Masih Krisis Pandemi, Senator Ini Minta Dana Pilkada Dialihkan untuk Corona
Jum'at, 12 Juni 2020 - 19:10 WIB
JAKARTA - Anggota Komite I DPD RI, Abraham Liyanto meminta agar Pilkada Serentak yang dijadwalkan digelar pada 9 Desember 2020 diundur ke tahun 2021. Abraham meminta Pilkada serentak tidak dipaksakan digelar di tengah pandemi virus Corona (Covid-19) karena bisa melahirkan kerugian lebih banyak, terutama menyangkut jiwa manusia.
(Baca juga: Dorong Parliamentary Threshold 7%, Golkar Usulkan 9 Hal di RUU Pemilu)
"Kenapa harus dipaksa sih? Ini kan pandemi. Kenapa enggak tunggu reda dulu. Ini menyangkut nyawa manusia," ujar Abraham di Jakarta, Jumat (12/6/2020).
(Baca juga: Partai Berkarya Usul Parliamentary dan Presidential Threshold Dihapus)
Menurut dia, anggaran sekitar Rp10 triliun untuk Pilkada dialihkan untuk penanganan Covid-19. Kata dia, dana itu bisa membantu masyarakat miskin, membiayai yang sakit dan membeli Alat Pelindung Diri (APD) untuk petugas kesehatan.
"Dana sebesar ini akan sangat bermanfaat bagi daerah apabila dapat digunakan untuk penanganan pandemi dan pemulihan dampak Covid-19 bagi masyarakat daerah," kata Abraham, senator asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini.
Abraham yang sudah tiga periode menjadi anggota DPD ini mengatakan, Komite I DPD sudah menyatakan sikap menolak pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020. Alasannya, Pilkada diyakini bakal merusak makna dan kualitas demokrasi sebagai sarana untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat karena tidak memperhatikan aspek sosio-ekonomi dan kesehatan masyarakat.
"Pandemi telah berdampak meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda. Kemudian meluasnya cakupan wilayah yang terkena bencana, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas di Indonesia. Maka dalam kondisi seperti ini, Pilkada hendaknya ditunda supaya tidak menimbulkan lebih banyak lagi korban jiwa," ucap Abraham.
Dia melanjutkan, dana Rp10 Triliun sebaiknya digunakan untuk membangun infrastruktur jaringan komunikasi. Hal tersebut bisa membantu pelaksanaan Pemilu atau Pilkada lewat sistem E-Rekap atau E-Voting. Kedua model itu bisa melahirkan Pemilu atau Pilkada yang lebih baik dan berkualitas.
"Dana Rp10 Triliun bisa digunakan untuk memperbaiki data jumlah penduduk atau Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang masih kacau. Atau membangun satelit ruang angkasa agar bisa perbaiki sistem dan data Pemilu atau Pilkada kita. Kelemahan besar bangsa ini selama ini adalah soal data. Dengan menggunakan digitalisasi, kelemahan itu bisa diatasi," kata ketua kamar dagang dan industri (Kadin) Provinsi NTT ini.
Lihat Juga: Keluarga Tiga Eks Bupati Tegal Bersatu Dukung Bima-Mujab, Hadiri Kampanye Akbar Hajatan Bisa Dadi 1
(Baca juga: Dorong Parliamentary Threshold 7%, Golkar Usulkan 9 Hal di RUU Pemilu)
"Kenapa harus dipaksa sih? Ini kan pandemi. Kenapa enggak tunggu reda dulu. Ini menyangkut nyawa manusia," ujar Abraham di Jakarta, Jumat (12/6/2020).
(Baca juga: Partai Berkarya Usul Parliamentary dan Presidential Threshold Dihapus)
Menurut dia, anggaran sekitar Rp10 triliun untuk Pilkada dialihkan untuk penanganan Covid-19. Kata dia, dana itu bisa membantu masyarakat miskin, membiayai yang sakit dan membeli Alat Pelindung Diri (APD) untuk petugas kesehatan.
"Dana sebesar ini akan sangat bermanfaat bagi daerah apabila dapat digunakan untuk penanganan pandemi dan pemulihan dampak Covid-19 bagi masyarakat daerah," kata Abraham, senator asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini.
Abraham yang sudah tiga periode menjadi anggota DPD ini mengatakan, Komite I DPD sudah menyatakan sikap menolak pelaksanaan Pilkada 9 Desember 2020. Alasannya, Pilkada diyakini bakal merusak makna dan kualitas demokrasi sebagai sarana untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat karena tidak memperhatikan aspek sosio-ekonomi dan kesehatan masyarakat.
"Pandemi telah berdampak meningkatnya jumlah korban dan kerugian harta benda. Kemudian meluasnya cakupan wilayah yang terkena bencana, serta menimbulkan implikasi pada aspek sosial ekonomi yang luas di Indonesia. Maka dalam kondisi seperti ini, Pilkada hendaknya ditunda supaya tidak menimbulkan lebih banyak lagi korban jiwa," ucap Abraham.
Dia melanjutkan, dana Rp10 Triliun sebaiknya digunakan untuk membangun infrastruktur jaringan komunikasi. Hal tersebut bisa membantu pelaksanaan Pemilu atau Pilkada lewat sistem E-Rekap atau E-Voting. Kedua model itu bisa melahirkan Pemilu atau Pilkada yang lebih baik dan berkualitas.
"Dana Rp10 Triliun bisa digunakan untuk memperbaiki data jumlah penduduk atau Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang masih kacau. Atau membangun satelit ruang angkasa agar bisa perbaiki sistem dan data Pemilu atau Pilkada kita. Kelemahan besar bangsa ini selama ini adalah soal data. Dengan menggunakan digitalisasi, kelemahan itu bisa diatasi," kata ketua kamar dagang dan industri (Kadin) Provinsi NTT ini.
Lihat Juga: Keluarga Tiga Eks Bupati Tegal Bersatu Dukung Bima-Mujab, Hadiri Kampanye Akbar Hajatan Bisa Dadi 1
(maf)
tulis komentar anda