Minyak Goreng Langka, Ketua KPK Dorong Pemerintah Buat Sistem Informasi Neraca Komoditas

Jum'at, 11 Maret 2022 - 10:40 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri angkat bicara mengenai kelangkaan minyak goreng di tengah masyarakat. Dia mendorong agar dibuat sistem nasional neraca komoditas holtikultura. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri angkat bicara mengenai kelangkaan minyak goren g di tengah masyarakat. Dia mendorong agar dibuat sistem nasional neraca komoditas holtikultura.

"Akhirnya tadi pagi saya hubungi Pak Menko Ekonomi, kita ingin sampaikan kajian KPK terkait dengan tata kelola bahan pokok, importasi serta holtikultura. Selain itu saya sampaikan, kita perlu membahas tentang minyak goreng dan gula rafinasi," ujar Firli dalam keterangan yang diterima SINDOnews, Jumat (11/3/2022). Baca juga: Kemendag Diminta Fokus Awasi Distribusi CPO dan Minyak Goreng

Dalam rapat bersama Menko Perekonomian itu turut hadir Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Pertanian, dan Kabulog. Dalam rapat, dia melihat pemerintah sudah mengatur tentang bagaimana mengatasi kelangkaan minyak goreng.



"Pemerintah sudah membuat asumsi, berapa produksi minyak goreng, berapa kebutuhan dan berapa yang bisa menjadi stok. Artinya kalau lihat dari paparan Menteri Perdagangan supply and demand itu cukup, bahkan lebih. Tapi fakta di lapangan kok terjadi kelangkaan, ini hal yang kita bahas tadi," jelasnya.

Firli kemudian menyampaikan beberapa dugaan mengapa minyak goreng langka. Dia menduga bisa saja orang menyimpan karena harga untuk minyak goreng DMO itu lebih rendah daripada harga pasar.

"Ini hanya untuk di nasional. Sementara harga di Indonesia juga lebih rendah lagi bilamana dibandingkan dengan harga di luar negeri. Artinya bisa saja para pemilik perkebunan dan produsen minyak goreng itu bisa bermain karena disparitas harga itu," ungkapnya.

Dugaan lainnya, kata Firli, kemungkinan ada penahanan stok karena harga DMO yang berada di bawah harga pasar. Menurutnya, ini yang harus diatur oleh pemerintah.

"Kemudian, bisa saja dimungkinkan adanya pelaku usaha baru, memanfaatkan harga yang DMO Rp9.300 sementara harga pasar Rp15.300 (selisih Rp6.000). Di sini, pelaku-pelaku yang mencari keuntungan kan bisa," tandasnya.

Karena itu, Firli mendorong dibuatnya sistem informasi terkait dengan neraca komoditas dari mulai hulu sampai hilir seperti Sistem Informasi Pengelolaan Mineral dan Batu bara (Simbara) yang baru diluncurkan baru-baru ini.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More