Tembus 5 Juta Kasus, Pandemi Belum Selesai
Jum'at, 18 Februari 2022 - 11:42 WIB
PANDEMI Covid-19 tampaknya belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Bahkan, dalam beberapa hari terakhir, angka kasus positif terus mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Data ini sudah seharusnya menjadi bahan pertimbangan pemerintah dan stakeholder terkait untuk kembali menerapkan kebijakan yang ketat agar penyebaran Covid-19 bisa ditekan seminimal mungkin.
Kalau kita merujuk data Kamis (17/2/2022), kasus Covid-19 di Indonesia sudah menembus angka 5 juta untuk pertama kalinya. Secara detail bisa disebutkan pada Kamis (17/2), penambahan kasus positif berjumlah 63.956 kasus, sehingga secara total kasus Covid-19 dari sejak awal sudah mencapai 5.030.002. Dari total angka tersebut, kasus sembuh sebanyak 4.414.306 jiwa. Adapun kasus meninggal jumlahnya 145.828 jiwa.
Selain angka positif yang terus merangkak naik, yang harus menjadi perhatian serius adalah kasus kematian akibat Covid-19. Pada hari yang sama, jumlah kasus kematian karena virus corona mencapai 206 jiwa. Angka ini merupakan penambahan tertinggi selama 2022. Kalau disisir lebih jauh, kasus kematian Covid-19 paling tinggi disumbang oleh DKI Jakarta sebanyak 64 kasus, disusul Jawa Tengah (32 kasus), Jawa Timur (26 kasus), Jawa Timur (26 kasus), dan Jawa Barat (13 kasus).
Data di atas seharusnya sudah menjadi warning serius bagi pemerintah untuk bertindak cepat agar bisa mengatasi kenaikan Covid-19 sebelum nantinya dikhawatirkan menjadi tidak terkendali. Di banyak rumah sakit termasuk di daerah-daerah, ruang perawatan sudah mulai terisi lagi dengan pasien Covid-19. Misalnya, para pasien Covid-19 di Kota Bogor, Jawa Barat, sudah mulai memadati rumah sakit. Begitu juag di Kendal, Jawa Tengah, sejumlah rumah sakit mulai dipenuhi pasien Covid-19. Sementara jumlah pasien Covid-19 di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran bertambah 659 orang dalam sehari pada Kamis (17/2/2022), sehingga totalnya mencapai 3.947 pasien.
Boleh saja, pemerintah punya jurus untuk menggenjot vaksinasi bahkan booster untuk masyarakat, namun kebijakan lain juga harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh.
Satu hal yang positif adalah pemerintah sebenarnya sudah menyadari bahwa saat ini Indonesia sedang memasuki gelombang ketiga Covid-19. Namun, secara kebijakan dan implementasi di lapangan dirasakan sangat kurang dalam hal ketegasan terutama dalam menegakkan protokol kesehatan (prokes) bagi seluruh masyarakat. Kita lihat betapa masyarakat begitu bebasnya dalam beraktivitas terutama di daerah-daerah. Mungkin di mal-mal besar di Jakarta, prokes sangat ketat diterapkan seperti di Plaza Indonesia, Plaza Senayan, Pondok Indah Mall. Mereka tegas kepada pengunjung yang tidak menerapkan prokes tidak boleh masuk ke mal.
Namun, bagaimana dengan pasar tradisional? Boleh dikatakan mayoritas pasar tradisional baik di Jakarta maupun di daerah, hampir tidak menerapkan prokes yang ketat. Bahkan, mereka seperti menganggap sudah seperti kondisi normal. Yang memakai masker bisa dihitung dengan jari. Tentu saja, hal ini sangat ironi dan mengkhawatirkan. Di satu sisi, kita ingin Covid-19 segera hilang, di sisi lain pemerintah tidak mau tegas dalam menerapkan prokes. Selama pemerintah memberikan ruang untuk melanggar, masyarakat tidak akan mau disiplin dalam menaati aturan. Intinya, pemerintah perlu tegas dalam menjaga agar Covid-19 jenis Omicron ini tidak merajalela tanpa kendali. Seperti kita tahu bersama bahwa varian baru dari Afrika Selatan ini lebih cepat menular dibanding pendahulunya, varian Delta. Meskipun daya rusaknya tidak sehebat Delta, tetap saja Omicron masih sangat membahayakan, terutama bagi orang-orang yang punya penyakit tertentu. Terbukti angka kematian dalam satu hari mencapai di atas 200 jiwa pada Kamis(17/2).
Apalagi, dalam sejumlah kesempatan, ada pejabat tinggi yang mempersilakan masyarakat yang sudah dua kali divaksin, apalagi sudah menerima suntikan booster boleh beraktivitas di luar dengan menjaga prokes. Alasannya karena sekitar 60% kasus meninggal karena belum divaksin. Pernyataan ini seakan menjadi ‘’pembenaran’’ bagi masyarakat untuk beraktivitas normal. Meskipun sudah diminta menjaga prokes dengan sosialisasi yang gencar, sulit rasanya bagi masyarakat untuk menaatinya tanpa ada upaya ‘’paksa’’ dari pemerintah.
Pemerintah sebaiknya tidak main-main lagi dalam penerapan kebijakan untuk mengatasi dampak pandemi seperti di awal tahun lalu. Karena taruhannya sangat vital, nasib ratusan jiwa penduduk Indonesia. Di dunia pendidikan, pemerintah sebaiknya juga tidak ambil risiko untuk menggelar pertemuan tatap muka. Pembelajaran daring memang tidak ideal bagi kemajuan siswa, namun saat ini merupakan pilihan terbaik.
Kalau kita merujuk data Kamis (17/2/2022), kasus Covid-19 di Indonesia sudah menembus angka 5 juta untuk pertama kalinya. Secara detail bisa disebutkan pada Kamis (17/2), penambahan kasus positif berjumlah 63.956 kasus, sehingga secara total kasus Covid-19 dari sejak awal sudah mencapai 5.030.002. Dari total angka tersebut, kasus sembuh sebanyak 4.414.306 jiwa. Adapun kasus meninggal jumlahnya 145.828 jiwa.
Selain angka positif yang terus merangkak naik, yang harus menjadi perhatian serius adalah kasus kematian akibat Covid-19. Pada hari yang sama, jumlah kasus kematian karena virus corona mencapai 206 jiwa. Angka ini merupakan penambahan tertinggi selama 2022. Kalau disisir lebih jauh, kasus kematian Covid-19 paling tinggi disumbang oleh DKI Jakarta sebanyak 64 kasus, disusul Jawa Tengah (32 kasus), Jawa Timur (26 kasus), Jawa Timur (26 kasus), dan Jawa Barat (13 kasus).
Data di atas seharusnya sudah menjadi warning serius bagi pemerintah untuk bertindak cepat agar bisa mengatasi kenaikan Covid-19 sebelum nantinya dikhawatirkan menjadi tidak terkendali. Di banyak rumah sakit termasuk di daerah-daerah, ruang perawatan sudah mulai terisi lagi dengan pasien Covid-19. Misalnya, para pasien Covid-19 di Kota Bogor, Jawa Barat, sudah mulai memadati rumah sakit. Begitu juag di Kendal, Jawa Tengah, sejumlah rumah sakit mulai dipenuhi pasien Covid-19. Sementara jumlah pasien Covid-19 di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran bertambah 659 orang dalam sehari pada Kamis (17/2/2022), sehingga totalnya mencapai 3.947 pasien.
Boleh saja, pemerintah punya jurus untuk menggenjot vaksinasi bahkan booster untuk masyarakat, namun kebijakan lain juga harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh.
Satu hal yang positif adalah pemerintah sebenarnya sudah menyadari bahwa saat ini Indonesia sedang memasuki gelombang ketiga Covid-19. Namun, secara kebijakan dan implementasi di lapangan dirasakan sangat kurang dalam hal ketegasan terutama dalam menegakkan protokol kesehatan (prokes) bagi seluruh masyarakat. Kita lihat betapa masyarakat begitu bebasnya dalam beraktivitas terutama di daerah-daerah. Mungkin di mal-mal besar di Jakarta, prokes sangat ketat diterapkan seperti di Plaza Indonesia, Plaza Senayan, Pondok Indah Mall. Mereka tegas kepada pengunjung yang tidak menerapkan prokes tidak boleh masuk ke mal.
Namun, bagaimana dengan pasar tradisional? Boleh dikatakan mayoritas pasar tradisional baik di Jakarta maupun di daerah, hampir tidak menerapkan prokes yang ketat. Bahkan, mereka seperti menganggap sudah seperti kondisi normal. Yang memakai masker bisa dihitung dengan jari. Tentu saja, hal ini sangat ironi dan mengkhawatirkan. Di satu sisi, kita ingin Covid-19 segera hilang, di sisi lain pemerintah tidak mau tegas dalam menerapkan prokes. Selama pemerintah memberikan ruang untuk melanggar, masyarakat tidak akan mau disiplin dalam menaati aturan. Intinya, pemerintah perlu tegas dalam menjaga agar Covid-19 jenis Omicron ini tidak merajalela tanpa kendali. Seperti kita tahu bersama bahwa varian baru dari Afrika Selatan ini lebih cepat menular dibanding pendahulunya, varian Delta. Meskipun daya rusaknya tidak sehebat Delta, tetap saja Omicron masih sangat membahayakan, terutama bagi orang-orang yang punya penyakit tertentu. Terbukti angka kematian dalam satu hari mencapai di atas 200 jiwa pada Kamis(17/2).
Apalagi, dalam sejumlah kesempatan, ada pejabat tinggi yang mempersilakan masyarakat yang sudah dua kali divaksin, apalagi sudah menerima suntikan booster boleh beraktivitas di luar dengan menjaga prokes. Alasannya karena sekitar 60% kasus meninggal karena belum divaksin. Pernyataan ini seakan menjadi ‘’pembenaran’’ bagi masyarakat untuk beraktivitas normal. Meskipun sudah diminta menjaga prokes dengan sosialisasi yang gencar, sulit rasanya bagi masyarakat untuk menaatinya tanpa ada upaya ‘’paksa’’ dari pemerintah.
Pemerintah sebaiknya tidak main-main lagi dalam penerapan kebijakan untuk mengatasi dampak pandemi seperti di awal tahun lalu. Karena taruhannya sangat vital, nasib ratusan jiwa penduduk Indonesia. Di dunia pendidikan, pemerintah sebaiknya juga tidak ambil risiko untuk menggelar pertemuan tatap muka. Pembelajaran daring memang tidak ideal bagi kemajuan siswa, namun saat ini merupakan pilihan terbaik.
(bmm)
tulis komentar anda