Mengakselerasi Birokrasi dan Pelayanan Publik
Kamis, 30 Juni 2022 - 11:23 WIB
Robert Na Endi Jaweng
Anggota Ombudsman RI
PANDEMI Covid-19 sungguh menantang kapabilitas sektor publik kita. Setidaknya sistem kesehatan, fondasi ekonomi, modal sosial dan efektivitas pemerintahan menemui multiplikasi titik uji. Sebagian terbukti tangguh, bahkan makin kokoh, seperti solidaritas kewargaan sebagai basis modal sosial. Sementara pada sisi lain, selain merusak sistem, pandemi juga “berhasil” menguak fakta keras: sejumlah sendi kehidupan publik kita memang sudah lama rusak.
Matra yang terbukti rapuh itu adalah birokrasi sebagai pilar penentu efektivitas pemerintahan. Ini tentu sebuah ironi. Ketika tingkat ekspektasi dan ketergantungan rakyat terhadap negara makin tinggi di masa pandemi, justru unjuk governabilitas dari birokrasi sipil tak bergerak dalam kekuatan penuh. Distribusi vaksin menjadi contoh. Meski sudah dibantu aparat kepolisian, berbagai ormas dan sejumlah parpol, hingga akhir Juni 2022 ini laju vaksinasi dosis-1 menjangkau 96% penduduk, namun dosis-2 tak beranjak dari 80% dan dosis-3 (booster) baru sebatas 23%.
Tipologi Masalah
Ada pandemi atau tidak, birokrasi kita memang memerlukan pembaruan. Pemerintah mematri visi besar reformasi birokrasi berintikan hadirnya pelayanan publik berkelas dunia dan menempatkan transformasi sektor publik sebagai prioritas nasional. Selain tujuan ke dalam (internal organisasi), reformasi birokrasi (governansi) juga didorong menjadi alas bagi ekosistem pembangunan dan mengungkit daya saing di kancah global.
Sejumlah arena perubahan telah perlahan ditata. Penyederhanaan regulasi (deregulasi), debirokratisasi dan digitalisasi (pemerintahan elektronik) terjadi di pusat maupun daerah. Pada fitur deregulasi, sudah banyak peraturan disimplifikasi, termasuk lewat pemakaian teknik legislsasi omnibus. Semua itu menunjukan dapur birokrasi (service manufacturing) mulai berbenah.
Namun aras reformasi struktural di atas serasa masih menemui jalan panjang jika batu ujinya adalah mutu kerja unit layanan dan output yang diterima masyarakat (service delivery).
Survei terbaru Ombudsman RI menunjukan grafik capaian sekaligus seketsa masalah sebagai tantangan perubahan ke depan. Studi di 39 kementerian/lembaga, 34 propinsi dan 508 kabupaten/kota tersebut mengukur kepatuhan birokrasi dan kepuasan publik atas pemenuhan standar layanan dan pencegahan maladministrasi.
Anggota Ombudsman RI
PANDEMI Covid-19 sungguh menantang kapabilitas sektor publik kita. Setidaknya sistem kesehatan, fondasi ekonomi, modal sosial dan efektivitas pemerintahan menemui multiplikasi titik uji. Sebagian terbukti tangguh, bahkan makin kokoh, seperti solidaritas kewargaan sebagai basis modal sosial. Sementara pada sisi lain, selain merusak sistem, pandemi juga “berhasil” menguak fakta keras: sejumlah sendi kehidupan publik kita memang sudah lama rusak.
Matra yang terbukti rapuh itu adalah birokrasi sebagai pilar penentu efektivitas pemerintahan. Ini tentu sebuah ironi. Ketika tingkat ekspektasi dan ketergantungan rakyat terhadap negara makin tinggi di masa pandemi, justru unjuk governabilitas dari birokrasi sipil tak bergerak dalam kekuatan penuh. Distribusi vaksin menjadi contoh. Meski sudah dibantu aparat kepolisian, berbagai ormas dan sejumlah parpol, hingga akhir Juni 2022 ini laju vaksinasi dosis-1 menjangkau 96% penduduk, namun dosis-2 tak beranjak dari 80% dan dosis-3 (booster) baru sebatas 23%.
Tipologi Masalah
Ada pandemi atau tidak, birokrasi kita memang memerlukan pembaruan. Pemerintah mematri visi besar reformasi birokrasi berintikan hadirnya pelayanan publik berkelas dunia dan menempatkan transformasi sektor publik sebagai prioritas nasional. Selain tujuan ke dalam (internal organisasi), reformasi birokrasi (governansi) juga didorong menjadi alas bagi ekosistem pembangunan dan mengungkit daya saing di kancah global.
Sejumlah arena perubahan telah perlahan ditata. Penyederhanaan regulasi (deregulasi), debirokratisasi dan digitalisasi (pemerintahan elektronik) terjadi di pusat maupun daerah. Pada fitur deregulasi, sudah banyak peraturan disimplifikasi, termasuk lewat pemakaian teknik legislsasi omnibus. Semua itu menunjukan dapur birokrasi (service manufacturing) mulai berbenah.
Namun aras reformasi struktural di atas serasa masih menemui jalan panjang jika batu ujinya adalah mutu kerja unit layanan dan output yang diterima masyarakat (service delivery).
Survei terbaru Ombudsman RI menunjukan grafik capaian sekaligus seketsa masalah sebagai tantangan perubahan ke depan. Studi di 39 kementerian/lembaga, 34 propinsi dan 508 kabupaten/kota tersebut mengukur kepatuhan birokrasi dan kepuasan publik atas pemenuhan standar layanan dan pencegahan maladministrasi.
tulis komentar anda