Terorisme dan Problem Kesenjangan Ekonomi Umat
Jum'at, 01 April 2022 - 13:27 WIB
Pembangunan ekonomi tidak bisa lepas dari etika sebab etika mengajarkan bagaimana kita harus berpikir dan berbuat dalam dua batas, yakni benar dan salah. Sesuatu yang salah tetapi dikerjakan berarti tidak etis, begitu juga sebaliknya. Etika Islam yang pertama adalah tauhid, yaitu segala sesuatu yang ada di dunia ini bersumber dari Allah. Namun demikian, segala sesuatu diperuntukkan bagi manusia baik yang di langit maupun yang di bumi (QS Al-Jatsiyah: 13). Etika ini meletakkan ketaqwaan kepada Allah sebagai syarat utama bagi terbukanya rezeki dari Allah (QS Al-A’raf: 96). Manusia yang bertakwa dengan sebenar-benarnya adalah manusia yang berakhlak tinggi yang diharapkan akan menjadi dasar dalam mengemban misi yang diamanatkan oleh Allah.
Praktis, pembangunan ekonomi merupakan proses penggalian sumber-sumber daya alam yang melibatkan sumber daya manusia, ilmu dan teknologi sehingga memberikan manfaat dengan nilai yang lebih tinggi bagi manusia. Pembangunan ekonomi menurut Dusley Seer (2017) dikatakan berhasil jika mampu mengatasi tiga masalah pokok: kemiskinan (pendapatan rendah), pengangguran (kesempatan kerja rendah) dan ketimpangan (distribusi hasil pembangunan tidak merata). Ketiga sasaran pembangunan di atas akan tercapai jika manusia dalam proses pencapaian tujuan pembangunan berpegang pada kisi-kisi yang telah ditegaskan dalam Alquran seperti yang telah diurai sebelumnya.
Saya berpandangan bahwa kemiskinan dan kesenjangan ekonomi merupakan masalah sosial yang mampu memantik siapa pun untuk melakukan aksi terorisme. Terlepas kategorisasi kemiskinan yang ada baik natural maupun struktural, yang jelas salah satu penyebab suburnya terorisme di Indonesia adalah kondisi kehidupan yang susah, kemiskinan absolut dan keterbelakangan ekstrem, yang konon mudah sekali dipengaruhi ideologi kekerasan. Akibatnya, orang-orang yang masuk kategori ini rentan tersusupi doktrin yang ekstrem, pemahaman radikal yang dapat mengarah pada tindakan terorisme, atas nama mencari keadilan sosial ekonomi dengan sedikit bumbu hujjah teks keagamaan.
Alhasil, kerja-kerja penanggulangan aksi terorisme melalui pemberdayaan ekonomi umat memang bukanlah klasifikasi secara mutlak mengingat seseorang berpaham radikal yang mengarah pada tindakan terorisme dipengaruhi oleh banyak motif, dan pemberdayaan ekonomi adalah alternatif solusi untuk penanggulangan tindak terorisme, penanggulangan tindak terorisme tentu sangat beragam, tergantung siapa pelakunya, misalkan aparat negara tentu berbeda cara dalam menanggulangi terorisme dengan para ulama atau akademisi. Masing-masing memiliki cara yang sesuai dengan bidangnya, namun yang jelas dan harus adalah keterpaduan dari setiap elemen masyarakat dalam penanggulangan paham radikalisme terorisme yang dilakukan secara sistematis, terukur, dan berkesinambungan sampai akar permasalahan terselesaikan. Tanpa itu semua, maka kelompok terorisme akan terus berkembang dan mengancam keamanan nasional kita.
Praktis, pembangunan ekonomi merupakan proses penggalian sumber-sumber daya alam yang melibatkan sumber daya manusia, ilmu dan teknologi sehingga memberikan manfaat dengan nilai yang lebih tinggi bagi manusia. Pembangunan ekonomi menurut Dusley Seer (2017) dikatakan berhasil jika mampu mengatasi tiga masalah pokok: kemiskinan (pendapatan rendah), pengangguran (kesempatan kerja rendah) dan ketimpangan (distribusi hasil pembangunan tidak merata). Ketiga sasaran pembangunan di atas akan tercapai jika manusia dalam proses pencapaian tujuan pembangunan berpegang pada kisi-kisi yang telah ditegaskan dalam Alquran seperti yang telah diurai sebelumnya.
Saya berpandangan bahwa kemiskinan dan kesenjangan ekonomi merupakan masalah sosial yang mampu memantik siapa pun untuk melakukan aksi terorisme. Terlepas kategorisasi kemiskinan yang ada baik natural maupun struktural, yang jelas salah satu penyebab suburnya terorisme di Indonesia adalah kondisi kehidupan yang susah, kemiskinan absolut dan keterbelakangan ekstrem, yang konon mudah sekali dipengaruhi ideologi kekerasan. Akibatnya, orang-orang yang masuk kategori ini rentan tersusupi doktrin yang ekstrem, pemahaman radikal yang dapat mengarah pada tindakan terorisme, atas nama mencari keadilan sosial ekonomi dengan sedikit bumbu hujjah teks keagamaan.
Alhasil, kerja-kerja penanggulangan aksi terorisme melalui pemberdayaan ekonomi umat memang bukanlah klasifikasi secara mutlak mengingat seseorang berpaham radikal yang mengarah pada tindakan terorisme dipengaruhi oleh banyak motif, dan pemberdayaan ekonomi adalah alternatif solusi untuk penanggulangan tindak terorisme, penanggulangan tindak terorisme tentu sangat beragam, tergantung siapa pelakunya, misalkan aparat negara tentu berbeda cara dalam menanggulangi terorisme dengan para ulama atau akademisi. Masing-masing memiliki cara yang sesuai dengan bidangnya, namun yang jelas dan harus adalah keterpaduan dari setiap elemen masyarakat dalam penanggulangan paham radikalisme terorisme yang dilakukan secara sistematis, terukur, dan berkesinambungan sampai akar permasalahan terselesaikan. Tanpa itu semua, maka kelompok terorisme akan terus berkembang dan mengancam keamanan nasional kita.
(bmm)
tulis komentar anda