Mahfud MD Sebut Islam Wasathiyah Bentengi Indonesia dari Komunisme dan Radikalisme
Selasa, 19 April 2022 - 11:05 WIB
JAKARTA - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamaan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut penerapan Islam Wasathiyah telah membentuk kekuatan komunal di Indonesia. Dengan demikian, komunisme dan ajaran anti Tuhan tak dapat berkembang di Tanah Air.
Mahfud mengatakan, walaupun sempat berkembang dan membentuk partai politik, tapi hal itu tidak berhasil melakukan revolusi dan membentuk diktator proletariat. "Demikian pula dengan radikalisme di negara kita tidak mudah berkembang adalah karena Islam yang diyakini oleh masyarakat Indonesia adalah Islam washatiyah," ujar Mahfud dalam keterangan tertulis, Selasa (19/4/2022).
Dirinya mengungkapkan, saat ini masih terdapat pemikiran dan kelompok radikal di Tanah Air. Kendati demikian, perkembangannya masih dapat dikontrol walaupun kerap kali melakukan bentuk aksi teror yang mengorbankan manusia dan harmoni sosial.
"Jika paham radikalisme ini tidak terkontrol dan menjadi keyakinan mayoritas umat Islam, tentu Indonesia akan dengan mudah menjadi seperti Syiria dan Afghanistan," katanya.
Mahfud menuturkan, untuk mencapai tujuan masyarakat tanpa kelas, komunisme berada di titik ekstrem dengan menghalalkan segala cara. Adapun salah satunya adalah kekuasaan negara harus direbut dengan jalan revolusi oleh kelompok proletar dan kekuasaan yang dimiliki negara proletariat tak boleh dibatasi.
"Sehingga disebut diktator proletariat yang dalam sejarah negara di dunia selalu melahirkan penderitaan dan akhirnya runtuh satu demi satu," katanya.
Radikalisme merupakan suatu yang bertentangan dengan ajaran Islam, dari titik paling prinsipil hingga praktik yang dilakukan. Menurut dia, ajaran Islam meletakkan kebenaran mutlak hanya milik Allah SWT, sedangkan kebenaran manusia bersifat relatif.
Baca juga: BNPT Gandeng PBNU Berantas Radikalisme dan Terorisme
"Oleh karena itu, setiap yang diyakini sebagai kebenaran oleh manusia harus selalu menyisakan ruang untuk melihat dan berdialog dengan kebenaran lain. Hal ini tak berlaku dalam pandangan radikalisme yang berpangkal pada klaim kebenaran tunggal yang ada pada kelompok mereka sendiri," katanya.
"Kelompok lain pasti salah dan harus tunduk pada kebenaran yang mereka yakini. Jika tidak tunduk, maka harus dibinasakan dengan menghalalkan semua cara termasuk penyiksaan dan pembunuhan," katanya.
Mahfud mengatakan, walaupun sempat berkembang dan membentuk partai politik, tapi hal itu tidak berhasil melakukan revolusi dan membentuk diktator proletariat. "Demikian pula dengan radikalisme di negara kita tidak mudah berkembang adalah karena Islam yang diyakini oleh masyarakat Indonesia adalah Islam washatiyah," ujar Mahfud dalam keterangan tertulis, Selasa (19/4/2022).
Dirinya mengungkapkan, saat ini masih terdapat pemikiran dan kelompok radikal di Tanah Air. Kendati demikian, perkembangannya masih dapat dikontrol walaupun kerap kali melakukan bentuk aksi teror yang mengorbankan manusia dan harmoni sosial.
"Jika paham radikalisme ini tidak terkontrol dan menjadi keyakinan mayoritas umat Islam, tentu Indonesia akan dengan mudah menjadi seperti Syiria dan Afghanistan," katanya.
Mahfud menuturkan, untuk mencapai tujuan masyarakat tanpa kelas, komunisme berada di titik ekstrem dengan menghalalkan segala cara. Adapun salah satunya adalah kekuasaan negara harus direbut dengan jalan revolusi oleh kelompok proletar dan kekuasaan yang dimiliki negara proletariat tak boleh dibatasi.
"Sehingga disebut diktator proletariat yang dalam sejarah negara di dunia selalu melahirkan penderitaan dan akhirnya runtuh satu demi satu," katanya.
Radikalisme merupakan suatu yang bertentangan dengan ajaran Islam, dari titik paling prinsipil hingga praktik yang dilakukan. Menurut dia, ajaran Islam meletakkan kebenaran mutlak hanya milik Allah SWT, sedangkan kebenaran manusia bersifat relatif.
Baca juga: BNPT Gandeng PBNU Berantas Radikalisme dan Terorisme
"Oleh karena itu, setiap yang diyakini sebagai kebenaran oleh manusia harus selalu menyisakan ruang untuk melihat dan berdialog dengan kebenaran lain. Hal ini tak berlaku dalam pandangan radikalisme yang berpangkal pada klaim kebenaran tunggal yang ada pada kelompok mereka sendiri," katanya.
"Kelompok lain pasti salah dan harus tunduk pada kebenaran yang mereka yakini. Jika tidak tunduk, maka harus dibinasakan dengan menghalalkan semua cara termasuk penyiksaan dan pembunuhan," katanya.
(abd)
tulis komentar anda