Pemimpin Cendekia dan Tantangan Kepemimpinan 2024
Selasa, 21 Juni 2022 - 10:55 WIB
Narasi politik yang sampai saat ini tersaji banyak hanya berbicara seputar sosok yang tampil di permukaan. Dengan berbagai analisa yang ada mengerucutkannya pada pembahasan peta politik dan potensi para sosok kandidat. Padahal tantangan era saat ini seharusnya dapat diuraikan sehingga karakteristik kepemimpinan yang dibutuhkan menjadi sesuai.
Model dan karakteristik kepemimpinan menjadi parameter dalam menentukan siapa sosok yang dianggap memiliki kesesuaian yang memang benar-benar dibutuhkan saat ini dan masa yang akan datang. Tantangan era yang berkembang dengan melihat apa yang terjadi di masa pandemi Covid-19 adalah lemahnya analisa dan sikap responsif dari para elite pemerintahan. Banyak dari pejabat yang menangani secara langsung ataupun terdampak karena seakan gagap dalam melihat situasi, ada yang meremehkannya atau secara bias menyebut tidak mungkin virus tersebut masuk ke Indonesia karena alasan yang kurang logis misalnya karena makan nasi kucing.
Pada berbagai situasi perlu melihat dan mencerna berbagai informasi dengan baik agar tidak salah langkah dalam mengambil keputusan apalagi bagi kalangan pejabat pemerintahan dengan implikasi yang sangat luas. Dalam teori kebijakan publik secara sederhana apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pemerintah adalah sebuah kebijakan, diamnya pemerintah adalah kebijakan “is whatever government choose to do or not to do” (Thomas R. Dye).
Model dan karakteristik kepemimpinan menjadi parameter dalam menentukan sosok yang dianggap memiliki kesesuaian dan benar-benar dibutuhkan saat ini dan masa yang akan datang. Tantangan era yang terus berkembang setidaknya menunjukkan bagaimana kualitas kepemimpinan lebih penting dibanding memodelisasi sosok yang dipaksakan.
Pemimpin yang dimodelisasi cenderung tampil apik kala di arena panggung layar, tetapi lemah dalam proses dan eksekusi. Sebuah ironi terhadap persoalan kepemimpinan yang terjadi dalam sistem demokrasi di antaranya adalah lemahnya analisa publik dalam melihat aspek kepemimpinan. Pemilih memiliki kecenderungan atas dasar like and dislike atau suka dan tidak suka. Pemilih yang tidak suka dengan si A akan memilih si B, alasannya hanya sebagai anti terhadap si A dan pilihan yang ada hanya si B. Atau memilih si A karena suka, tanpa ada parameter untuk mengukur kualitas kinerja dan kepemimpinannya seperti faktor golongan atau melihat tampilan fisik ganteng/cantik.
Pemimpin Cendekia
Karakter kepemimpinan yang seharusnya digunakan sebagai instrument penting dalam menentukan sosok pemimpin adalah kemampuan pada analisa berpikir yang baik. Pemahaman secara mendasar tentang kerja-kerja kepemimpinan yang terukur dengan data yang akurat mendorong lahirnya kebijakan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi sebagai solusi maupun kebijakan yang dibuat kemudian meminimalkan masalah yang akan timbul.
Istilah sederhana untuk mendeskripsikan kepemimpinan dengan kuaitas analitik serta berbasis data dalam menjalankan kepemimpinannya adalah pemimpin cendekia. Kata cendekia dapat juga disebut ilmuwan atau cerdik pandai. Mereka ini dianggap sebagai sosok yang dengan kemampuan keilmuannya memiliki kedudukan terhormat.
Peran pemikiran dengan menempatkan karakter cendekia dalam standar kepemimpinan bukanlah sesuatu yang baru, banyak pemimpin besar dikenal dengan kemampuan berpikirnya sehingga lahirlah buah pemikiran-pemikiran besar darinya. Identitas cendekia atau dapat disebut juga ilmuwan menempatkan objek kemampuan analisa berpikir dengan dasar data yang akurat sebagai tolok ukur. Karakter ini tidak melekatkan pada labeling individu yang berstatus akademisi semata seperti dosen, profesor atau rektor dan jabatan lainnya di dunia pendidikan.
Sosok pemikir dengan kemampuan mumpuni diharapkan dapat menghasilkan kualitas kepemimpinan yang baik, karena memang produk kepemimpinannya dihasilkan atas kerja pemikiran yang matang, bukan hanya berupa bualan atau janji manis. Ke depan sosok pemimpin cendekia akan banyak lahir sebagai kebutuhan atas solusi permasalahan dalam kepemimpinan yang ada, bukan karena dipaksakan tetapi atas dasar kebutuhan. Dan, rakyat sebagai pemilih yang akan menentukan pilihan di depan pada pemilu dan pilkada 2024.
Model dan karakteristik kepemimpinan menjadi parameter dalam menentukan siapa sosok yang dianggap memiliki kesesuaian yang memang benar-benar dibutuhkan saat ini dan masa yang akan datang. Tantangan era yang berkembang dengan melihat apa yang terjadi di masa pandemi Covid-19 adalah lemahnya analisa dan sikap responsif dari para elite pemerintahan. Banyak dari pejabat yang menangani secara langsung ataupun terdampak karena seakan gagap dalam melihat situasi, ada yang meremehkannya atau secara bias menyebut tidak mungkin virus tersebut masuk ke Indonesia karena alasan yang kurang logis misalnya karena makan nasi kucing.
Pada berbagai situasi perlu melihat dan mencerna berbagai informasi dengan baik agar tidak salah langkah dalam mengambil keputusan apalagi bagi kalangan pejabat pemerintahan dengan implikasi yang sangat luas. Dalam teori kebijakan publik secara sederhana apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pemerintah adalah sebuah kebijakan, diamnya pemerintah adalah kebijakan “is whatever government choose to do or not to do” (Thomas R. Dye).
Model dan karakteristik kepemimpinan menjadi parameter dalam menentukan sosok yang dianggap memiliki kesesuaian dan benar-benar dibutuhkan saat ini dan masa yang akan datang. Tantangan era yang terus berkembang setidaknya menunjukkan bagaimana kualitas kepemimpinan lebih penting dibanding memodelisasi sosok yang dipaksakan.
Pemimpin yang dimodelisasi cenderung tampil apik kala di arena panggung layar, tetapi lemah dalam proses dan eksekusi. Sebuah ironi terhadap persoalan kepemimpinan yang terjadi dalam sistem demokrasi di antaranya adalah lemahnya analisa publik dalam melihat aspek kepemimpinan. Pemilih memiliki kecenderungan atas dasar like and dislike atau suka dan tidak suka. Pemilih yang tidak suka dengan si A akan memilih si B, alasannya hanya sebagai anti terhadap si A dan pilihan yang ada hanya si B. Atau memilih si A karena suka, tanpa ada parameter untuk mengukur kualitas kinerja dan kepemimpinannya seperti faktor golongan atau melihat tampilan fisik ganteng/cantik.
Pemimpin Cendekia
Karakter kepemimpinan yang seharusnya digunakan sebagai instrument penting dalam menentukan sosok pemimpin adalah kemampuan pada analisa berpikir yang baik. Pemahaman secara mendasar tentang kerja-kerja kepemimpinan yang terukur dengan data yang akurat mendorong lahirnya kebijakan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi sebagai solusi maupun kebijakan yang dibuat kemudian meminimalkan masalah yang akan timbul.
Istilah sederhana untuk mendeskripsikan kepemimpinan dengan kuaitas analitik serta berbasis data dalam menjalankan kepemimpinannya adalah pemimpin cendekia. Kata cendekia dapat juga disebut ilmuwan atau cerdik pandai. Mereka ini dianggap sebagai sosok yang dengan kemampuan keilmuannya memiliki kedudukan terhormat.
Peran pemikiran dengan menempatkan karakter cendekia dalam standar kepemimpinan bukanlah sesuatu yang baru, banyak pemimpin besar dikenal dengan kemampuan berpikirnya sehingga lahirlah buah pemikiran-pemikiran besar darinya. Identitas cendekia atau dapat disebut juga ilmuwan menempatkan objek kemampuan analisa berpikir dengan dasar data yang akurat sebagai tolok ukur. Karakter ini tidak melekatkan pada labeling individu yang berstatus akademisi semata seperti dosen, profesor atau rektor dan jabatan lainnya di dunia pendidikan.
Sosok pemikir dengan kemampuan mumpuni diharapkan dapat menghasilkan kualitas kepemimpinan yang baik, karena memang produk kepemimpinannya dihasilkan atas kerja pemikiran yang matang, bukan hanya berupa bualan atau janji manis. Ke depan sosok pemimpin cendekia akan banyak lahir sebagai kebutuhan atas solusi permasalahan dalam kepemimpinan yang ada, bukan karena dipaksakan tetapi atas dasar kebutuhan. Dan, rakyat sebagai pemilih yang akan menentukan pilihan di depan pada pemilu dan pilkada 2024.
tulis komentar anda