Kedubes Inggris Kibarkan Bendera LGBT Bentuk Tindakan Provokatif ke Indonesia
Sabtu, 21 Mei 2022 - 17:07 WIB
DEPOK - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana angkat bicara soal pengibaran bendera lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di Kedubes Inggris .
Berdasarkan Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik 1969 apa yang terjadi di area Kedubes suatu negara tidak dapat dipermasalahkan atau diganggu gugat (inviolable) oleh negara penerima karena adanya kekebalan (immunity). Namun, menurutnya, Kedubes suatu negara harus menghormati nilai-nilai moral yang berlaku di negara penerima sehingga tidak memunculkan masalah.
“Di Indonesia isu LGBT belum bisa diterima secara terbuka dan secara moral dianggap bertentangan dengan nilai agama,” ujarnya, Sabtu (21/5/2022).
Ditegaskan dia, bahwa Kedubes Inggris sudah sewajarnya menghormati nilai-nilai moral yang berlaku di Indonesia dan tidak secara terbuka mempromosikan LGBT dalam bentuk pengibaran bendera LGBT. Terlebih lagi alasan yang digunakan oleh Kedubes Inggris yang bermaksud ingin mendengar suara yang beragam terkait isu LGBT, termasuk ingin memahami konteks lokal adalah suatu hal yang absurd.
“Justru pengibaran bendera LGBT dipersepsi oleh sebagian besar publik Indonesia sebagai suatu tindakan provokatif. Provokatif karena Kedubes Inggris tahu bahwa saat ini pemerintah dan rakyat Indonesia yang saat ini berupaya untuk mengkriminalkan kegiatan LGBT dalam RUU KUHP,” tegasnya.
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Kedubes Inggris di atas tentu tidak sesuai dengan fungsi Pasal 3 ayat (1) Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik. Terlebih lagi dengan pengibaran bendera LGBT, Kedubes Inggris tidak sensitif dan berempati pada Pemerintah Indonesia karena publik Indonesia akan menimpakan kemarahannya kepada pemerintahnya atas tindakan pengibaran bendera itu.
“Sebagai tamu tidak seharusnya Kedubes Inggris menambah beban yang harus dipikul oleh Pemerintah Indonesia,” pungkasnya.
Lihat Juga: Prabowo Diundang ke China dan AS: Prinsip Bebas dan Aktif dalam Lanskap Geopolitik Modern
Berdasarkan Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik 1969 apa yang terjadi di area Kedubes suatu negara tidak dapat dipermasalahkan atau diganggu gugat (inviolable) oleh negara penerima karena adanya kekebalan (immunity). Namun, menurutnya, Kedubes suatu negara harus menghormati nilai-nilai moral yang berlaku di negara penerima sehingga tidak memunculkan masalah.
“Di Indonesia isu LGBT belum bisa diterima secara terbuka dan secara moral dianggap bertentangan dengan nilai agama,” ujarnya, Sabtu (21/5/2022).
Ditegaskan dia, bahwa Kedubes Inggris sudah sewajarnya menghormati nilai-nilai moral yang berlaku di Indonesia dan tidak secara terbuka mempromosikan LGBT dalam bentuk pengibaran bendera LGBT. Terlebih lagi alasan yang digunakan oleh Kedubes Inggris yang bermaksud ingin mendengar suara yang beragam terkait isu LGBT, termasuk ingin memahami konteks lokal adalah suatu hal yang absurd.
“Justru pengibaran bendera LGBT dipersepsi oleh sebagian besar publik Indonesia sebagai suatu tindakan provokatif. Provokatif karena Kedubes Inggris tahu bahwa saat ini pemerintah dan rakyat Indonesia yang saat ini berupaya untuk mengkriminalkan kegiatan LGBT dalam RUU KUHP,” tegasnya.
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Kedubes Inggris di atas tentu tidak sesuai dengan fungsi Pasal 3 ayat (1) Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik. Terlebih lagi dengan pengibaran bendera LGBT, Kedubes Inggris tidak sensitif dan berempati pada Pemerintah Indonesia karena publik Indonesia akan menimpakan kemarahannya kepada pemerintahnya atas tindakan pengibaran bendera itu.
“Sebagai tamu tidak seharusnya Kedubes Inggris menambah beban yang harus dipikul oleh Pemerintah Indonesia,” pungkasnya.
Lihat Juga: Prabowo Diundang ke China dan AS: Prinsip Bebas dan Aktif dalam Lanskap Geopolitik Modern
(kri)
tulis komentar anda