Perlu Ada Proses Hukum untuk Belva dan Taufan agar Tak Dicontoh Milenial lain
Sabtu, 25 April 2020 - 16:57 WIB
JAKARTA - Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menilai mundurnya Andi Taufan Garuda Putra dan Adamas Belva Syah Devara dari jabatan staf khusus (Stafsus) Milenial Presiden Jokowi menandakan tiga hal penting. Pertama, buruknya manajemen Stafsus Presiden.
"Artinya Presidennya memang juga bermasalah tidak mampu me-manage mereka dengan baik," ujar Ubedilah Badrun dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Sabtu (25/4/2020).
Kedua, cara kerja Stafsus tidak mengindahkan prinsip prinsip organisasi dan manajemen modern yang meniscayakan tunduk pada prinsip prinsip good governance. "Tata kelola birokrasi pemerintahan yang baik," ujarnya.
(Baca juga: Stafsus Milenial yang Tersisa Harus Tunjukkan Kinerja, Jangan Bebani Presiden)
Ketiga, menunjukkan Stafsus milenial itu minim integritas. Sebab, kata dia, yang dilakukan Andi Taufan Garuda Putra dan Adamas Belva Syah Devara selain ada semacam conflict of interest juga ada abuse of power.
Dia melanjutkan, ada konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang dalam pekerjaan Taufan dan Belva. Fakta itu menunjukan bahwa Taufan dan Belva cenderung mengabaikan integritas.
"Karena problem tersebut menyangkut pelanggaran hukum (maladministrasi dan dugaan mark up biaya pelatihan), maka untuk pembelajaran bagi anak muda generasi milenial harusnya Andi Taufan dan Belva diproses secara hukum, dibawa ke meja pengadilan," ungkapnya.
Dia menambahkan, jika mengarah pada tindakan pidana sebenarnya , aparat kepolisian bisa saja menangkap sementara yang bersangkutan, Andi Taufan dan Belva. Badrun yang juga sebagai Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (CESPELS) ini berpendapat, proses secara hukum untuk kedua Stafsus milenial itu penting agar memberi pelajaran berharga pada generasi milenial lainnya untuk tidak melakukan perbuatan yang sama.
"Tetapi jika tidak diproses secara hukum maka itu akan menjadi preseden buruk yang akan dicontoh milenial dan melekat pada ingatan milenial bahwa maladministrasi dan proyek akal-akalan itu tidak apa-apa karena tidak dihukum kok," pungkasnya.
Diketahui, Andi Taufan sebelumnya menggunakan kop surat Sekretariat Kabinet untuk kepentingan kerjasama perusahaannya, PT Amartha Mikro Fintek sebagai relawan virus corona terus menuai kritikan. Adapun surat Andi Taufan Garuda Putra itu sebelumnya dikirimkan ke semua camat di Indonesia.
Namun, dia sudah melayangkan permohonan maaf dan menarik kembali surat tersebut. Sementara Adamas Belva mengundurkan diri dari jabatan Stafsus karena polemik keterlibatan perusahaannya, Ruangguru dalam program Kartu Prakerja.
"Artinya Presidennya memang juga bermasalah tidak mampu me-manage mereka dengan baik," ujar Ubedilah Badrun dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Sabtu (25/4/2020).
Kedua, cara kerja Stafsus tidak mengindahkan prinsip prinsip organisasi dan manajemen modern yang meniscayakan tunduk pada prinsip prinsip good governance. "Tata kelola birokrasi pemerintahan yang baik," ujarnya.
(Baca juga: Stafsus Milenial yang Tersisa Harus Tunjukkan Kinerja, Jangan Bebani Presiden)
Ketiga, menunjukkan Stafsus milenial itu minim integritas. Sebab, kata dia, yang dilakukan Andi Taufan Garuda Putra dan Adamas Belva Syah Devara selain ada semacam conflict of interest juga ada abuse of power.
Dia melanjutkan, ada konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang dalam pekerjaan Taufan dan Belva. Fakta itu menunjukan bahwa Taufan dan Belva cenderung mengabaikan integritas.
"Karena problem tersebut menyangkut pelanggaran hukum (maladministrasi dan dugaan mark up biaya pelatihan), maka untuk pembelajaran bagi anak muda generasi milenial harusnya Andi Taufan dan Belva diproses secara hukum, dibawa ke meja pengadilan," ungkapnya.
Dia menambahkan, jika mengarah pada tindakan pidana sebenarnya , aparat kepolisian bisa saja menangkap sementara yang bersangkutan, Andi Taufan dan Belva. Badrun yang juga sebagai Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (CESPELS) ini berpendapat, proses secara hukum untuk kedua Stafsus milenial itu penting agar memberi pelajaran berharga pada generasi milenial lainnya untuk tidak melakukan perbuatan yang sama.
"Tetapi jika tidak diproses secara hukum maka itu akan menjadi preseden buruk yang akan dicontoh milenial dan melekat pada ingatan milenial bahwa maladministrasi dan proyek akal-akalan itu tidak apa-apa karena tidak dihukum kok," pungkasnya.
Diketahui, Andi Taufan sebelumnya menggunakan kop surat Sekretariat Kabinet untuk kepentingan kerjasama perusahaannya, PT Amartha Mikro Fintek sebagai relawan virus corona terus menuai kritikan. Adapun surat Andi Taufan Garuda Putra itu sebelumnya dikirimkan ke semua camat di Indonesia.
Namun, dia sudah melayangkan permohonan maaf dan menarik kembali surat tersebut. Sementara Adamas Belva mengundurkan diri dari jabatan Stafsus karena polemik keterlibatan perusahaannya, Ruangguru dalam program Kartu Prakerja.
(maf)
tulis komentar anda