Legitimasi Hukum Ibu Kota Negara Nusantara

Kamis, 20 Januari 2022 - 13:50 WIB
Ada Setiawan (Foto: Ist)
Adam Setiawan

Dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda,

Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia

AKHIRNYA Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) resmi menjadi undang-undang pascapersetujuan mayoritas fraksi di DPR pada rapat pembahasan tingkat kedua. Dengan RUU IKN disetujui menjadi undang-undang, pelaksanaan pemindahan ibu kota negara yang dinamakan Nusantara mempunyai legitimasi hukum yang sah. Adapun tujuan dan urgensi dari pemindahan ibu kota negara adalah sama dengan yang disampaikan Presiden Jokowi dalam pidato sidang tahunan yakni untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan keadilan ekonomi. Selama ini dinilai telah terjadi kesenjangan ekonomi antara Jakarta, Jawa, dan di luar Jawa. Selain itu, pemindahan ibu kota negara dilatarbelakangi oleh peningkatan jumlah penduduk, kondisi dan fungsi lingkungan, dan tingkat kenyamanan hidup yang semakin menurun.

Banyak kalangan yang menilai bahwa pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan proyek ambisius Presiden Jokowi agar meninggalkan legacy dari pemerintahan yang dipimpinnya.



Secara historis, pemindahan ibu kota negara pernah dilakukan pada 1946 akibat terjadi ketegangan antara pemerintahan Indonesia dan Belanda berkaitan dengan kedaulatan. Ibu kota negara Republik Indonesia pindah ke Yogyakarta. Kemudian, pasca-Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda pada tahun 1948, pemindahan ibu kota negara terjadi lagi tatkala Presiden Soekarno menyerahkan pemerintahan ke Sjafruddin Prawiranegara yang berada di Sumatera, berkedudukan di Bukittinggi. Adapun pemindahan ibu kota negara di zaman pemerintahan Presiden Soekarno dilakukan saat negara dalam keadaan darurat (staatnood).

Kembali ke masalah pengesahan RUU IKN menjadi undang-undang. Ada beberapa catatan evaluasi yang perlu diperhatikan. Pertama, ada problematika formil dalam pembentukan UU IKN. Kedua, masalah format hierarki peraturan perundang-undangan. Ketiga, persoalan eksistensi Otorita Ibu Kota Negara (Otorita IKN).

Formil

Jika diamati, proses legislasi UU IKN relatif cepat: hanya dalam waktu 43 hari. Secara logika rasanya mustahil untuk menyelesaikan RUU IKN dalam waktu sesingkat itu mengingat ada beberapa hal fundamental yang perlu dikaji secara komprehensif. Karena itu, tidak heran banyak kalangan yang menilai UU IKN dibuat secara tergesa-gesa, bahkan terkesan untuk memenuhi ambisi pemerintah saja.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More