Ketua MPR: Jangan Ada Pembiaran Pelanggaran Protokol Kesehatan
Minggu, 14 Juni 2020 - 15:36 WIB
JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengingatkan maraknya pelanggaran protokol kesehatan pada periode Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) jangan sampai menjadi preseden pada era penerapan pola hidup baru atau new normal.
Dia mengingatkan tidak boleh lagi ada pembiaran atas pelanggaran protokol kesehatan karena risikonya sangat besar yang bisa merugikan jutaan orang.
"Saya prihatin dengan besarnya laju pertambahan jumlah pasien Covid-19 dalam beberapa hari terakhir. Laju peningkatan jumlah pasien yang cukup signifikan itu terjadi karena pembiaran atas ketidakpatuhan sekelompok warga pada protokol kesehatan," kata pria yang biasa disapa Bamsoet ini di Jakarta, Minggu (14/6/2020).
Mantan Ketua DPR ini menegaskan data dan kecenderungan pertambahan pasien Covid-19 membuktikan belum efektifnya peran aparatur pemerintah daerah mengawasi dan mengendalikan kepatuhan warga menjalankan protokol kesehatan sepanjang periode penerapan PSBB.
( )
Ketidakpatuhan pada protokol kesehatan terlihat nyata sejak sebelum Hari Raya Idul Fitri, terutama di banyak pasar tradisional maupun di gerbong kereta rel listrik (Commuter Line).
"Kerumunan penjual-pembeli di pasar tradisional dan kepadatan penumpang di gerbong KRL rentan penyebaran Covid-19. Data Tim Komunikasi Gugus Tugas percepatan Penanganan Covid-19 menyebutkan bahwa lebih dari 400 pedagang di 93 pasar tradisional reaktif covid-19," kata politikus Partai Golkar ini.
Menurut dia, ketidakpedulian warga terhadap protokol kesehatan sepanjang periode PSBB bisa menjadi preseden buruk pada era penerapan pola hidup baru. Ketentuan PSBB yang ketat saja tidak dipatuhi, apalagi terhadap ketentuan pola hidup baru dengan sejumlah pelonggaran.
"Karena itu, sebelum dan selama penerapan pola hidup baru, saya mengingatkan aparatur semua pemerintah daerah untuk makin peduli dan tegas dalam mengendalikan pergerakan atau mobilitas warga di ruang publik. Tidak boleh lagi ada pembiaran atas pelanggaran protokol kesehatan, karena risikonya sangat besar," tandas Bamsoet.
Dia mencontohkan Kota Beijing, China harus kembali di-lockdown karena adanya klaster baru Covid-19 di kota itu. Belajar dari pengalaman buruk Beijing, semua elemen masyarakat harus menyukseskan era pola hidup baru.
Dia menegaskan jika pola hidup baru gagal, dan hanya menghadirkan klaster baru Covid-19, bukan tidak mungkin PSBB harus diberlakukan lagi.
"Klaster baru Covid-19 muncul karena ulah segelintir orang yang tidak mematuhi protokol kesehatan. Ketika klaster baru Covid-19 itu harus direpons dengan PSBB lagi, ada jutaan warga yang dirugikan. Mari kita belajar dari akibat maraknya pelangaraan protokol kesehatan sebelum hari raya. Dalam beberapa hari terakhir, laju peningkatan jumlah pasien cukup signifikan. Kecenderungan seperti itu tidak boleh terjadi pada periode penerapan pola hidup baru,’’ tutur Bamsoet.
Lihat Juga: Ketua Umum Parpol Diminta Patuhi Pesan Prabowo Agar Menterinya di Kabinet Tak Main Proyek APBN
Dia mengingatkan tidak boleh lagi ada pembiaran atas pelanggaran protokol kesehatan karena risikonya sangat besar yang bisa merugikan jutaan orang.
"Saya prihatin dengan besarnya laju pertambahan jumlah pasien Covid-19 dalam beberapa hari terakhir. Laju peningkatan jumlah pasien yang cukup signifikan itu terjadi karena pembiaran atas ketidakpatuhan sekelompok warga pada protokol kesehatan," kata pria yang biasa disapa Bamsoet ini di Jakarta, Minggu (14/6/2020).
Mantan Ketua DPR ini menegaskan data dan kecenderungan pertambahan pasien Covid-19 membuktikan belum efektifnya peran aparatur pemerintah daerah mengawasi dan mengendalikan kepatuhan warga menjalankan protokol kesehatan sepanjang periode penerapan PSBB.
( )
Ketidakpatuhan pada protokol kesehatan terlihat nyata sejak sebelum Hari Raya Idul Fitri, terutama di banyak pasar tradisional maupun di gerbong kereta rel listrik (Commuter Line).
"Kerumunan penjual-pembeli di pasar tradisional dan kepadatan penumpang di gerbong KRL rentan penyebaran Covid-19. Data Tim Komunikasi Gugus Tugas percepatan Penanganan Covid-19 menyebutkan bahwa lebih dari 400 pedagang di 93 pasar tradisional reaktif covid-19," kata politikus Partai Golkar ini.
Menurut dia, ketidakpedulian warga terhadap protokol kesehatan sepanjang periode PSBB bisa menjadi preseden buruk pada era penerapan pola hidup baru. Ketentuan PSBB yang ketat saja tidak dipatuhi, apalagi terhadap ketentuan pola hidup baru dengan sejumlah pelonggaran.
"Karena itu, sebelum dan selama penerapan pola hidup baru, saya mengingatkan aparatur semua pemerintah daerah untuk makin peduli dan tegas dalam mengendalikan pergerakan atau mobilitas warga di ruang publik. Tidak boleh lagi ada pembiaran atas pelanggaran protokol kesehatan, karena risikonya sangat besar," tandas Bamsoet.
Dia mencontohkan Kota Beijing, China harus kembali di-lockdown karena adanya klaster baru Covid-19 di kota itu. Belajar dari pengalaman buruk Beijing, semua elemen masyarakat harus menyukseskan era pola hidup baru.
Dia menegaskan jika pola hidup baru gagal, dan hanya menghadirkan klaster baru Covid-19, bukan tidak mungkin PSBB harus diberlakukan lagi.
"Klaster baru Covid-19 muncul karena ulah segelintir orang yang tidak mematuhi protokol kesehatan. Ketika klaster baru Covid-19 itu harus direpons dengan PSBB lagi, ada jutaan warga yang dirugikan. Mari kita belajar dari akibat maraknya pelangaraan protokol kesehatan sebelum hari raya. Dalam beberapa hari terakhir, laju peningkatan jumlah pasien cukup signifikan. Kecenderungan seperti itu tidak boleh terjadi pada periode penerapan pola hidup baru,’’ tutur Bamsoet.
Lihat Juga: Ketua Umum Parpol Diminta Patuhi Pesan Prabowo Agar Menterinya di Kabinet Tak Main Proyek APBN
(dam)
tulis komentar anda