Senyawa BPA Berbahaya atau Tidak? Ini Penjelasan Pakar
Sabtu, 18 Juni 2022 - 16:24 WIB
JAKARTA - Kandungan Bisfenol A (BPA) dalam galon guna daur ulang plastik yang terbuat dari Polikarbonat menjadi polemik dalam beberapa waktu terakhir. Senyawa kimia itu diperdebatkan apakah berbahaya atau tidak jika masuk ke dalam tubuh.
Ahli kimia sekaligus pakar polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahmad Zainal Abidin mengatakan, banyak pihak menyamakan antara BPA sebagai zat kimia dan BPA sebagai bahan pembantu dalam pembuatan kemasan pangan dalam bentuk polimer.
Padahal BPA sebagai zat kimia berbeda pengertiannya dengan BPA yang sudah membentuk kemasan. Menurutnya, beberapa pihak hanya melihat dari sisi BPA yang disebut berbahaya bagi kesehatan tanpa memahami bahan bentukannya pada kemasan pangan yang menjadi aman jika digunakan.
Zainal menjelaskan, tidak hanya BPA, semua zat kimia seperti antimon, stiren, dan lain-lain, secara scientific dapat meracuni tubuh jika masuk dalam jumlah banyak. Karenanya, jika zat-zat kimia itu digunakan untuk keperluan pangan, ada pengawasan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebelum diizinkan beredar.
"Jangankan BPA dan Antimon, garam dapur saja terbentuk dari zat-zat kimia berbahaya yaitu Natrium dan Chloride. Dia mengatakan zat Natrium itu berbahaya bahkan bisa jadi peledak. Begitu juga dengan Klor sama berbahayanya dan bahkan bisa menyebabkan kematian bagi orang yang menghirupnya. Tapi, apakah manusia menjadi mati atau berpenyakit saat menggunakan garam dapur ini, kan tidak. Apalagi kita hampir setiap hari menggunakannya," katanya dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (18/6/2022).
Ia menjelaskan, secara kimia, bahan berbahaya ditambah bahan berbahaya itu bisa menghasilkan bahan yang tidak berbahaya, seperti halnya garam dapur, obat, dan polikarbonat. Namun, jika pencampurannya dilakukan secara fisik, artinya tidak ada reaksi kimia yang terjadi, itu akan menjadi dua kali berbahaya.
"Jadi menurut saya, masyarakat harus dikasih pengetahuan yang lengkap supaya tidak lagi takut lagi menggunakan kemasan pangan plastik yang sudah mendapat izin BPOM, sehingga hidup ini menjadi nyaman," katanya.
Pakar Teknologi Produk Polimer/Plastik dari Universitas Indonesia (UI), Prof Mochamad Chalid menegaskan bahwa kemasan pangan yang memiliki izin edar secara disain material bahan bakunya pasti relatif aman digunakan. Karena itu, untuk menuding kemasan berbahaya harus jelas disclaimer-nya seperti apa.
"Jangan kalimat itu kemudian digeneralisir. Harus ada rinciannya, nggak bisa sembarangan. Nah, statement yang seperti itu nggak bisa digunakan untuk publik, kecuali kalau sudah ada data yang jelas," kata Kepala Laboratorium Green Polymer Technology, Fakultas Teknik UI ini.
Ahli kimia sekaligus pakar polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ahmad Zainal Abidin mengatakan, banyak pihak menyamakan antara BPA sebagai zat kimia dan BPA sebagai bahan pembantu dalam pembuatan kemasan pangan dalam bentuk polimer.
Padahal BPA sebagai zat kimia berbeda pengertiannya dengan BPA yang sudah membentuk kemasan. Menurutnya, beberapa pihak hanya melihat dari sisi BPA yang disebut berbahaya bagi kesehatan tanpa memahami bahan bentukannya pada kemasan pangan yang menjadi aman jika digunakan.
Zainal menjelaskan, tidak hanya BPA, semua zat kimia seperti antimon, stiren, dan lain-lain, secara scientific dapat meracuni tubuh jika masuk dalam jumlah banyak. Karenanya, jika zat-zat kimia itu digunakan untuk keperluan pangan, ada pengawasan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebelum diizinkan beredar.
"Jangankan BPA dan Antimon, garam dapur saja terbentuk dari zat-zat kimia berbahaya yaitu Natrium dan Chloride. Dia mengatakan zat Natrium itu berbahaya bahkan bisa jadi peledak. Begitu juga dengan Klor sama berbahayanya dan bahkan bisa menyebabkan kematian bagi orang yang menghirupnya. Tapi, apakah manusia menjadi mati atau berpenyakit saat menggunakan garam dapur ini, kan tidak. Apalagi kita hampir setiap hari menggunakannya," katanya dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (18/6/2022).
Ia menjelaskan, secara kimia, bahan berbahaya ditambah bahan berbahaya itu bisa menghasilkan bahan yang tidak berbahaya, seperti halnya garam dapur, obat, dan polikarbonat. Namun, jika pencampurannya dilakukan secara fisik, artinya tidak ada reaksi kimia yang terjadi, itu akan menjadi dua kali berbahaya.
"Jadi menurut saya, masyarakat harus dikasih pengetahuan yang lengkap supaya tidak lagi takut lagi menggunakan kemasan pangan plastik yang sudah mendapat izin BPOM, sehingga hidup ini menjadi nyaman," katanya.
Pakar Teknologi Produk Polimer/Plastik dari Universitas Indonesia (UI), Prof Mochamad Chalid menegaskan bahwa kemasan pangan yang memiliki izin edar secara disain material bahan bakunya pasti relatif aman digunakan. Karena itu, untuk menuding kemasan berbahaya harus jelas disclaimer-nya seperti apa.
"Jangan kalimat itu kemudian digeneralisir. Harus ada rinciannya, nggak bisa sembarangan. Nah, statement yang seperti itu nggak bisa digunakan untuk publik, kecuali kalau sudah ada data yang jelas," kata Kepala Laboratorium Green Polymer Technology, Fakultas Teknik UI ini.
tulis komentar anda