Guru Besar UI: Awas, Dexamethasone Tak Cocok untuk Pencegahan Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Obat dexamethasone mendadak jadi buah bibir karena dianggap mampu menyembuhkan pasien Covid-19 . Namun masyarakat dan tenaga kesehatan, terutama dokter diminta hati-hati dalam menggunakan obat ini.
Hal ini merebak setelah BBC merilis laporan The Ramdomised Evaluation of Covid-19 Therapyy (Recovery) Trial on Dexamethasone dari Universitas Oxford, Inggris.
Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam, riset ini sebenarnya belum dipublikasikan di jurnal kedokteran. Namun, informasi awal efektivitas obat ini sudah dipublikasi.“Dexamethasone menjadi obat pertama yang dapat memperbaiki survival pasien Covid-19,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (18/6/2020).
(Baca:Gugus Tugas Umumkan Lima Kombinasi Obat yang Efektif Hambat Covid-19)
Penelitian dilakukan pada 2104 pasien Covid-19. Mereka mendapatkan dexamethasone sebanyak 6 miligram (mg) per hari baik secara oral atau intra vena selama 10 hari. Para peneliti membandingkan dengan 4.321 pasien yang tidak mendapatkan dexamethasone.
Angka kematian tertinggi terjadi pada pasien yang membutuhkan ventilator dan tidak berikan dexamethasone, yakni sebanyak 41 persen. Pasien yang membutuhkan oksigen yang meninggal sekitar 25 persen dan tidak membutuhkan intervensi repirasi sebanyak 13 persen.
Kondisi berbeda terjadi pada pasien yang mendapatkan dexamethasone. Terjadi penurunan kematian hingga 1/3 kasus yang membutuhkan ventilator dan 1/5 pada kelompok yang mendapatkan oksigen. Uniknya, dexamethasone tidak mempengaruhi kematian pada pasien yang tidak membutuhkan respirasi.
“Jadi jelas dari hasil penelitian ini bahwa dexamethasone mempunyai efek terapi pada pasien Covid-19 dengan infeksi yang berat dan sedang. Tidak mempunyai efek pada pasien covid-19 yang ringan,” terang Ari Fahrial.
(Baca: Ilmuwan Rusia: Protein Kambing dan ASI Mungkin Kunci Perangi Covid-19)
Menurutnya, informasi ini penting diketahui oleh masyarakat kedokteran dan umum. “Untuk kasus yang ringan saja tidak efektif, apalagi jika obat ini digunakan untuk pencegahan infeksi Covid-19,” ucapnya.
Pria kelahiran 1966 itu mengungkapkan Dexamethasone selama ini dikenal sebagai obat dewa karena efek terapinya yang cepat. Dexamethasone biasa digunakan untuk orang dengan gatal dan radang.
“Bahkan beberapa kanker kelompok steroid ini menggunakan (dexamethasone) untuk kombinasi dengan obat anti kanker sebagai kemoterapi. Obat golongan steroid ini juga digunakan untuk beberapa kelainan darah, asma, alergi pada mata dan THT,” jelasnya.
(Baca: Berbahaya, Prancis Larang Hydroxychloroquine untuk Obati Covid-19)
Meski disebut obat dewa, dexamethasone mempunyai efek samping. Untuk jangka pendek, biasa pasien akan merasa sakit lambung sampai mual dan muntah. Selain itu, membuat sakit kepala, nafsu makan meningkat, serta sulit tidur dan gelisah.
Efek jangka panjangnya, antara lain, terjadi moon face (wajah bengkak seperti bulan), peningkatan kadar gula darah, tekanan darah meningkat, tulang keropos. Juga menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan terhadap infeksi.
“Obat ini terbukti efektif untuk mengurangi risiko kematian pada pasien Covid-19. Tetapi obat ini mempunyai catatan efek samping yang panjang sehingga harus digunakan sesuai petunjuk dokter,” pungkasnya.
Lihat Juga: KBNU-UI Sampaikan Tausiah Kebangsaan untuk Dukung Guru Besar UI: Kondisinya Sudah Darurat!
Hal ini merebak setelah BBC merilis laporan The Ramdomised Evaluation of Covid-19 Therapyy (Recovery) Trial on Dexamethasone dari Universitas Oxford, Inggris.
Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam, riset ini sebenarnya belum dipublikasikan di jurnal kedokteran. Namun, informasi awal efektivitas obat ini sudah dipublikasi.“Dexamethasone menjadi obat pertama yang dapat memperbaiki survival pasien Covid-19,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (18/6/2020).
(Baca:Gugus Tugas Umumkan Lima Kombinasi Obat yang Efektif Hambat Covid-19)
Penelitian dilakukan pada 2104 pasien Covid-19. Mereka mendapatkan dexamethasone sebanyak 6 miligram (mg) per hari baik secara oral atau intra vena selama 10 hari. Para peneliti membandingkan dengan 4.321 pasien yang tidak mendapatkan dexamethasone.
Angka kematian tertinggi terjadi pada pasien yang membutuhkan ventilator dan tidak berikan dexamethasone, yakni sebanyak 41 persen. Pasien yang membutuhkan oksigen yang meninggal sekitar 25 persen dan tidak membutuhkan intervensi repirasi sebanyak 13 persen.
Kondisi berbeda terjadi pada pasien yang mendapatkan dexamethasone. Terjadi penurunan kematian hingga 1/3 kasus yang membutuhkan ventilator dan 1/5 pada kelompok yang mendapatkan oksigen. Uniknya, dexamethasone tidak mempengaruhi kematian pada pasien yang tidak membutuhkan respirasi.
“Jadi jelas dari hasil penelitian ini bahwa dexamethasone mempunyai efek terapi pada pasien Covid-19 dengan infeksi yang berat dan sedang. Tidak mempunyai efek pada pasien covid-19 yang ringan,” terang Ari Fahrial.
(Baca: Ilmuwan Rusia: Protein Kambing dan ASI Mungkin Kunci Perangi Covid-19)
Menurutnya, informasi ini penting diketahui oleh masyarakat kedokteran dan umum. “Untuk kasus yang ringan saja tidak efektif, apalagi jika obat ini digunakan untuk pencegahan infeksi Covid-19,” ucapnya.
Pria kelahiran 1966 itu mengungkapkan Dexamethasone selama ini dikenal sebagai obat dewa karena efek terapinya yang cepat. Dexamethasone biasa digunakan untuk orang dengan gatal dan radang.
“Bahkan beberapa kanker kelompok steroid ini menggunakan (dexamethasone) untuk kombinasi dengan obat anti kanker sebagai kemoterapi. Obat golongan steroid ini juga digunakan untuk beberapa kelainan darah, asma, alergi pada mata dan THT,” jelasnya.
(Baca: Berbahaya, Prancis Larang Hydroxychloroquine untuk Obati Covid-19)
Meski disebut obat dewa, dexamethasone mempunyai efek samping. Untuk jangka pendek, biasa pasien akan merasa sakit lambung sampai mual dan muntah. Selain itu, membuat sakit kepala, nafsu makan meningkat, serta sulit tidur dan gelisah.
Efek jangka panjangnya, antara lain, terjadi moon face (wajah bengkak seperti bulan), peningkatan kadar gula darah, tekanan darah meningkat, tulang keropos. Juga menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan terhadap infeksi.
“Obat ini terbukti efektif untuk mengurangi risiko kematian pada pasien Covid-19. Tetapi obat ini mempunyai catatan efek samping yang panjang sehingga harus digunakan sesuai petunjuk dokter,” pungkasnya.
Lihat Juga: KBNU-UI Sampaikan Tausiah Kebangsaan untuk Dukung Guru Besar UI: Kondisinya Sudah Darurat!
(muh)