya komunisme. Bahkan demonstrasi penolakan RUU itu di depan Gedung DPR pada Rabu (24/6/2020) lalu, menyuarakan pemberhentian Presiden Joko Widodo (Jokowi) .
Ormas pendukung Jokowi, Projo menilai desakan untuk menjatuhkan presiden dalam demontrasi itu sebagai tindakan inkonstitusional. Sekretaris Jenderal Projo, Handoko mengatakan, desakan itu telah menelikung demokrasi dan mencederai amanah rakyat.
"Projo di garis terdepan dalam melawan setaip usaha inkonstitusional dan antidemokrasi untuk menjatuhkan Presiden Jokowi," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (26/6/2020).( )
Pemerintah sendiri sudah menyatakan menunda pembahasan RUU HIP . Sejumlah ormas Islam, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah, juga menyatakan menolak RUU tersebut. Otomatis dengan keputusan itu, RUU inisiatif DPR itu tidak bisa dibahas lebih lanjut.
Handoko menerangkan, Presiden Jokowi berpendapat RUU HIP masih memerlukan banyak aspirasi masyarakat. Keputusan itu, menurutnya, hasil menelaah masukan masyarakat yang disuarakan berbagai kelompok, termasuk ormas Islam.
"DPR juga mendukung dan memahami (penundaan). Hormati, jaga aspirasi, kehendak dan pilihan rakyat; Jokowi-KMA Presiden dan Wapres 2019-2024," katanya.
Jokowi juga telah bertemu dan menerima masukan sejumlah purnawirawan TNI pada 19 Juni lalu. Salah satu bahasan dalam pertemuan di Istana Merdeka itu adalah RUU HIP.
Projo menyayangkan adanya demonstrasi pada 24 Juni lalu di saat pemerintah sudah menyatakan menunda pembahasan. Selain menyuarakan penolakan, menurut Handoko, juga menuduh Presiden Jokowi mendukung RUU HIP dan harus dimakzulkan. "Demonstrasi basi yang mendesakkan pencopotan presiden itu keterlaluan dan inkonstitusional," ujarnya.( )
Projo mengajak semua elemen masyarakat untuk menyikapi secara kritis setiap gerakan politik yang mengada-ada. "Kami yakin masyarakat sudah dewasa. Apalagi Indonesia sedang prihatin dan membutuhkan kebersamaan dan gotong-royong dalam menghadapi pandemi COVID-19," katanya.
Ormas pendukung Jokowi, Projo menilai desakan untuk menjatuhkan presiden dalam demontrasi itu sebagai tindakan inkonstitusional. Sekretaris Jenderal Projo, Handoko mengatakan, desakan itu telah menelikung demokrasi dan mencederai amanah rakyat.
"Projo di garis terdepan dalam melawan setaip usaha inkonstitusional dan antidemokrasi untuk menjatuhkan Presiden Jokowi," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (26/6/2020).( )
Pemerintah sendiri sudah menyatakan menunda pembahasan RUU HIP . Sejumlah ormas Islam, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah, juga menyatakan menolak RUU tersebut. Otomatis dengan keputusan itu, RUU inisiatif DPR itu tidak bisa dibahas lebih lanjut.
Handoko menerangkan, Presiden Jokowi berpendapat RUU HIP masih memerlukan banyak aspirasi masyarakat. Keputusan itu, menurutnya, hasil menelaah masukan masyarakat yang disuarakan berbagai kelompok, termasuk ormas Islam.
"DPR juga mendukung dan memahami (penundaan). Hormati, jaga aspirasi, kehendak dan pilihan rakyat; Jokowi-KMA Presiden dan Wapres 2019-2024," katanya.
Jokowi juga telah bertemu dan menerima masukan sejumlah purnawirawan TNI pada 19 Juni lalu. Salah satu bahasan dalam pertemuan di Istana Merdeka itu adalah RUU HIP.
Projo menyayangkan adanya demonstrasi pada 24 Juni lalu di saat pemerintah sudah menyatakan menunda pembahasan. Selain menyuarakan penolakan, menurut Handoko, juga menuduh Presiden Jokowi mendukung RUU HIP dan harus dimakzulkan. "Demonstrasi basi yang mendesakkan pencopotan presiden itu keterlaluan dan inkonstitusional," ujarnya.( )
Projo mengajak semua elemen masyarakat untuk menyikapi secara kritis setiap gerakan politik yang mengada-ada. "Kami yakin masyarakat sudah dewasa. Apalagi Indonesia sedang prihatin dan membutuhkan kebersamaan dan gotong-royong dalam menghadapi pandemi COVID-19," katanya.
(abd)
tulis komentar anda