Radikalisme Kuda Troya Politik dan Agama

Kamis, 24 Februari 2022 - 20:11 WIB
Peluncuran buku berjudul Intoleransi dan Radikalisme Kuda Troya Politik dan Agama di Waroeng Sadjoe Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (24/2/2022). FOTO/IST
JAKARTA - Setiap agama pada dasarnya selalu menghargai perbedaan dan melawan segala bentuk kebencian dengan berlabel agama. Makna dasar itu menjadi berbeda karena pemahaman manusia sebagai pemeluk dari tafsir-tafsir agama.

Kejahatan atas naama agama akan selalu terlihat terhormat. Keluarga jadi benteng pertama untuk mencegah penyebarannya.

Demikian ditegaskan Direktur Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi dalam bedah buku yang dia tulis dengan judul "Intoleransi dan Radikalisme Kuda Troya Politik dan Agama" di Waroeng Sadjoe Tebet, Jakarta Selatan," Kamis (24/2/2022). Kegagalan pada pemahaman makna dasar agama, kata Islah, ketika muncul kecimpulan bahwa segala tindak radikalisme selalu berlandaskan pada agama tanpa melihat faktor-faktor lainnya.

"Radikalisme tidak hanya berlandaskan agama, tapi ada juga yang berlandaskan pada ekonomi dan politik," kata Islah.



Memang harus diakui, kata dia, isu agama selalu menarik diberdebatkan. Bahkan, kejahatan yang dilabel dengan agama belakangan seperti satu hal terhormat bagi kelompok tertentu. "Kejahatan atas nama agama akan selalu terlihat terhormat. Karena semua kejahatan yang menggunakan agama sebenarnya hanya ingin menormalisasi kejahatan itu sendiri," katanya.

Sehingga, kata Islah, melalui buku yang dia tulis itu, ada harapan bahwa publik bisa kembali pada konsep awal agama yang membawa pesan kemanusiaan dan kedamaian. "Apa pun agama dan tafsir yang diyakininya, jika dua prinsip ini dijalankan secara utuh maka agama tidak akan melenceng di kalangan penganutnya," katanya.

Baca juga: BNPT Terapkan Konsep Pentahelix dalam Pencegahan Terorisme dan Radikalisme



Hadir pembicara kunci pada bedah buku itu, Penasehat Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Andy Soebjakto. Sebagai penanggap ada Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf, dan Wakil Ketua Khotib Syuriah PWNU DKI Jakarta Taufik Damas.

Sementara Andy Soebjakto mengingatkan soal ancaman adanya algoritma sosial yang memicu benturan sosial dengan berbaju agama terus meningkat. "Media sosial tidak bisa dikontrol, tantangan kita tidak cuma struktural tapi juga ideologi transnasional juga terus masuk, sehingga kita perlu waspada," katanya.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More