Guru Besar UI: Awas, Dexamethasone Tak Cocok untuk Pencegahan Covid-19
Kamis, 18 Juni 2020 - 12:48 WIB
JAKARTA - Obat dexamethasone mendadak jadi buah bibir karena dianggap mampu menyembuhkan pasien Covid-19 . Namun masyarakat dan tenaga kesehatan, terutama dokter diminta hati-hati dalam menggunakan obat ini.
Hal ini merebak setelah BBC merilis laporan The Ramdomised Evaluation of Covid-19 Therapyy (Recovery) Trial on Dexamethasone dari Universitas Oxford, Inggris.
Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam, riset ini sebenarnya belum dipublikasikan di jurnal kedokteran. Namun, informasi awal efektivitas obat ini sudah dipublikasi.“Dexamethasone menjadi obat pertama yang dapat memperbaiki survival pasien Covid-19,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (18/6/2020).
(Baca:Gugus Tugas Umumkan Lima Kombinasi Obat yang Efektif Hambat Covid-19)
Penelitian dilakukan pada 2104 pasien Covid-19. Mereka mendapatkan dexamethasone sebanyak 6 miligram (mg) per hari baik secara oral atau intra vena selama 10 hari. Para peneliti membandingkan dengan 4.321 pasien yang tidak mendapatkan dexamethasone.
Angka kematian tertinggi terjadi pada pasien yang membutuhkan ventilator dan tidak berikan dexamethasone, yakni sebanyak 41 persen. Pasien yang membutuhkan oksigen yang meninggal sekitar 25 persen dan tidak membutuhkan intervensi repirasi sebanyak 13 persen.
Kondisi berbeda terjadi pada pasien yang mendapatkan dexamethasone. Terjadi penurunan kematian hingga 1/3 kasus yang membutuhkan ventilator dan 1/5 pada kelompok yang mendapatkan oksigen. Uniknya, dexamethasone tidak mempengaruhi kematian pada pasien yang tidak membutuhkan respirasi.
“Jadi jelas dari hasil penelitian ini bahwa dexamethasone mempunyai efek terapi pada pasien Covid-19 dengan infeksi yang berat dan sedang. Tidak mempunyai efek pada pasien covid-19 yang ringan,” terang Ari Fahrial.
(Baca: Ilmuwan Rusia: Protein Kambing dan ASI Mungkin Kunci Perangi Covid-19)
Hal ini merebak setelah BBC merilis laporan The Ramdomised Evaluation of Covid-19 Therapyy (Recovery) Trial on Dexamethasone dari Universitas Oxford, Inggris.
Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam, riset ini sebenarnya belum dipublikasikan di jurnal kedokteran. Namun, informasi awal efektivitas obat ini sudah dipublikasi.“Dexamethasone menjadi obat pertama yang dapat memperbaiki survival pasien Covid-19,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (18/6/2020).
(Baca:Gugus Tugas Umumkan Lima Kombinasi Obat yang Efektif Hambat Covid-19)
Penelitian dilakukan pada 2104 pasien Covid-19. Mereka mendapatkan dexamethasone sebanyak 6 miligram (mg) per hari baik secara oral atau intra vena selama 10 hari. Para peneliti membandingkan dengan 4.321 pasien yang tidak mendapatkan dexamethasone.
Angka kematian tertinggi terjadi pada pasien yang membutuhkan ventilator dan tidak berikan dexamethasone, yakni sebanyak 41 persen. Pasien yang membutuhkan oksigen yang meninggal sekitar 25 persen dan tidak membutuhkan intervensi repirasi sebanyak 13 persen.
Kondisi berbeda terjadi pada pasien yang mendapatkan dexamethasone. Terjadi penurunan kematian hingga 1/3 kasus yang membutuhkan ventilator dan 1/5 pada kelompok yang mendapatkan oksigen. Uniknya, dexamethasone tidak mempengaruhi kematian pada pasien yang tidak membutuhkan respirasi.
“Jadi jelas dari hasil penelitian ini bahwa dexamethasone mempunyai efek terapi pada pasien Covid-19 dengan infeksi yang berat dan sedang. Tidak mempunyai efek pada pasien covid-19 yang ringan,” terang Ari Fahrial.
(Baca: Ilmuwan Rusia: Protein Kambing dan ASI Mungkin Kunci Perangi Covid-19)
Lihat Juga :
tulis komentar anda