Wawancara Khusus Konsul Jenderal RI New York, Arifi Saiman: Mengutamakan Inovasi Pelayanan
Rabu, 09 Maret 2022 - 11:34 WIB
Bagaimana kelanjutan forum bisnis yang menjembatani antara pengusaha Indonesia dan investor asal AS?
Pada konferensi G20 pada pertengahan Juni mendatang, kita akan mendatangkan investor potensial yang besar ke Indonesia. Kita akan membawa produsen baterei lithium. Nantinya, kita memproduksi baterei lithium yang bebas nikel. Melaui kerja sama tersebut, hingga pada suatu saat, kita bisa menguasai teknologi ini. Selain itu, kita juga mengundang perwakilan beberapa perusahaan alat kesehatan global dan teknologi digital. Kita juga mencarikan mitra. Nanti ada pertengahan tahun ini, kita akan membawa para investor itu ke Indonesia.
Pada 2021, bulan Agustus lalu, kita membuat forum Indonesian American Business Council. Itu merupakan lembaga baru yang berbeda American Camber yang fokus pada perdagangan. Dengan lembaga baru tersebut, kita bisa identifikasi investasi yang dibutuhkan oleh Indonesia. Selain itu, kita menangani perusahaan Indonesia yang melakukan IPO (penjualan saham perdana) di New York Stock Exchange.
Hubungan Indonesia dan AS memiliki kedekatan. Sebagai masyarakat adidaya, bagaimana mereka melihat Indonesia sekarang?
Kalau kita mau jujur, kita harus membedakan antara warga Amerika yang paham tentang kita, dan Amerika pada umumnya. Banyak orang Amerika belum paham dengan Indonesia. Mereka mengenal mulai Indonesia memang terlambat, begitu mereka mempelajari, mereka akan lebih tahu dari kita.
Sejauh mana tingkat kecintaan warga kita di AS dengan Indonesia?
Yang membedakan WNI di AS dengan WNI negara lain adalah di AS adalah WNI yang berpendidikan dengan pengetahuannya melebih kita. Itu menjadi tantangan. Kalau ada acara, kita mesti hadir. Kita menjaga sensitivitas, biar mereka tidak bisa. Menghadapi masyarakat WNI, kita menekankan kami hadir bukan untuk dilayani, untuk melayani. Kami membuka konsulat selama 24 jam. Kami undang para WNI secara bergelir ke Wisma. Para WNI di AS juga memiliki banyak perkumpulan, seperti batak, sunda, kelompok senior. Selama pandemi, kami juga undang mereka dengan protokol kesehatan.
Kita menggunakan alat fasilitas digital, seperti whatsapp group (WAG) dengan membentuk kelompok. Kita membuat kemudahan untuk kerumuman orang dalam forum digital. Ada kelompok WAG untuk industri fashion, ada chef, ada juga masjid. Bahkan, kita memiliki kelompok pengajian. Sekali mencet, semuanya WNI bisa mendapatkan informasi. Kemudian, mereka menganggap kita sebagai pengayom dan rumah.
Bagaimana kontribusi diaspora ke Indonesia?
Kita tidak melupakan warga diaspora yang tidak lagi memiliki status WNI. Nasionalisme ada di hati, bukan hanya di paspor. Banyak diaspora yang memiliki kecintaan kepada Indonesia. Diaspora kita sangat jago di berbagai bidang. Diaspora tidak memiliki hak (pelayanan), tetapi menjaga hubungan dengan mereka.
Pada konferensi G20 pada pertengahan Juni mendatang, kita akan mendatangkan investor potensial yang besar ke Indonesia. Kita akan membawa produsen baterei lithium. Nantinya, kita memproduksi baterei lithium yang bebas nikel. Melaui kerja sama tersebut, hingga pada suatu saat, kita bisa menguasai teknologi ini. Selain itu, kita juga mengundang perwakilan beberapa perusahaan alat kesehatan global dan teknologi digital. Kita juga mencarikan mitra. Nanti ada pertengahan tahun ini, kita akan membawa para investor itu ke Indonesia.
Pada 2021, bulan Agustus lalu, kita membuat forum Indonesian American Business Council. Itu merupakan lembaga baru yang berbeda American Camber yang fokus pada perdagangan. Dengan lembaga baru tersebut, kita bisa identifikasi investasi yang dibutuhkan oleh Indonesia. Selain itu, kita menangani perusahaan Indonesia yang melakukan IPO (penjualan saham perdana) di New York Stock Exchange.
Hubungan Indonesia dan AS memiliki kedekatan. Sebagai masyarakat adidaya, bagaimana mereka melihat Indonesia sekarang?
Kalau kita mau jujur, kita harus membedakan antara warga Amerika yang paham tentang kita, dan Amerika pada umumnya. Banyak orang Amerika belum paham dengan Indonesia. Mereka mengenal mulai Indonesia memang terlambat, begitu mereka mempelajari, mereka akan lebih tahu dari kita.
Sejauh mana tingkat kecintaan warga kita di AS dengan Indonesia?
Yang membedakan WNI di AS dengan WNI negara lain adalah di AS adalah WNI yang berpendidikan dengan pengetahuannya melebih kita. Itu menjadi tantangan. Kalau ada acara, kita mesti hadir. Kita menjaga sensitivitas, biar mereka tidak bisa. Menghadapi masyarakat WNI, kita menekankan kami hadir bukan untuk dilayani, untuk melayani. Kami membuka konsulat selama 24 jam. Kami undang para WNI secara bergelir ke Wisma. Para WNI di AS juga memiliki banyak perkumpulan, seperti batak, sunda, kelompok senior. Selama pandemi, kami juga undang mereka dengan protokol kesehatan.
Kita menggunakan alat fasilitas digital, seperti whatsapp group (WAG) dengan membentuk kelompok. Kita membuat kemudahan untuk kerumuman orang dalam forum digital. Ada kelompok WAG untuk industri fashion, ada chef, ada juga masjid. Bahkan, kita memiliki kelompok pengajian. Sekali mencet, semuanya WNI bisa mendapatkan informasi. Kemudian, mereka menganggap kita sebagai pengayom dan rumah.
Bagaimana kontribusi diaspora ke Indonesia?
Kita tidak melupakan warga diaspora yang tidak lagi memiliki status WNI. Nasionalisme ada di hati, bukan hanya di paspor. Banyak diaspora yang memiliki kecintaan kepada Indonesia. Diaspora kita sangat jago di berbagai bidang. Diaspora tidak memiliki hak (pelayanan), tetapi menjaga hubungan dengan mereka.
tulis komentar anda