Kasus Terorisme Munarman, Polri Harus Ungkap Tuntas hingga Dalangnya
Kamis, 27 Januari 2022 - 06:58 WIB
JAKARTA - Sidang kasus terorisme Munarman menguak fakta mengejutkan. Saksi persidangan sekaligus merupakan anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Koswara, mengaku mengirimkan anggota Front Pembela Islam ke ISIS pada 2015.
Koswara menyampaikan pengakuannya saat diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana terorisme yang menjerat mantan Sekretaris Umum FPI Munarman di Pengadilan Negeri Jakarta Timur
Analis intelijen dan terorisme Stanislaus Riyanta menilai, Polri harus mengusut tuntas pernyataan Koswara tersebut. “Polri harus bertindak cepat dengan mengusut pernyataan tersebut. Jika benar memang ada pengiriman anggota FPI ke ISIS, maka harus dilacak kembali siapa yang memerintahkan pengiriman, sumber dananya dari siapa, atas persetujuan siapa. Ini harus dicari hingga aktor intelektualnya," kata Stanislaus, Kamis (27/1/2022).
Koswara dalam kesaksiannya mengaku jika pekerjaannya adalah mengisi kajian. Di sisi lain, Koswara juga mengungkap di antara orang-orang yang diberangkatkan ke ISIS pada 2015 ada beberapa orang yang memang dari jemaah FPI. Stanislaus berharap fakta terkait terorisme ini benar-benar dapat diungkap secara gamblang dan jangan hanya mengarah kepada pelaku di lapangan.
“Dalam persidangan, ada alat bukti dari saksi AM yang mengaku mendengar ceramah terkait ajakan dukungan terhadap ISIS. Jika ceramah ini menjadi inspirasi seseorang atau kelompok untuk mendukung atau bergabung dengan ISIS, maka Polri harus mengusut siapa yang melakukan ceramah, apa isi ceramah, dan apa dampak dari ceramah tersebut," jelas Stanislaus.
Stanislaus menambahkan, seharusnya hukuman paling berat harus dikenakan kepada sesorang yang melakukan doktrin, ideolog, atau orang yang memprovokasi pihak lain untuk bergabung atau melakukan aksi teror. Menurut Stanislaus pelaku di lapangan bisa saja mereka korban indoktrinasi, walaupun harus tetap dihukum karena tindakan kekerasannya.
“Sebagian pelaku teror adalah korban karena dia melakukan aksi karena merasa itu adalah kebenaran. Yang harus dicari dan ditindak tegas adalah yang melakukan doktrin atau ideologinya. Pelaku lapangan setelah melakukan aksi pasti akan tertangkap, tetapi ideolog yang melakukan doktrin bisa saja masih bebas dan melakukan doktrin lagi. Polri harus fokus pada aktor utamanya," ucap Stanislaus.
Koswara menyampaikan pengakuannya saat diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana terorisme yang menjerat mantan Sekretaris Umum FPI Munarman di Pengadilan Negeri Jakarta Timur
Analis intelijen dan terorisme Stanislaus Riyanta menilai, Polri harus mengusut tuntas pernyataan Koswara tersebut. “Polri harus bertindak cepat dengan mengusut pernyataan tersebut. Jika benar memang ada pengiriman anggota FPI ke ISIS, maka harus dilacak kembali siapa yang memerintahkan pengiriman, sumber dananya dari siapa, atas persetujuan siapa. Ini harus dicari hingga aktor intelektualnya," kata Stanislaus, Kamis (27/1/2022).
Koswara dalam kesaksiannya mengaku jika pekerjaannya adalah mengisi kajian. Di sisi lain, Koswara juga mengungkap di antara orang-orang yang diberangkatkan ke ISIS pada 2015 ada beberapa orang yang memang dari jemaah FPI. Stanislaus berharap fakta terkait terorisme ini benar-benar dapat diungkap secara gamblang dan jangan hanya mengarah kepada pelaku di lapangan.
“Dalam persidangan, ada alat bukti dari saksi AM yang mengaku mendengar ceramah terkait ajakan dukungan terhadap ISIS. Jika ceramah ini menjadi inspirasi seseorang atau kelompok untuk mendukung atau bergabung dengan ISIS, maka Polri harus mengusut siapa yang melakukan ceramah, apa isi ceramah, dan apa dampak dari ceramah tersebut," jelas Stanislaus.
Stanislaus menambahkan, seharusnya hukuman paling berat harus dikenakan kepada sesorang yang melakukan doktrin, ideolog, atau orang yang memprovokasi pihak lain untuk bergabung atau melakukan aksi teror. Menurut Stanislaus pelaku di lapangan bisa saja mereka korban indoktrinasi, walaupun harus tetap dihukum karena tindakan kekerasannya.
“Sebagian pelaku teror adalah korban karena dia melakukan aksi karena merasa itu adalah kebenaran. Yang harus dicari dan ditindak tegas adalah yang melakukan doktrin atau ideologinya. Pelaku lapangan setelah melakukan aksi pasti akan tertangkap, tetapi ideolog yang melakukan doktrin bisa saja masih bebas dan melakukan doktrin lagi. Polri harus fokus pada aktor utamanya," ucap Stanislaus.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda