Sains yang Nirmakna

Sabtu, 22 Januari 2022 - 08:54 WIB
Pada tahap selanjutnya, revolusi itu mengerucut pada penemuan rumus dan bermacam teori yang sangat empiris, yang tidak memiliki tanggung jawab dan signifikansi terhadap norma-norma kehidupan. Asalkan secara nalar dianggap benar, maka sah-sah saja untuk diterima. Sehingga, sains tidak lagi memiliki tugas untuk mencari hakikat nyata sebuah benda—yang pada hilirnya mengantarkan kepada Realitas Mutlak—melainkan berfungsi untuk membangun hubungan antar tanda matematis dan fisik.

Konsepan ini yang akhirnya menentukan arah manusia modern dalam menentukan makna total hakikat benda, maupun pandangannya terhadap alam semesta. Sains modern menyatakan bahwa alam hanyalah kumpulan dari materi-materi yang dapat diukur dan dipelajari. Bukan sebagai satu kesatuan yang epistemik, alam semesta menjadi sesuatu yang beda, pisah-terdikotomi dari bagian manusia itu sendiri—the others. Karena alam menyediakan materi-materi yang manusia butuhkan untuk menyambung kehidupan, maka alam dilihat sebagai sesuatu yang harus digunakan dan dinikmati semaksimal mungkin.

“Bukannya seperti seorang wanita yang menikah di mana laki-laki mendapat kebaikan sekaligus memikul tanggung jawab, alam, bagi manusia modern telah menjadi seperti seorang pelacur—dimanfaatkan namun tanpa ada arti kewajiban dan tanggung jawab terhadapnya. Persoalannya adalah, alam yang telah dijadikan pelacur ini semakin terkuras hingga ke tingkat yang mustahil, sedangkan dalam batas-batas tertentu, alam akan mengalami kerusakan sehingga tidak lagi manusia dapat mengambil manfaat darinya.” (Hal. 32)

Berbeda hal, sains-sains yang dikembangkan di era dulu memiliki integrasi yang lekat terhadap alam dan kepercayaan. Dalam konteks ini, Nasr menyebutnya metafisika. Yakni sains atau ilmu yang mempelajari tentang Realitas Mutlak serta asal usul dan tujuan semua benda. Bukan hanya digali dengan pengukuran rasional sebagaimana matematika, namun turut melibatkan intuisi intelektual.

Di saat yang sama, realisasi efektif dari kebenaran metafisik dan penerapannya dalam kehidupan manusia hanya dapat dicapai dalam sebuah tradisi yang diwahyukan. Demikian ini yang menjadikan metafisika sebagai ilmu yang menimbang segala sesuatu secara holistik dan menyeluruh—melibatkan rasio, intuitif, dan wahyu Tuhan (norma). Metafisik mengidentifikasikan tatanan alam semesta sebagai pikiran Tuhan, dan seorang saintis dikatakan menemukan pikiran Tuhan dalam penyelidikan ilmiahnya.

Para ilmuwan Muslim percaya bahwa di wilayah sains matematis, sains memiliki peran untuk menemukan aspek yang riil terhadap hakikat dari Realitas Mutlak. Selama berabad-abad, umat Islam telah mengembangkan sains dan filsafat paripatetik maupun matematika, tetapi, di saat yang sama, dimensi gnostik, iluminasionis, yang berkaitan dengan sufisme, tetap berjalan sehingga menghasilkan sains yang orientasi maknanya bersifat holistik.

Judul : Antara Tuhan, Manusia, dan Alam

Penulis : Seyyed Hossein Nasr

Penerbit : IRCiSoD

Cetakan : Pertama, Desember 2021
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More