Dugaan Korupsi Perikanan Indonesia, Negara Rugi Rp177 Miliar dan USD279.891
Selasa, 15 Februari 2022 - 09:00 WIB
JAKARTA - Kerugian negara dalam dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan usaha Perusahaan Umum Perikanan Indonesia ( Perum Perindo ) periode 2016-2019 mencapai Rp176,8 miliar dan US$279.891. Hal itu setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan hasil perhitungan kerugian negara pada penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum pada Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer mengatakan, BPK juga menemukan adanya dugaan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan perusahaan milik negara itu yang membuat kerugian besar negara.
"Penyimpangan tersebut, mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara pada Perum Perikanan Indonesia sebesar Rp176.810.167.066,00 dan USD279,891.50," kata Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan tertulis, Selasa (15/2/2022).
Dalam perkara ini, tim penyidik telah menetapkan tujuh orang tersangka, salah satunya Syahril Japarin selaku Direktur Utama periode 2016-2017. Kemudian, Wenny Prihatini selaku mantan Vice President Perdagangan, Penangkapan dan Pengelolaan.
Dari luar Perindo, Rianto Utomo selaku Direktur Utama PT Global Prima Sentosa. Direktur PT Kemilau Bintang Timur, Lalam Sarlam. Direktur PT Prima Pangan Madani, Nabil M Basyuni. Terakhir, tersangka dengan inisial IG.
Tim penyidik telah melakukan pelimpahan barang bukti dan tersangka kepada penuntut umum. Penuntut umum telah menyatakan berkas perkara para tersangka lengkap atau P21.
Kasus korupsi ini bermula saat Syahril Japarin memimpin Perum Perindo pada 2017, lalu menerbitkan surat utang jangka menengah atau medium term notes (MTN).
Dana yang diperoleh Rp200 miliar yang terdiri dari Sertifikat Jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia Tahun 2017 - Seri A dan Sertifikat Jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia Tahun 2017 - Seri B.
MTN tersebut digunakan untuk pembiayaan di bidang perikanan tangkap. Namun, faktanya penggunaan dana MTN Seri A dan seri B tidak digunakan sesuai dengan peruntukkan sebagaimana prospek atau tujuan penerbitan MTN seri A dan seri B.
MTN seri A dan seri B, sebagaimana maksud, sebagian besar malah digunakan untuk bisnis perdagangan ikan yang dikelola oleh Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan Ikan atau Strategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang dipimpin oleh Wenny Prihatini.
Namun, kontrol Perum Perindo melemah saat pemilihan mitra kerja. Hal itu menjadikan perdagangan dan perputaran modal kerjanya melambat. Akibatnya, membuat sebagian besar piutang macet hingga Rp118,1 miliar.
Kepala Pusat Penerangan Hukum pada Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer mengatakan, BPK juga menemukan adanya dugaan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan perusahaan milik negara itu yang membuat kerugian besar negara.
"Penyimpangan tersebut, mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara pada Perum Perikanan Indonesia sebesar Rp176.810.167.066,00 dan USD279,891.50," kata Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan tertulis, Selasa (15/2/2022).
Dalam perkara ini, tim penyidik telah menetapkan tujuh orang tersangka, salah satunya Syahril Japarin selaku Direktur Utama periode 2016-2017. Kemudian, Wenny Prihatini selaku mantan Vice President Perdagangan, Penangkapan dan Pengelolaan.
Dari luar Perindo, Rianto Utomo selaku Direktur Utama PT Global Prima Sentosa. Direktur PT Kemilau Bintang Timur, Lalam Sarlam. Direktur PT Prima Pangan Madani, Nabil M Basyuni. Terakhir, tersangka dengan inisial IG.
Tim penyidik telah melakukan pelimpahan barang bukti dan tersangka kepada penuntut umum. Penuntut umum telah menyatakan berkas perkara para tersangka lengkap atau P21.
Kasus korupsi ini bermula saat Syahril Japarin memimpin Perum Perindo pada 2017, lalu menerbitkan surat utang jangka menengah atau medium term notes (MTN).
Dana yang diperoleh Rp200 miliar yang terdiri dari Sertifikat Jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia Tahun 2017 - Seri A dan Sertifikat Jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia Tahun 2017 - Seri B.
MTN tersebut digunakan untuk pembiayaan di bidang perikanan tangkap. Namun, faktanya penggunaan dana MTN Seri A dan seri B tidak digunakan sesuai dengan peruntukkan sebagaimana prospek atau tujuan penerbitan MTN seri A dan seri B.
MTN seri A dan seri B, sebagaimana maksud, sebagian besar malah digunakan untuk bisnis perdagangan ikan yang dikelola oleh Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan Ikan atau Strategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang dipimpin oleh Wenny Prihatini.
Namun, kontrol Perum Perindo melemah saat pemilihan mitra kerja. Hal itu menjadikan perdagangan dan perputaran modal kerjanya melambat. Akibatnya, membuat sebagian besar piutang macet hingga Rp118,1 miliar.
(muh)
tulis komentar anda