Tetap Waspada Uang Palsu
Sabtu, 05 Maret 2022 - 14:58 WIB
Waspada peredaran uang palsu (upal)! Peringatan ini harus terus didengungkan karena jelang Ramadan dan Lebaran Idulfitri yang lazimnya diiringi dengan melonjaknya transaksi barang-barang konsumen di masyarakat, menjadi peluang bagi sindikat pemalsu mata uang untuk mengedarkan barangnya.
Apalagi di tengah situasi ekonomi yang masih bergejolak. Indikasi bergeraknya sindikat upal terlihat dari dibongkarnya jaringan mereka akhir Februari kemarin.Adalah Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri yang berhasil menangkap 12 pelaku jaringan pengedaran upal, baik mata uang asing maupun rupiah.
Walaupun penangkapan awal terjadi di Kebayoran Baru, tapi ternyata mata rantai sindikat hingga merembet di Jember, Probolinggo dan Surabaya. Berdasar penyelidikan, sindikat yang terungkap ini menyiapkan 1 juta lembar pecahan Rp100.000. Besaran itu belum termasuk upal bermata uang dollar.
Fakta terbongkarnya sindikat upal menunjukkan bahwa mereka tidak pernah habis dan selalu mencari peluang dan memanfaatkan kelengahan masyarakat. Sebelumnya, pada September 2021 lalu, polisi juga telah mengamankan 20 anggota sindikat upal. Sebanyak 16 di antara mereka selama ini beroperasi di wilayah Jakarta, Tangerang dan Bogor, dan baru terbongkar setelah beraksi selama setahun. Sedangkan empat orang lain beroperasi di Demak dan Sukoharjo di Jawa Tengah.
Mereka terus eksis karena ‘bisnis’ upal membawa keuntungan besar dan mudah. Apalagi ruang gerak mereka terbilang sangat lebar karena literasi dan kemampuan masyarakat untuk bisa mendeteksi keberadaan upal masih terbilang rendah. Di sisi lain, transaksi di masyarakat mayoritas masih menggunakan uang tunai. Karena itu bisa dibayangkan, bila sindikat selama setahun sukses beroperasi, berapa besar keuntungan haram yang mereka raup.Besarnya hasil kejahatan yang mereka peroleh sudah barang tentu selaras dengan kerugian yang harus ditanggung.
Data Bareskrim Polri pada 2021 lalu menyebut, tingkat peredaran uang palsu di Tanah Air sebenarnya terbilang relatif kecil dibanding dengan negara lain. Disebutkan, dari satu juta uang rupiah asli, maka hanya tiga lembar di antara adalah upal. Sedangkan untuk mata uang dollar, dari satu juta uang yang beredar, 250 lembar di antaranya upal. Sedangkan di negara lain, dari satu juta lembar uang yang beredar, terdapat 100-200 lembar upal.
Kendati demikian, Polri menegaskan tetap akan memburu sindikat upal. Mengapa? Jawabannya, uang rupiah merupakan simbol kedaulatan negara. Lebih penting lagi adalah uang sebagai alat transaksi, sehingga keabsahannya dan kepercayaan dari masyarakat sebagai pengguna sangat penting.
Secara spesifik, perlindungan aparat terhadap keaslian uang rupiah yang beredar di masyarakat sangat penting, karena selama ini korban terbanyak yang dirugikan adalah masyarakat bawah. Bagaimana tidak, para sindikat upal ini menjadikan pasar tradisional atau pelaku UMKM sebagai target utama peredaran, karena sangat paham karena mereka lah kelompok paling rentan. Karena itu bisa dibayangkan, betapa sedihnya mereka bila hasil transaksi yang tidak seberapa tersebut tertukar dengan upal.Bukan hanya keuntungan yang sirna, modal pun musnah. Tentu sangat memprihatinkan!
Pihak Bank Indonesia (BI) sebenarnya sudah melakukan mitigasi sangat ketat agar uang rupiah yang beredar di masyarakat tidak mudah dipalsukan. Untuk rupiah, ada 11 fitur yang bisa mendeteksi keaslian. Namun, sebagian fitur dimaksud baru bisa diverifikasi di laboratorium. Sedangkan masyarakat hanya bisa melakukan tiga langkah verifikasi, yakni 3 D atau dilihat, diraba dan diterawang. Namun, rendahnya literasi masyarakat masih menjadi kendala untuk mempersempit ruang gerak sindikat.
Langkah BI mendorong implementasi QRIS (Quick Response Code Indonesia Standard) yang berujud uang digital untuk menggantikan uang tunai sebagai langkah strategis. Namun fakta saat ini, penggunaan uang tunai saat ini masih dominan.Apalagi di kalangan pelaku UMKM di daerah.
Karena itulah, BI dan institusi terkait perlu turun langsung ke pasar-pasar di berbagai pelosok Tanah Air dan sentra-sentra UMKM untuk menyosialisasikan pelaksanaan 3 D agar mereka tidak menjadi sasaran sindikat upal. Bila perlu, otoritas terkait juga membuat alat deteksi sederhana dan mudah dioperasikan sebagai laboratorium mini yang bisa mendeteksi secanggih apapun upal.
Apalagi di tengah situasi ekonomi yang masih bergejolak. Indikasi bergeraknya sindikat upal terlihat dari dibongkarnya jaringan mereka akhir Februari kemarin.Adalah Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri yang berhasil menangkap 12 pelaku jaringan pengedaran upal, baik mata uang asing maupun rupiah.
Walaupun penangkapan awal terjadi di Kebayoran Baru, tapi ternyata mata rantai sindikat hingga merembet di Jember, Probolinggo dan Surabaya. Berdasar penyelidikan, sindikat yang terungkap ini menyiapkan 1 juta lembar pecahan Rp100.000. Besaran itu belum termasuk upal bermata uang dollar.
Fakta terbongkarnya sindikat upal menunjukkan bahwa mereka tidak pernah habis dan selalu mencari peluang dan memanfaatkan kelengahan masyarakat. Sebelumnya, pada September 2021 lalu, polisi juga telah mengamankan 20 anggota sindikat upal. Sebanyak 16 di antara mereka selama ini beroperasi di wilayah Jakarta, Tangerang dan Bogor, dan baru terbongkar setelah beraksi selama setahun. Sedangkan empat orang lain beroperasi di Demak dan Sukoharjo di Jawa Tengah.
Mereka terus eksis karena ‘bisnis’ upal membawa keuntungan besar dan mudah. Apalagi ruang gerak mereka terbilang sangat lebar karena literasi dan kemampuan masyarakat untuk bisa mendeteksi keberadaan upal masih terbilang rendah. Di sisi lain, transaksi di masyarakat mayoritas masih menggunakan uang tunai. Karena itu bisa dibayangkan, bila sindikat selama setahun sukses beroperasi, berapa besar keuntungan haram yang mereka raup.Besarnya hasil kejahatan yang mereka peroleh sudah barang tentu selaras dengan kerugian yang harus ditanggung.
Data Bareskrim Polri pada 2021 lalu menyebut, tingkat peredaran uang palsu di Tanah Air sebenarnya terbilang relatif kecil dibanding dengan negara lain. Disebutkan, dari satu juta uang rupiah asli, maka hanya tiga lembar di antara adalah upal. Sedangkan untuk mata uang dollar, dari satu juta uang yang beredar, 250 lembar di antaranya upal. Sedangkan di negara lain, dari satu juta lembar uang yang beredar, terdapat 100-200 lembar upal.
Kendati demikian, Polri menegaskan tetap akan memburu sindikat upal. Mengapa? Jawabannya, uang rupiah merupakan simbol kedaulatan negara. Lebih penting lagi adalah uang sebagai alat transaksi, sehingga keabsahannya dan kepercayaan dari masyarakat sebagai pengguna sangat penting.
Secara spesifik, perlindungan aparat terhadap keaslian uang rupiah yang beredar di masyarakat sangat penting, karena selama ini korban terbanyak yang dirugikan adalah masyarakat bawah. Bagaimana tidak, para sindikat upal ini menjadikan pasar tradisional atau pelaku UMKM sebagai target utama peredaran, karena sangat paham karena mereka lah kelompok paling rentan. Karena itu bisa dibayangkan, betapa sedihnya mereka bila hasil transaksi yang tidak seberapa tersebut tertukar dengan upal.Bukan hanya keuntungan yang sirna, modal pun musnah. Tentu sangat memprihatinkan!
Pihak Bank Indonesia (BI) sebenarnya sudah melakukan mitigasi sangat ketat agar uang rupiah yang beredar di masyarakat tidak mudah dipalsukan. Untuk rupiah, ada 11 fitur yang bisa mendeteksi keaslian. Namun, sebagian fitur dimaksud baru bisa diverifikasi di laboratorium. Sedangkan masyarakat hanya bisa melakukan tiga langkah verifikasi, yakni 3 D atau dilihat, diraba dan diterawang. Namun, rendahnya literasi masyarakat masih menjadi kendala untuk mempersempit ruang gerak sindikat.
Langkah BI mendorong implementasi QRIS (Quick Response Code Indonesia Standard) yang berujud uang digital untuk menggantikan uang tunai sebagai langkah strategis. Namun fakta saat ini, penggunaan uang tunai saat ini masih dominan.Apalagi di kalangan pelaku UMKM di daerah.
Karena itulah, BI dan institusi terkait perlu turun langsung ke pasar-pasar di berbagai pelosok Tanah Air dan sentra-sentra UMKM untuk menyosialisasikan pelaksanaan 3 D agar mereka tidak menjadi sasaran sindikat upal. Bila perlu, otoritas terkait juga membuat alat deteksi sederhana dan mudah dioperasikan sebagai laboratorium mini yang bisa mendeteksi secanggih apapun upal.
(ynt)
tulis komentar anda