Sebut Draf RKUHP Masih Bermasalah, Ini 3 Seruan BEM UI
Selasa, 14 Juni 2022 - 07:22 WIB
JAKARTA - Rencana pemerintah dan DPR mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP ) yang tertunda sejak 2019 kembali dipersoalkan. Koordinator Bidang Sosial Politik BEM UI Melki Sedek Huang mengungkapkan draf terakhir KUHP yang bisa diakses publik masih bermasalah.
"Pemerintah dan DPR RI hanya sebatas menginformasikan matriks yang berisikan empat belas isu krusial RKUHP, padahal setidaknya terdapat 24 poin masalah dalam Daftar Inventarisasi Masalah RKUHP versi September 2019 yang diajukan oleh Aliansi Nasional Reformasi KUHP," ujar Melki dalam pernyataan yang dikutip Selasa (13/6/2022).
Tak hanya itu, dalam RDP tersebut, Pemerintah dan DPR RI justru menyepakati untuk langsung membawa RKUHP ke dalam rapat paripurna karena pembahasan tingkat pertama telah dilakukan pada periode sebelumnya.
"Keputusan tersebut sejatinya patut disayangkan mengingat tidak terdapat pembahasan lebih lanjut terhadap substansi RKUHP yang menjunjung tinggi transparansi serta partisipasi publik yang bermakna," kata Melki Sedek Huang.
Ketidakjelasan terkait status draf terbaru RKUHP yang sedang dibahaspun menjadi permasalahan tersendiri, di mana hal ini mengakibatkan publik tidak dapat mengawal dan memantau permasalahan yang terkandung dalam draf terbaru RKUHP.
"RKUHP akan menjadi dasar hukum pidana di Indonesia yang tentunya berdampak langsung pada kehidupan masyarakat luas," tuturnya.
Namun kata dia, masyarakat sama sekali belum mendapatkan akses terhadap draf terbaru RKUHP. Padahal, terdapat banyak poin permasalahan dari draf RKUHP versi September 2019 yang perlu ditinjau dan dibahas bersama secara substansial.
"Tak hanya itu, dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan, Pemerintah dan DPR RI berkewajiban untuk menjamin transparansi dan menjunjung tinggi partisipasi masyarakat sebagai upaya mewujudkan asas-asas umum pemerintahan yang baik, terutama asas keterbukaan," tambah Melki.
"Pemerintah dan DPR RI hanya sebatas menginformasikan matriks yang berisikan empat belas isu krusial RKUHP, padahal setidaknya terdapat 24 poin masalah dalam Daftar Inventarisasi Masalah RKUHP versi September 2019 yang diajukan oleh Aliansi Nasional Reformasi KUHP," ujar Melki dalam pernyataan yang dikutip Selasa (13/6/2022).
Tak hanya itu, dalam RDP tersebut, Pemerintah dan DPR RI justru menyepakati untuk langsung membawa RKUHP ke dalam rapat paripurna karena pembahasan tingkat pertama telah dilakukan pada periode sebelumnya.
"Keputusan tersebut sejatinya patut disayangkan mengingat tidak terdapat pembahasan lebih lanjut terhadap substansi RKUHP yang menjunjung tinggi transparansi serta partisipasi publik yang bermakna," kata Melki Sedek Huang.
Ketidakjelasan terkait status draf terbaru RKUHP yang sedang dibahaspun menjadi permasalahan tersendiri, di mana hal ini mengakibatkan publik tidak dapat mengawal dan memantau permasalahan yang terkandung dalam draf terbaru RKUHP.
"RKUHP akan menjadi dasar hukum pidana di Indonesia yang tentunya berdampak langsung pada kehidupan masyarakat luas," tuturnya.
Namun kata dia, masyarakat sama sekali belum mendapatkan akses terhadap draf terbaru RKUHP. Padahal, terdapat banyak poin permasalahan dari draf RKUHP versi September 2019 yang perlu ditinjau dan dibahas bersama secara substansial.
"Tak hanya itu, dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan, Pemerintah dan DPR RI berkewajiban untuk menjamin transparansi dan menjunjung tinggi partisipasi masyarakat sebagai upaya mewujudkan asas-asas umum pemerintahan yang baik, terutama asas keterbukaan," tambah Melki.
tulis komentar anda