Balitbang Demokrat Sebut 29 Juta Suara Terbuang jika Ambang Batas Parlemen Dinaikkan

Senin, 15 Juni 2020 - 08:25 WIB
Kepala Balitbang DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menyatakan, kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold akan membuat banyak suara rakyat menjadi sia-sia. Foto/Dok SINDO
JAKARTA - Kepala Balitbang DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menyatakan, kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) akan membuat banyak suara rakyat menjadi sia-sia.

Jika parliamentary threshold naik menjadi 7 persen, Herzaky memperhitungkan ada 29 juta suara pemilih sah yang bakal terbuang. "Ada wasted vote sebesar 29 juta atau setara seperlima dari suara sah. Besarnya adalah 21,07 persen," ujar Herzaky dalam diskusi Proklamasi Democracy Forum bertema 'RUU Pemilu, Antara Penyederhanaan dan Mempertahankan Keberagaman' yang digelar oleh Badan Penelitian dan Pengembangan DPP Partai Demokrat, Minggu, 14 Juni 2020.

Perhitungan ini merujuk kepada perolehan suara partai-partai politik pada Pemilu 2019. Dengan parliamentary threshold 4 persen, ada tujuh parpol yang tidak lolos ke parlemen. Jika digabung, perolehan suara ketujuh parpol itu mencapai 13,5 juta suara.

Jika ambang batas parlemen menjadi 7 persen, dengan asumsi perolehan suara di Pemilu 2019, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga tidak lolos ke parlemen. Perolehan suara PAN di Pemilu 2019 adalah 6,84 persen (9,5 juta suara), sedangkan PPP adalah 4,52 persen (6,3 juta suara). Padahal, keduanya adalah partai dengan segmen masyarakat Islam. PAN merupakan masyarakat Islam perkotaan dan PPP masyarakat Islam perdesaan. ( ).



Dengan demikian, Herzaky menilai kenaikan ambang batas parlemen akan memberangus keberagaman dan keterwakilan masyarakat di parlemen. Selain itu, dampak negatif lainnya ialah menguatkan pragmatisme dan politik uang karena partai-partai akan berlomba bagaimana bisa lolos.



Dalam diskusi yang sama, Prof Firman Noor dari LIPI menyatakan, usulan kenaikan ambang batas parlemen dari 4 persen ke 7 persen, tidak memiliki dasar pijakan yang jelas. Belum ada identifikasi permasalahan yang jelas dari ambang batas parlemen 4 persen, sehingga dirasa perlu untuk menaikkan ambang batasnya.

Dengan tingginya ambang batas parlemen, dapat menimbulkan problem keberagaman politik, lanjut Firman. Adanya tokoh-tokoh potensial, yang punya komitmen tegas dan jelas dalam memperbaiki kehidupan politik, dan memunculkan alternatif ide, tidak berhasil masuk parlemen karena parpolnya tersungkur oleh ambang batas parlemen yang terlalu tinggi. ( ).

Lanjut Firman, peningkatan ambang batas parlemen merupakan pembatasan hak dan kedaulatan rakyat untuk berkumpul dan membuat institusi bernama partai politik untuk memperjuangkan idealismenya. "Ini karena mereka dihantui oleh ambang batas parlemen yang semakin tinggi."

Firman curiga, mengingat watak dasar penguasa hanya ingin serba cepat saja, mau bernegosiasi dengan semakin sedikit pihak di parlemen setiap ada agenda yang ingin diperjuangkan, dan mungkin adanya kelompok-kelompok kritis yang berasal dari partai-partai kecil, yang bisa mengganggu agendanya, sehingga perlu direduksi keberadaannya di parlemen. "Padahal, dinamika di pemerintahan itu sederhananya tentang how to get power dan how to maintain the power, bukan asal cepat."

Dengan demikian, lanjut Firman, parliamentary threshold yang tinggi tidak saja akan menghapuskan keberagaman politik dan hak rakyat yang berujung pada apatisme, namun juga cenderung mengekalkan konservatisme dan penguatan demokrasi elitis.
(zik)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More